CH.18 PENOLAKAN KE DUA EMIL

185 27 3
                                    

Kepulan asap putih masih berhembus mengudara dari hidung dan mulut Alvino

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kepulan asap putih masih berhembus mengudara dari hidung dan mulut Alvino. Setelah menyelesaikan argumen ringannya bersama Andreas, Alvino memilih tetap menghabiskan malam ini dengan menghirup aroma tanah basah akibat dari derasnya hujan yang turun. Sementara Andreas memilih untuk masuk kamar dan beristirahat.

Alvino menggerai rambutnya yang semakin melebihi batas leher. Dia merutuki ucapannya sendiri yang sudah dia ucapkan pada Andreas. Naif, itulah yang kini dia sebut untuk dirinya sendiri. Dengan lantangnya dia mengatakan bahwa dia tidak bodoh jika memang Rania terlibat di dalam kasus tindakan ilegal yang sedang dia dan Andreas selidiki, tapi kenyataannya, Alvino lemah. Alvino memang tidak bodoh, tapi Alvino lemah jika itu berhubungan dengan Rania.

Hatinya terus berharap agar Rania tidak ikut terlibat, tapi bagaimana jika kenyataannya Rania tetap disalahkan karena posisi dan jabatannya di rumah sakit tersebut. Lagi-lagi, hati Alvino merasa teriris perih. Kisah hidup yang Tuhan tulis di dalam jalan ceritanya dan Rania, kenapa harus selucu ini. Terlalu lucu sehingga sangat sulit untuknya tertawa.

"Maafkan aku Rania. Maafkan aku kalau suatu hari nanti kamu akan berhadapan denganku sebagai aku yang berbeda," gumam Alvino pelan seraya menundukkan kepalanya dan mengatupkan kedua tangannya.

***

Pagi-pagi sekali, di pekarangan rumah Rania sudah diributkan dengan teriakan histeris dari satu orang pelayan rumah dan sekuriti rumah. Mereka berteriak setelah membuka sebuah paket yang diletakkan di depan pos sekuriti oleh orang yang tak dikenal.

Alvino dan Andreas dengan sigap segera menghampiri keduanya dan melihat apa yang sudah terjadi. Kedua mata Alvino dan Andreas kompak melebar dan membesar. Untung saja keduanya sudah dilatih secara profesional, kalau tidak, mungkin saja mereka akan bernasib sama seperti pelayan wanita dan sekuriti itu yang tidak henti-hentinya mengeluarkan isi perut mereka.

Seekor kucing hitam dengan bagian perut yang menganga lebar dan terdapat beberapa usus-ususnya yang keluar serta sebuah surat yang terselip di balik tubuh mayat kucing tersebut.

"HUTANG GINJAL HARUS DIBAYAR LUNAS DENGAN CARA APA PUN"

Satu rangkai kalimat yang ditulis menggunakan tinta darah dan sepertinya si penulis memakai darah kucing tersebut untuk menuliskan kata-kata itu.

Alvino menggeram marah. Matanya sudah memerah dan tidak lama sebuah mobil sedan hitam dengan kecepatan tinggi masuk ke dalam pekarangan rumah. Emil dengan wajah garang melangkah tergesa-gesa menghampiri Alvino dan yang lainnya. Dia segera merampas kotak berisi mayat kucing tadi yang masih berada di dalam genggaman tangan Alvino dan membaca surat tersebut.

Gigi-gigi Emil sudah saling mengadu. Dadanya juga sudah terlihat kembang kempis. "Sialan, ternyata orang itu benar-benar membuktikan ucapannya," desis Emil dengan suara menggeram. Emil mengalihkan atensinya menatap penuh selidik sekuriti yang berjaga sejak malam.

"Bagaimana ceritanya?" tanya Emil membuat Alvino dan Andreas juga ikut menatap sekuriti itu yang tubuhnya sudah gemetar ketakutan.

"Mohon maaf, Tuan. Waktu saya sedang ke kamar kecil dan saat saya kembali lagi ke pos, tiba-tiba saya melihat kotak itu sudah ada di dekat pos. Saya melihat di sana tertulis nama Nona Rania sebagai penerimanya, tapi saya merasa curiga karena kalau memang tidak ada yang aneh di dalam kotak tersebut, pasti si pengirim akan memberikannya dengan cara yang benar.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang