Dari Stroge ke Philia

39 11 0
                                    

Ria mendongakkan kepalanya dan berpikir sejenak.

Kemudian mulai bercerita dengan berujar, "Dulu sekali, aku bertemu dia waktu SMA. Memang, saking kukuhnya terhadap apa yang dia percayai, dia sampai tidak mau bersentuhan sama hal hal yang memicu dosa dan hawa nafsu. 

Tapi karena aku merasa kalau alasannya soal kepercayaan, itu akan jadi sangat konyol. Oh, astaga, aku rasa aku sudah tidak percaya Tuhan dari sejak embrio!"

Ria tertawa sejenak dan melanjutkan ceritanya, "Kedua orangtuaku sekuler, ayahku dari Indonesia, Ibuku blasteran india. Sementara dia juga keturunan india. Jadi, itu yang membuat kami dekat. Tapi persetan, otaknya cuma isi makhluk halusinasi dan segala tetek bengeknya."

"Tapi, demi apapun, dia sangat manis, Yes," Ria tersenyum sendiri, "Oh, dan juga maskulin. Tidak pernah takut dan selalu melindungiku. Ketika aku ingin kuliah di Inggris, dia bilang kalau dia mencintaiku dan aku hanya tertawa mengejek. Karena tidak mungkin orang spiritual sepertinya dan aku yang sangat sekuler bisa berdampingan."

"Yup, setuju," Iyes mengangguk-angguk.

Tetapi Ria menyeringai dan berujar, "Tapi ketika aku kuliah, sepertinya mantra dari cintanya mulai menggetarkanku."

"Apa yang terjadi?"

"Dia meneleponku hampir tiap hari. Gilanya aku tidak pernah menolak satu pun panggilan teleponnya. Tapi, suatu ketika dia tidak menelponku selama satu minggu penuh. Tentu saja aku jadi gelisah. Aku menelepon setiap orang yang mungkin tahu kabar tentang dia di sana. Tapi tidak ada yang tahu. 

Jadi, aku nekat pakai semua uang tabunganku demi pulang ke Indonesia hanya untuk mendapati bahwa ibunya telah menjodohkannya dengan seorang perempuan alim. Ternyata, ibunya selama ini tidak suka ketika dia selalu berhubungan dengan perempuan tidak bermoral sepertiku yang tidak percaya Tuhan."

"Oh, astaga. Lalu?" Iyes mulai antusias mendengar cerita cinta sang idola yang bagaikan drama televisi.

"Hari itu, hari sabtu, aku ingat sekali karena saat itu aku memaksa masuk ke acara tunangan mereka. Aku menyumpah serapah dengan lantang dan menarik paksa dia untuk keluar dari ruangan itu. Gilanya, aku tidak tahu kenapa, tapi aku berteriak dengan keras ketika memerintahkannya untuk jadi suamiku."

"Kau pasti sudah gila."

"Sangat."

"Lalu apa yang dia katakan?"

"Dia diam membatu dan juga semua orang di ruangan itu. Mereka pasti tidak menyangka perempuan liar sepertiku akan memerintahkan seseorang pria Rayaan untuk menjadi suami. Tapi kemudian dia berujar dengan frustasi, bagaimana aku bisa menolakmu ketika aku tahu dari saat pertama bertemu denganmu kalau Sang Pencipta sudah menggariskan kita bersama. Dan tebak apa yang terjadi?"

"Em, dia mengajakmu kawin lari?"

"Oh, jauh lebih dari itu!"

"Apa memangnya?"

"Dia menggendongku, memutar-mutar ku dan menciumku! Lalu aku mendengar ayahnya tertawa terbahak-bahak. Bapak tua itu mendekat dan menepuk-nepuk bahu anaknya. Kemudian bilang bahwa sedari awal dia merestui hubungan kami, tapi demi ibu keras kepala yang tidak sependapat, dia menyarankan kami untuk jangan menampakkan diri berduaan di tanah Kalimantan. 

Kami hanya menikah secara hukum. Dia menetap di India, semenatara aku berkarir di Australia. Lalu ketika Yoyok lahir, ibunya kembali rewel untuk membesarkan anak itu. Kami terpaksa mengiyakan karena dia sampai mengancam akan bunuh diri jika tidak dituruti."

"Oh, pasti sangat susah menjalin hubungan jarak jauh seperti itu," Iyes terkagum-kagum ketika mendengar cerita itu. Dia bahkan tidak menutup mulutnya karena terlalu terpana.

"Tidak juga. Lagipula satu tahun lagi aku memutuskan untuk pensiun dan pulang ke Indonesia bersama suamiku. Lalu Yoyok dan kamu, Yes, akan tinggal satu rumah dengan kami. Di rumah yang besar di Kota Semarang. Aku dengar kamu sangat suka dengan kota itu, kan?"

Iyes langsung kaget dan pikirannya langsung melayang kemana-mana. Tinggal bersama sang idola? Oh, demi apapun, adakah sesuatu yang bisa menghancurkan kebahagiaan itu?

Tentu saja ada, itu adalah fakta bahwa Ria secara tidak langsung mengharuskannya untuk menikah dengan Rio jika ingin terus bersama dengan sang idola. Terlebih ketika ibu itu menambahkan pernyataannya.

"Tapi jika kamu keberatan untuk menikah dengan anakku, maka kami semua akan tinggal di India dan memaksa Yoyok ikut," tambah Ria dengan ekspresi sedih.

"Kau akan membawa Rio ke India?"

"Iya, ke kediaman Rayaan."

"Tapi kenapa?"

"Aku tidak tega membiarkan anakku lebih lama menghirup udara yang sama dengan apa yang dihirup orang orang yang menyakiti perasaannya."

"Tapi, bu, aku tidak...."

"Kita sama-sama tahu kalau Yoyok mencintaimu, Nak. Tapi caramu menolaknya itu sangat tidak aku tolerir. Apa lagi yang jadi alasanmu menolaknya? Kau pikir dia kolot, fanatik, dan akan mendiskriminasi atau menganiaya kamu hanya karena berbeda pendapat? Kau pikir aku siapa hingga mendidik anakku untuk jadi seperti itu?"

Iyes merasa tulang-tulangnya tiba-tiba hilang entah kemana. Tapi kemudian, matanya berkaca-kaca dan dengan terbata, dia berujar, "Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ketakutan karena trauma masa kecilku. Itu membuatku ngeri berada disekitar orang yang spiritualis seperti Rio."

"Yoyok berbeda," Ria menghela nafas sejenak, "Kau sudah membaca buku yang dia tulis?"

Iyes menyeka air matanya yang nyaris jatuh dan menggeleng. Ria kemudian mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan menyodorkan benda itu kepada Iyes.

"Aku selalu bawa buku itu kemana pun karena begitu bangganya aku terhadap anakku sendiri. Tapi, yah, mulai saat ini itu milikmu. Baca itu dan pahami apa pikirannya," Ria berujar sambil tersenyum lembut, "Lalu pahami perasaanmu. Dan jujurlah pada diri sendiri. Aku hanya ingin bilang kalau Rayaan dekat dengan energi semesta, entah bagaimana caranya, pernyataan mereka tentang sesuatu itu akan benar adanya."

Iyes menatap Ria dan tersenyum kecut ketika menerima buku itu. Dia kemudian bertanya dengan suara pelan, "Apa ibu juga membenciku karena aku membenci anakmu?"

"Tentu saja tidak!" Ria menyeringai lebar, "Bagaimana aku bisa membenci seorang perempuan yang jujur dan menggemaskan sepertimu! Apalagi kau akan menjadi istri anakku."

"Kenapa semua orang selalu bertindak seolah-olah itu pasti akan terjadi! Tidak ada yang peduli dengan pendapatku sendiri! Aku sudah bilang berkali-kali kalau aku gak suka!"

Ria tertawa renyah dan kembali berujar, "Aku hanya akan sangat bahagia di masa tuaku karena punya mantu sepertimu, Yes! Aku baca beberapa penelitianmu, dan kau tahu, aku suka logika ilmiah mu!"

Mendengar itu, wajah Iyes langsung memerah seketika. Lalu, sambil mengerucutkan bibirnya anak itu berujar, "Kenapa aku harus menikahi anakmu dulu untuk menjadi anakmu! Ini tidak adil!"

Ria menyeringai dan berpangku tangan. "Hm? Memangnya apa lagi opsinya?"

"Tidak bisa kah, terlepas dari Rio sialan itu, kita berteman?"

Iyes mengatakannya! Dia mengatakannya di depan sang idola! Tentu saja wajahnya jadi semakin merah. Tapi itu justru membuat Pria semakin keras tertawa.

"Bagaimana bisa aku menolak itu, nona manis!"

Mereka berbincang untuk beberapa saat kemudian, saling menertawakan sambil bertukar kontak. Hingga kemudian si professor datang dengan wajah pucat yang kusut. Tapi bukannya kasian, dua orang perempuan itu malah tertawa ngakak.

Ternyata, anaknya masih mau mengangkat telepon sang ayah, tetapi memutuskan untuk pergi dari rumah entah hingga kapan. Professor tentu saja panik sejadi-jadinya, apalagi ketika membayangkan anak perempuannya yang berusia baru 19 tahun keluyuran di suatu tempat.

Jadi, si professor pamit duluan demi mencari anaknya. Sementara itu Ria dan Iyes menghabis waktu dengan bercerita dan tertawa bersama, lalu kemudian memutuskan untuk pindah tempat ketika akan membicarakan hal-hal serius seputar politik.

Rujak Duren dan Lebah MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang