Janji

52 13 1
                                    

Iyes melihat sekelilingnya dengan kebingungan.

Ia berada di suatu tempat yang serba hijau dengan beberapa bunga bermekaran di sisi-sisi tertentu. Dia bahkan bisa mendengar suara air mengalir dari kolam ikan, juga kucing kesayangan keluarganya berlari kesana kemari.

Sorot matanya kemudian menangkap punggung seorang pria. Sekilas, terlihat seperti punggung milik Josh, jadi Iyes tanpa pikir panjang berlari dan menemui pria itu.

"Why are you here, Josh?"

"Josh? Siapa itu Josh?"

Pria itu menolehkan kepalanya ke arah Iyes. Perlahan, perempuan itu membelalakan matanya. Sosok satu ini bukan Josh, tapi Rio!

Iyes mengucek matanya berkali-kali. Ada yang salah dengan retinanya, Iyes yakin itu.

Soalnya si Rio satu ini, entah kenapa, terlihat berkali-kali lipat lebih maskulin dan berkarisma. Kombinasi maut yang membuat banyak perempuan menjerit-jerit karena terkesan begitu tampan.

Wajahnya dan postur tubuhnya memang sedari awal enak dilihat, tetapi maskulinitas dan karisma adalah bumbu ketampanan yang paling efektif untuk kalangan adam. Nilai plus di mata Iyes, karena brewok si Rujak Duren-nya ini dicukur dengan ketebalan yang pas.

Kenapa saat ini Rio terlihat sedemikian memikat bagi Iyes?

Apakah karena brewoknya yang seksi itu? Apakah karena tatapan hangatnya yang begitu lembut? Apakah karena suara baritonnya yang terdengar merdu? Atau karena tangan pria itu kini bermain di wajahnya dengan begitu sensual?

"Kenapa wajahmu seperti sedang melihat hantu?"

Iyes dengan kesulitan membalas, "Tentu saja! Siapa kamu, heh!"

"Aku Rio, kamu pikir siapa lagi?"

"Rujak Duren gak pernah terlihat seperti ini!" Iyes menyipitkan matanya dan menyingkirkan dengan paksa tangan pria itu dari wajahnya, lalu berujar, "Siapa kau sebenarnya!?"

"Astaga, siapa lagi aku kalau bukan suamimu, my sweet honey bee?"

Iyes membelalakan matanya, tetapi sebelum dia bisa menjerit, Rio kembali mengelus wajahnya dan mencium keningnya dengan begitu lembut.

Jeritan Iyes menguap bersamaan dengan serangan mendadak dari Rio. Ya, satu serangan yang sangat jitu.

Perempuan itu langsung lemas begitu merasakan sentuhan lembut dari bibir Rio di kulit keningnya. Bukan nafsu birahi, tentu saja. Ciuman itu meluluhkannya karena Iyes seakan dapat merasakan bagaimana pria itu menyayanginya dengan begitu dalam.

Bahkan ketika Iyes mencium Josh, tidak pernah dia merasakan hal yang sama.Ciuman di keningnya barusan berbeda. Seakan dirinya merasa aman, terlindungi oleh kelembutan dan kehangatan yang diberikan oleh sang pria. Sesuatu yang lebih memabukkan dari alkohol jenis apapun. Sesuatu yang membawa candu, membuat Iyes ingin meminta lebih dari sekedar kening untuk dicium.

Benar kah ini Rio?

Iyes mendorong pria itu menjauh dan memandangi lagi sosok maskulin di hadapannya dengan seksama. Rio tidak pernah terlihat seperti ini, walaupun memang sekilas wajahnya menyerupai si Rujak Duren.

Teke, cakep banget, ndes, batin Iyes dengan logat semarangannya.

Tapi kemudian sirkuit otaknya kembali tersambung ketika Iyes sadar dengan kalimat apa pria di hadapannya ini memperkenalkan diri. Langsung, tentu saja, emosi Iyes meningkat berkali-kali lipat. Suaminya? Sejak kapan dia menikah?

"Tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak mungkin menikahi si Rujak Duren!"

"Hm? Memangnya kenapa denganku? Apakah ada yang tidak sesuai dengan ekspektasi?"

"Rujak Duren adalah mimpi burukku."

"Hanya karena kita berbeda perspektif dalam memandang agama?"

"Ini bukan jalan terbaik untuk si Rujak Duren, untukku juga."

"Bukannya kita sudah membahas ini sebelumnya? Kau hanya tidak memberikan ruang untukku bisa masuk ke hatimu, my honey bee. Berikan kesempatan itu, sehingga aku bisa mengobati luka masa lalumu."

"Aku rasa itu tidak mungkin. Kebencianku sudah membusukkan hati. Bahkan Tuhan pun jijik untuk sekedar menoleh."

"Bukan kau yang menilai dirimu, bukan siapapun. Kau hanya tidak tahu bahwa kau lebih berharga daripada yang kau bayangkan. Bagiku, kamu adalah perempuan yang digariskan Tuhan untukku. Setiap langkahku di masa depan tidak akan lengkap tanpamu."

Iyes merinding begitu mendengar pernyataan dari sosok pria di hadapannya itu. Bukan karena menakutkan, tetapi karena begitu meyakinkan hingga rasanya hati terdalam Iyes bergetar karenanya.

Tetapi sebelum Iyes sempat menyanggah pernyataan si pria, tiba-tiba matanya terbuka sangat lebar dan semua hal di sekitarnya basah. Sorot mata Iyes menangkap plafon kamarnya yang dicat putih, sebuah ember dan wajah sang ibu yang menahan marah.

"Sampai kapan mau tidur terus, ndoro!?" ujar sang ibu dengan ekspresi menyeramkan.

"Ampun, ampun, Nyah! Iyes bangun, bangun!"

Iyes dengan panik berdiri di kasurnya yang basah karena disiram seember air oleh sang ibu. Dia panik, tentu saja, karena ibunya tidak pernah marah seperti ini.

Tetapi, selepas dia berdiri, Iyes bahkan takut untuk sekedar bergerak karena tatapan sang ibu yang mengerikan seakan memenjara sel-sel sarafnya. Ibu dan anak itu bertukar tatapan untuk sementara waktu, dengan aura mencekam yang begitu mengerikan.

"Mandi, ganti baju, dan segera ke ruang tamu!"

"Heh? Ada apa? Kan, hari ini libur, Nyah?"

"Jangan bales! Lakukan!"

Iyes langsung posisi siap dan dengan kaku membalas, "Tapi, Mbak Iyes cuma pingin tahu apa yang...."

"Rio datang, bilang ada mau jalan sama Ndoro Kiyesia," perempuan paruh baya itu memotong balasan Iyes dengan penekanan yang teramat sangat di kata 'Ndoro'.

Iyes langsung lesu dan mengkerut. Dalam hati, dia mulai mengumpati si pria legit bergenus Rayaan itu karena tidak pernah absen untuk menemui sang calon mertua dan mengganggu hidupnya.

Sedino wae isa po rak to, gak usah weruh mukane de'e, batin Iyes. Tapi selama masih dalam tatapan tajam sang ibu, mana berani Iyes membalas. Jadi, dia dengan mengumpat-umpat akhirnya mandi dan bersiap menemui si Rujak Duren.

Di dalam ritual mandinya, Iyes mengingat-ingat mimpi yang barusan ia alami.

Untuk pertama kalinya, dia tidak mimpi buruk setelah bertemu Rio. Biasanya, setiap kali ada hubungan dengan orang religius yang bukan keluarganya, Iyes langsung mengalami rentetan mimpi buruk. Tentunya tentang pengalamannya mendapatkan perlakuan diskriminatif ketika masih kecil.

Namun kali ini berbeda. Karena, bukannya menakutkan, mimpi malam tadi terasa sangat menenangkan. Sialnya, tokoh utama dalam mimpinya adalah si Rio versi ekstra tampan.

"Teke, beneran mimpiin de'e," gumam Iyes begitu dia menyadari bahwa malam tadi mimpinya adalah seputar Rio di taman belakang rumahnya. Persis sama seperti pernyataan si Rujak Duren kemaren ketika lagi nongkrong di café.

Iyes terdiam, menimbang-nimbang apakah yang dia lakukan kepada Rio terlalu kejam?

Nyatanya, memang Rio tidak melakukan apapun yang merugikan baginya. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Iyes menyadari perasaannya sendiri terkait hal ini.

Iyes hanya benci satu hal dalam diri pria itu secara personal, yaitu fakta bahwa Rio seakan tahu apapun tentang dirinya.

Iyes tidak suka dirinya dibaca orang lain. Dia juga tidak suka dipandang lemah. Dia tidak suka dibantu oleh orang yang bukan dalam circle terdekatnya. Dia tidak suka diatur, termasuk dipaksa untuk menjalankan ritual kepercayaan apapun.

Latar belakang Rio yang seorang agamis hanyalah alibi untuk membuat dirinya membenci pria itu agar Iyes tidak berjalan ke luar zona nyamannya. Sesederhana itu. Kenapa pula dia memutar-mutar hingga justru melukai perasaan Rio?

"Aku berhutang permintaan maaf sama si Rujak Duren," gumam Iyes saat perempuan itu sudah selesai bersiap untuk menemui Rio.

Rujak Duren dan Lebah MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang