CH.21 SATU HARI BERSAMAMU

166 23 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alvino menatap sendu wajah Rania yang masih tertelungkup ke arah samping dengan mata terpejam dan botol alkohol di sebelahnya. Sebelumnya Andreas berkata pada Alvino, "Itu pilihan lo. Dari awal gue udah suruh lo untuk mundur, tapi lo bersikeras tetap melanjutkan misi ini."

Alvino mengerjapkan matanya berulang mencoba menahan cairan liquid bening yang sudah merangsak ingin keluar dari kornea matanya. Dia mengambil botol alkohol yang sudah habis ditenggak oleh Rania seorang diri. Alvino tidak habis pikir kalau Rania bisa seperti ini. Rania yang dulu dia kenal, tidak seperti ini. Rania yang ceria dan selalu menebar kebahagiaan untuk dirinya dan Ibu. Rania si penyuka sayur asem dan tempe goreng, yang selalu semangat jika Ibu memasakan Rania menu kesukaannya. Bahkan dia bisa sampai bertengkar dengan Alvino hanya untuk mempertahankan tempe goreng yang tersisa satu potong.

Akan tetapi, Rania yang dia temui sekarang sudah jauh berbeda. Tidak ada lagi aura kebahagiaan yang selalu dia tebarkan. Tidak ada lagi wajah ceria dan keceriaan yang dia tunjukkan. Rania sekarang, ibarat mayat hidup yang tidak memiliki jiwa. Mati ... dan kosong. Hanya bergantung pada pil obat yang selalu dia konsumsi untuk ketenangan jiwanya.

Setelah botol alkohol dipindahkan oleh Alvino. Alvino mengangkat tubuh Rania dan menggendongnya. Saat itu tiba-tiba mata Rania terbuka dan tersenyum penuh kesedihan. Kedua tangan Rania langsung dia kalungkan pada leher kekar Alvino seraya berkata, "Vino ... aku mencintaimu. Kamu tahu, kan? Aku sakit, Vin." Suara Rania terdengar parau dan dia menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Alvino. Saat itu hati Alvino kembali tersayat saat mendengar isak tangis pilu Rania.

Alvino membawa Rania ke kamarnya. Dia meletakkan tubuh Rania ke atas ranjang dan baru saja dia hendak menegakkan tubuhnya, tangan Rania sudah menahannya dengan kuat dan menarik tubuh Alvino hingga tubuh pria itu jatuh ke atas kasur tepat di sebelah Rania.

"Ran," ucap Alvino gugup saat Rania langsung memeluk tubuhnya yang tiba-tiba terasa tegang.

"Kamu jangan pergi. Kamu di sini aja temani aku tidur, hanya malam ini aja, Vino," pinta Rania menatap mata Alvino dengan mata berbinar membuat Alvino hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Iya, iya, aku di sini. Kamu lepas dulu tangan kamu dong, Ran. Aku ngga bisa nafas," ucap Alvino berusaha menurunkan tangan Rania dari atas tubuhnya.

Rania menggeleng cepat seraya memajukan bibirnya.

"Ngga mau ... nanti kamu pergi tinggalin aku. Aku sendiri lagi. Aku kangen kamu, Vino. Aku juga kangen Ibu. Aku minta maaf ngga bisa datang ke pemakaman Ibu. Aku mau ke sana, Vino, tapi Ayah tampar aku ... sakit, Vin." Rania memegang pipinya sembari terus terisak mengeluarkan seluruh isi hatinya.

"Ayah, jahat ... Ayah pisahin kita. Aku dipaksa tunangan sama Edo. Edo sering berbuat kasar sama aku. Aku bilang sama Ayah tapi Ayah ngga percaya, Vin. Aku capek. Aku sendirian, Vin." Rania terus saja meracau tentang perasaannya dengan terus menangis di dalam pelukan Alvino.

BLACK ROSE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang