CH.3 KITA PACARAN

328 24 3
                                    

Mendengar umpatan kasar dari arah pintu, membuat Alvino menengok ke belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendengar umpatan kasar dari arah pintu, membuat Alvino menengok ke belakang. Rania dan Ratna memiringkan sebagian kepalanya untuk melihat sosok pria setengah baya yang sudah mengejutkan mereka. Penampilannya lusuh dengan wajah yang dipenuhi dengan brewok.

"Mas Handoko ...," gumam Ratna menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Iya, ini gue laki lo. Kenapa? Udah merasa jadi janda, Lo? Laki di penjara ngga pernah nengokin. Sibuk maen sama om-om, Lo!" hardik Handoko dengan suara lantang seraya menjatuhkan tas besar yang tadi dipegangnya.

Karakter Handoko sama sekali tidak berubah. Bertahun-tahun mendekam di penjara rupanya tidak membuat perangainya berubah menjadi lebih baik. Seolah penjara bagi Handoko hanyalah sarana pindah tempat tidur dan menikmati makanan gratis walaupun dengan rasa yang seadanya.

"Bapak baru pulang, ngga pantas bicara seperti itu sama Ibu," tegur Alvino dengan tatapan tegas.

Handoko berdecak remeh. "Anak Sialan, mending lo tutup mulut kotor lo. Gara-gara lo, gue jadi di penjara."

Handoko melihat sekilas ke arah belakang Alvino lalu menyunggingkan seringai tajam. "Ngomong-ngomong, siapa tuh cewek? Jago juga lo cari cewek." Handoko berjalan menghampiri Rania yang sudah menggenggam erat tangan Alvino dengan wajah penuh ketakutan.

Pandangan Handoko terus menelisik dan mengamati diri Rania mulai dari atas rambut hingga ujung kakinya. Dapat Handoko tebak kalau gadis remaja di depannya ini adalah anak orang kaya. Handoko mengalihkan tatapannya kepada Alvino yang sudah memberikan tatapan ancaman. Alvino mendorong pelan tubuh Rania untuk bersembunyi di belakang punggungnya.

"Bapak jangan macam-macam," ancam Alvino.

"Gue cuma mau liat pacar lo, boleh juga. Anak orang kaya, ya?" beo Handoko membuat guratan ketakutan terus keluar dari garis wajah Rania.

Ratna menarik tangan suaminya untuk menjauh dari Rania dan Alvino lalu berkata, "Mas! Mas baru pulang, jangan bikin ulah. Dia Rania, teman Alvino. Jangan buat Rania takut, Mas."

Ratna terus menarik Handoko menuju kamar tidur. Sementara Rania masih tertunduk ketakutan.

Alvino menarik lengan Rania, lalu memeluknya untuk sekedar memberi ketenangan pada sahabatnya.

"Aku minta maaf ya, aku ngga tahu kalau Bapak hari ini keluar dari penjara," ungkap Alvino jujur.

Alvino memang tidak tahu kapan kepulangan Bapaknya atau memang dia yang tidak mau tahu.

Rania mengangkat wajahnya lalu menggeleng pelan seraya membalas ucapan Alvino, "Ngga masalah, Vino." Rania melepaskan pelukan Alvino lalu melanjutkan ucapannya, "Oh iya, aku mau lihat piala kamu dong." Rania mengubah pembicaraan mereka.

Alvino memberikan piala yang sedari tadi masih di genggamnya. "Piala ini aku persembahkan buat kamu, Rania," bisik Alvino lembut. Membuat Rania merasakan setruman hebat di sekujur tubuhnya. Seluruh wajah Rania kini sudah dipenuhi rona merah alami. Rania dengan gerakan melambat, menggaruk rambutnya untuk menghilangkan sebuah rasa aneh yang mengguncang dadanya.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang