Dawet Rasa Waluh, Deket Rasa Jauh

46 10 0
                                    

3 Februari 2022

Ruangan Dosen di Salah Satu Perguruan Tinggi di Kota Semarang

"Mbak Iyes, mau kelas?"

Iyes menghentikan langkahnya, membalikkan tubuh dan tersenyum lebar. Seorang ibu yang cukup berumur berdiri di depan meja resepsionis, juga menyunggingkan senyum sambil membawa satu map dokumen. Dia itu ketua departemen Ilmu Politik, biasa dipanggil Bu Jeng.

"Iya, bu. Kelas jam 9," jawab Iyes ramah.

"Kelas apa?"

"Ekologi Politik, bu," Iyes menyipitkan matanya, yakin sekali ibu satu ini sedang ada keperluan dengannya, jadi dia kembali berujar, "Ada apa, ya?"

Setelah mendapat gelar master, Iyes tentu saja langsung ditawari menjadi dosen. Bukan main, perempuan satu ini mendapat gelar Master di Media and Governance dengan GPA nyaris sempurna. Juga disaat bersamaan dia aktif dalam Non-Government Organization di bidang lingkungan dan sustainability. Ditambah lagi, dia menjadi salah satu pemilik dari organisasi profit serupa di Kota Semarang yang menjadi domisili permanen unofficial-nya setelah menjadi dosen.

Dia sangat sibuk karena panggilan mengisi acara seperti datang tanpa henti, ditambah jurnal-jurnal penelitiannya yang terbit dengan sangat produktif. Tentu saja, Iyes kini merasa sangat bahagia.

"Ada panggilan untuk jadi moderator. Barusan panitianya menghubungi departemen," Ibu yang sudah berumur itu pun memanggil Iyes untuk mendekat, "Sepertinya Mbak Iyes yang cocok buat ini. Coba lihat pembicaranya."

"Hm?" Iyes mendekat dengan lebih cepat dan langsung menoleh ke arah daftar pembicara yang total ada 5 orang. Itu adalah seminar internasional yang diselenggarakan di Semarang oleh kerja sama beberapa kementerian, duta besar luar negeri, media massa, dan perusahaan. Tentu sangat prestis.

Hanya saja, fokus perhatian Iyes bukan kepada sponsor atau siapa yang membuat acara. Salah satu pembicaranya adalah sang idola, Ria Harsanti! Sontak, perempuan itu pun menjerit sambil menutup mulutnya.

"Mau, bu, saya! Ndak, biar saja saja!"

Ibu yang berumur itu pun tersenyum dan menjawab, "Baiklah, oke. Tinggal satu lagi berarti, ya. Menurutmu siapa?"

"Moderatornya dua?" tanya Iyes dengan keheranan.

"Hu'um. Mereka minta supaya ada cadangan. Mungkin gak mau ambil risiko besar."

"Hm...kalau gitu Mas Veda aja, beliau sepertinya cocok buat acara seperti ini."

"Ah, ide bagus."

Ibu itu pun beranjak pergi dan Iyes juga melanjutkan langkahnya menuju kelas pertamanya hari ini. Kebahagiaannya bertambah lebih banyak begitu dia menyadari dirinya akan bertemu lagi dengan sang idola dan karena kali ini lokasinya di Indonesia, maka kemungkinan ia juga akan bertemu dengan Rio.

Persetan dengan janji, Iyes hanya perlu mengatur kondisi untuk membuat Rio yang datang padanya dan bukan sebaliknya. Itu adalah hal tergampang dalam track recordnya sebagai dosen ilmu politik.

Jika janji sialan itu batal, maka dia bisa lebih seenaknya bertemu dengan Rio. Dan jika terjadi, maka apa? Iyes tertawa sendirian ketika menyadari bahwa dia akan terhibur dengan menjahili pria legit itu. Mungkin mengiriminya majalah dewasa adalah cara yang menarik, lalu si Rio akan dengan kikuk berdoa menenangkan diri seperti biasanya.

Tapi sebelum itu semua, Iyes harus menghubungi Ria terlebih dahulu. Jadi, tepat di depan pintu kelas, perempuan itu mengambil smartphone-nya dan mengirimkan sebuah pesan untuk sang idola.

Rujak Duren dan Lebah MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang