"Gila, dah, pulang-pulang kamu bawa calon istri, Yok? Ini seriusan? Emangnya sejak kapan ada calon Istri yang dijadikan door prize, hah? Gila, gila.... Untung aku gak ikut."
Rio meletakkan tasnya di atas meja dan menghela nafas sejenak.
Kekagetan Andro tidak aneh. Memangnya, mana ada orang pulang dari seminar bukannya bawa seminar kit, tapi malah calon istri?
Jangankan Andro, Rio saja tidak yakin tawaran dari Pak Adi itu benar. Mungkin Pak Adi lagi nge-prank atau sedang bercanda?
"Belum pasti. Aku juga masih ragu," balasnya dengan suara pelan.
Akal sehatnya masih bekerja setengah sadar dari sejak Pak Adi menawarkan anak gadisnya.
Seorang pejabat seperti beliau menawarinya menjadi mantu? Walaupun laki-laki lain akan kegirangan, Rio tentu bukan salah satu di antara mereka.
"Katanya mbak e lagi kuliah di Jepang," tambah Rio. Andro langsung terbangun dari pose tidur leha-leha nya dengan mulut menganga.
"Hah, dia udah anak pejabat, terus pinter gitu!? Orang Tuamu juga dari kalangan akademisi, kan? Ibumu apalagi! Ah, iya, kamu juga pinter. Gila, sih, ini cocok banget buat kamu, Yok. Mungkin."
Andro menekankan kata terakhirnya hingga Rio menoleh karena kaget. Tapi si pria legit berpostur tinggi tegap itu hanya tersenyum kecil melihat reaksi sahabatnya.
"Aku takut mbak e gak cocok sama aku, Ndro. Kalau aku pribadi, aku akan menerima siapapun yang sesuai dengan kehendak Sang Pencipta."
Andro langsung menghempaskan tubuhnya di kasur sambil menghela nafas. Mulai, mulai..., batin pria itu. Andro menarik nafas, bersiap untuk memulai debat keyakinan tidak berfaedah yang menghiasi persahabatannya dengan si Rio.
"Dengar, ya, kamu bilang sesuai kehendak Sang Pencipta terus, tapi kamu juga harus usaha, Yok. Kalaupun Si Pencipta itu mau ngapa-ngapain, tapi kalo kamu gak ada tindakan real, ya, Dia jadi males juga ngerumatin kamu! Mendingan, ngerumatin jerapah di Afrika atau ikan lampu-lampu di Palung Kariana."
"Palung Mariana."
Andro berdecak kesal. "Sama aja!" balasnya ketus.
Rio tidak merespon apapun karena tiba-tiba smartphone nya bergetar dan sebuah chat masuk di Whatsapp-nya. Pengirimnya tak lain tak bukan adalah Bapak Adi sang petinggi Kementerian DIY, dengan kata lain: calon mertua.
"Apaan, Yok? Kok, diem aja, sih?"
"Pak Adi ngirimin foto anaknya, Ndro."
Rio mendekati Andro dan duduk di samping kasur sahabatnya itu, lalu memperlihatkan foto seorang perempuan yang barusan dikirim Pak Adi.
Perempuan itu berkulit coklat muda, berambut pendek sebahu, tersenyum lebar. Hidungnya mancung dengan kacamata bertengger di sana dan senyumnya terlihat sangat menyegarkan. Tatapannya terlihat sangat percaya diri seakan tidak ada apapun di dunia ini yang akan menghalangi langkahnya.
Sebagai seseorang yang doyan main cewek, seorang Andromeda Davisto MV tentunya kenal dengan perempuan yang bentuknya seperti ini.
Mereka bukan perempuan murahan, bukan pula perempuan mahalan. Si calon istri Rio ini pasti perempuan yang tidak pernah memikirkan cinta-cintaan, kecuali kecintaannya dengan karirnya sendiri.
Menurut Andro, perempuan ini kelihatan sekali tipe yang ambisius dan tidak mau kalah. Perempuan dengan klasifikasi yang paling Andro jauhi dari kehidupan percintaannya, karena menurutnya cenderung 'demanding'.
Andro menoleh sejenak ke arah Rio. Ia membayangkan sahabatnya itu menikah dengan cewek setipe ini dan menjadi 'suami takut istri' yang tidak bisa melawan satupun kata-kata si istri –apapun itu. Dengan tante-tante penipu pun Rio tidak berdaya, apalagi perempuan sekeras ini?
"Oh, no, Yok. Yang begini ini nggak, sih. Kamu gak bakal cocok sama yang begini, Yok."
Rio menoleh ke arah Andro dan bertanya, "Kenapa memangnya?"
"Nih, dengerin, ya. Cewek yang bentuk nya seperti ini biasanya cewek karir yang ambisius dan keras kepala. Mereka lebih suka mendominasi, Yok. Bayangkan kamu itu cowok yang suka ke desa-desa terpencil buat ngurusin orang-orang yang membutuhkan atau apalah itu. Kalau istrimu ntar yang begini, bisa-bisa kamu jadi bapak rumah tangga! Pakai celemek, ngurusin anak!"
Andro menyelesaikan penjelasannya dengan satu helaan nafas. Sementara itu, si Rio hanya menatap datar sahabatnya dan menghela nafas.
"Kok, bisa kamu nyimpulin seperti itu? Kamu juga gak pernah ketemu sama anaknya."
"Kemungkinan besar gitu, Yok. Percaya, deh."
Rio lalu menatap lagi foto itu dan tersenyum lembut. "Kalau di mataku, kok, anak ini terkesan sangat positif, manis, ceria dan menyenangkan. Kalau pun aku berdebat dengannya, itu akan sangat menarik."
Andro berkedip tiga kali, tidak percaya pernyataan seperti itu keluar dari mulut Rio.
"Oh, tidak, Yok ... kamu gak mungkin, kan...."
"Iya, sepertinya aku akan menerima tawaran Pak Adi. Aku merasa ada getaran Ilahi dalam batinku begitu melihat anak ini."
"Apanya yang Ilahi, hah? Kentutmu, semuanya aja kau sebut Ilahi-Ilahi! Sudah gila, kau, Yok!?" Politisi muda itu pun menjerit dan menjambak-jambak rambutnya karena tidak tahan lagi menghadapi logika agamis sahabatnya ini. Sedikit-sedikit Tuhan, sedikit-sedikit Illahi.
"Rio, dia jelas-jelas tipe istri yang gak bakal nurut, selalu memberontak dan mungkin punya selingkuhan di luar negeri! Kamu memangnya mau nikah tapi diselingkuhi!?"
"Berhenti berasumsi sejahat itu sebelum bertemu secara langsung."
"Denger, ya! Gara-gara pemikiran seperti itu, makanya kamu ketipu terus, Yok! Gila!"
"Aku bukan ditipu, tapi jadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan."
"Halah, kentut! Semua-semua aja yang dibutuhkan menipumu, sana! Aku tidak peduli lagi!"
"Membutuhkan, maksudmu, bukan dibutuhkan."
"Sama saja!"
"Sebelum nyalon Pemilu, belajar bahasa dulu sana."
"Sebelum aku belajar bahasa, kamu harus belajar baca Teori Darwin!"
"Ada apa dengan Darwin?"
Akhirnya Andro memutuskan untuk menyerah dan tidur.
Sahabatnya ini memang sudah gila. Tanpa melihat pun Andro tahu bahwa saat ini Rio masih senyum-senyum sambil ngeliatin foto calon istrinya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rujak Duren dan Lebah Madu
RomanceKiyesia Tarani yang agnostik tidak menyangka kalau dia dijodohkan dengan Rio yang sangat religius dan spiritualis. Karena trauma masa kecilnya, Rio terlihat tidak lebih baik dari rujak duren. Dia hanya belum menyadari kalau Rio Azriel Rayaan akan me...