CH.19 KITA MASIH SALING CINTA

160 22 0
                                    


"Brengsek." Alvino menggeram marah. Dia melangkah maju berjalan melewati Rania dan menghampiri Edo yang sudah terlihat sangat berapi-api. Rania memegang pipinya yang terasa perih. Dia menatap nyalang wajah Edo. Alvino kini sudah berdiri di sebelah Edo untuk menarik tangan pria itu. Namun, sedetik kemudian niatnya terhenti karena ucapan yang Edo keluarkan.

"Apa kamu masih mencintai lelaki itu, Rania? Kamu masih mencintai lelaki itu, kan!" hardik Edo dengan intonasi yang sangat tinggi. Edo menengok ke arah Alvino yang sudah berdiri tepat di sebelahnya. "Vincent, kamu jangan ikut campur. Di sini tugasmu hanya melindungi Rania dari musuh Om Emil, bukan mencampuri urusan Rania dengan saya," lanjut Edo sembari menodongkan ujung telunjuknya ke arah wajah Alvino yang sudah mengeratkan kedua rahangnya menahan emosi.

"6 tahun Rania. 6 tahun aku selalu berusaha untuk merebut hatimu. Aku selalu berusaha untuk memenangkan hatimu dan membuat kamu melupakan mantan kekasihmu itu, tapi apa balasan kamu Rania? Secuil ujung jari pun, kamu tidak pernah menghargai aku sebagai tunangan kamu.

"Apa ada sedikit di hatimu tempat untuk aku, Rania? Aku benar-benar mencintaimu, bukan karena paksaan orang tua kita atau pun karena bisnis orang tua kita.

"Apa aku salah Rania, kalau aku hanya berharap sedikit dari hatimu ada namaku di sana. Aku hanya ingin kamu membalas perasaanku, aku ingin kamu hidup saat bersamaku, bukan seperti mayat hidup yang tidak memiliki jiwa."

Edo memegang kedua pundak Rania dengan tatapan pilu. Suaranya terdengar sangat lirih dan menyayat perasaan. Bahkan Alvino yang saat ini masih berdiri di sebelahnya pun merasa ikut tersentil dan bersalah, Apa benar kehadiran gue di dalam hidup Rania seperti rayap yang lama kelamaan akan menghancurkan dirinya? Batin Alvino.

Rania menurunkan bola matanya, dia menggigit bibir bawahnya yang sudah bergetar kuat. "Maaf, Do," lirih Rania tanpa menatap wajah Edo yang kembali terlihat dipenuhi dengan amarah.

Terlebih Edo melihat sesuatu di balik pakaian yang Rania kenakan. Melalui kecepatan tangannya, Edo langsung menarik paksa keluar benda tersebut dari leher Rania dan membuat tubuhnya terjengkat ke belakang. Untung saja saat itu Alvino dengan sigap segera menahan tubuh Rania, amarah Alvino sudah tidak main-main lagi. Bisa saja saat ini nyawa Edo melayang di tangannya kalau Alvino tidak mengontrol dirinya.

"EDO!" pekik Rania tidak terima dengan sikap Edo yang sudah keterlaluan.

Edo hanya tertawa sinis. Dia melihat kalung berbandul mawar hitam yang sudah sangat dia tahu siapa pemberinya.

"Lihat! Bahkan sampai sekarang kamu masih mengenakan kalung pemberian dia!" Emosi Edo sudah benar-benar lepas kendali. Dia membuang jatuh ke lantai kalung tersebut lalu berjalan mendekati Rania. Dia mendorong kasar tubuh Alvino yang masih menjaga keseimbangan dari tubuh Rania.

"Edo, Brengsek!" maki Rania.

Edo tidak menggubris. Di hadapan mata Alvino, Edo seperti orang yang sudah kesetanan. Dia melampiaskan seluruh amarah yang terpendam selama 6 tahun ini. Perasaan yang tidak pernah Rania hargai. Ketulusannya mencintai Rania tapi tidak pernah sedikit pun Rania menempatkan dirinya di dalam hati perempuan itu. Edo mencium paksa bibir Rania, tepat di depan Alvino dan membuat kedua mata Alvino terbelalak lebar.

Alvino sudah tidak bisa menahan amarahnya. Sedari tadi dia sudah mencoba untuk mengontrol dan mengatur emosinya, tapi kalau dia melihat Rania sudah diperlakukan dengan sangat kasar seperti saat ini, tentu Alvino tidak akan tinggal diam. Tidak peduli nantinya Edo akan membuat pengaduan atau menggunakan kekuatan uangnya untuk menunjukkan kekuasaannya, Alvino tidak peduli. Alvino menarik kasar ujung kerah kemeja Edo hingga tubuh pria itu berbalik dan dengan sepenuh tenaga Alvino memukul wajah Edo hingga tubuhnya terjungkal menyentuh lantai.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang