Bakso dan Sore kita (part 2)

59 15 2
                                    

Rio tidak menyangka kalau Iyes, calon istrinya, ternyata begitu lucu dan menarik.

Terlebih, semakin sering bertemu, semakin perempuan itu terlihat manis dan cantik di matanya. Cantik apa adanya yang natural, tanpa dilapisi apapun.

Penampilannya berkharisma dan memang sesuai dengan orangnya yang sangat mandiri. Rambutnya pendek sebahu, kulitnya berwarna coklat muda yang eksotik, ditambah hidung mancung dan senyum yang begitu lebar.

Iyes, luar dalam, adalah sosok perempuan yang bisa dikatakan tipenya. Tentu saja karena Rio juga baru menetapkan tipe perempuannya setelah bertemu Iyes.

Lebih dari itu, Rio sangat tertarik dengan cara perempuan ini berpikir dan mengutarakan pendapat. Berkali-kali Iyes menghinanya dengan argumen-argumen yang tajam menusuk, tetapi tidak sedikit pun Rio merasa terhina.

Pria itu yakin, Iyes hanya terlalu jujur untuk segala hal, termasuk perasaannya. Dan, yah, Rio juga paling senang menjalin hubungan dengan manusia-manusia yang menjunjung tinggi kejujuran.

Contohnya adalah Andro. Mau sejauh mana keyakinan mereka berbeda, yang penting adalah kejujuran. Bagi seorang Rio Azriel Rayaan, jujur adalah emas.

Namun, demi apapun, ini kali pertama bagi Rio merasakan perasaan ingin mencubit pipi seorang perempuan dewasa, memeluknya dan mencium bibirnya yang polos tanpa setitikpun lipstick melekat di sana.

Betapa Rio ingin menarik lengan perempuan itu dan menggantungkannya di lengannya yang cukup kekar, supaya semua orang tahu kalau Iyes adalah miliknya seorang.

Tentu saja, ketika otaknya mulai memikirkan hal tersebut, Rio langsung komat-kamit dalam hati membaca doa-doa. Agar semua pikiran duniawinya itu hilang.

'Jangan memikirkan perempuan lain yang bukan istrimu, jangan bernafsu memiliki perempuan yang bukan istrimu' itulah yang akan diulang-ulang dalam benaknya ketika semesta membiarkan dirinya berduaan dengan Iyes.

Misalnya seperti yang sedang dia lakukan saat ini.

Selepas makan bakso bersama, saat hampir menjelang sore hari, Pak Adi dan istrinya secara bersekongkol memaksa Iyes dan Rio untuk berkencan tanpa batasan jam malam. Rio bahkan tidak bisa menolak permintaan Pak Adi, seperti biasa. Begitu pula Iyes yang mau seperti apapun memberontak, pada akhirnya akan menuruti perintah Pak Adi.

Sekarang, Rio dan Iyes memutuskan untuk pergi Taman Pintar. Tujuan mereka adalah mencari buku bacaan berkualitas dengan harga yang murah. Tentu saja, Rio sedari awal yakin bahwa Iyes gemar membaca. Perempuan sepintar Iyes tidak mungkin pintar hanya dari broadcast di grup Whatsapp keluarga, kan?

"Mau pakai ojek online?" tanya Rio sembari mengaktifkan smartphone-nya.

"BRT aja."

"BRT?"

"Oh, iya, di Yogya namanya Trans Jogja. Kalau di Semarang, disebut BRT," jelas Iyes dengan tampang kesalnya, "Aku lama di Semarang ketimbang di Yogya."

Rio melirik kearah Iyes dan tersenyum lagi. Pria itu sepertinya sudah gila, karena sekarang dirinya menganggap ekspresi merajuk milik Iyes terlihat menggemaskan.

"Nice idea. Berarti kita jalan ke halte dulu, gak papa?"

"Gak papa, aku juga biasa jalan."

Setelah itu, dua sejoli ini berjalan dalam diam seperti pasangan kikuk.

Si Rio sibuk memurnikan pikirannya, sementara Iyes berjuang keras mengumpulkan lagi mood-moodnya yang hancur berkeping-keping ketika orangtuanya memaksanya pergi dengan si 'Rujak Duren' sebebas-bebasnya.

Rujak Duren dan Lebah MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang