Ciuman dan Hujan (part 2)

110 14 7
                                    

Tidak. Tentu saja, tidak.

Tidak ada perempuan manis, lucu dan pintar yang ada dalam daftar keturunan Pak Adi. 


Kalau yang dimaksud adalah anak pertamanya, maka yang benar adalah perempuan frontal, keras kepala dan liar. Jelas, sedikit timpang jika dibandingkan dengan sosok setipe Rio.

Apalagi kalau perempuan itu ternyata adalah sosok yang sama dengan seseorang yang kini sedang menawarkan sekaleng minuman bir kepada pria yang sedang tidur di ranjangnya.

"Josh, do you want some?" tawarnya sambal menyeringai.

"No." Pria tadi membalikkan badannya dan menatap sang perempuan dengan tersenyum jahil.

"What? Is there anything weird?"

"Well, come here, my queen."

Namanya Iyes, lengkapnya Kiyesia Tarani. 

Rambutnya pendek bahu, dengan wajah polosan dan bibir kecoklatan gelap. Matanya berwarna karamel, manis. Senyum yang lebar dan kulit coklat muda juga kombinasi yang eksotis, apalagi dipadukan dengan hidung mancungnya. 

Terpenting dari semua itu, dia sepenuhnya adalah individu yang rasional dan menolak segala bentuk agama.

Persetan dengan keluarganya yang begitu agamis, tapi itu jelas bukan jalan hidup Iyes.

Walaupun ayahnya adalah mantan pemimpin agama dan sekarang menjabat di salah satu kantor wilayah kementerian di DIY, Iyes sama sekali tidak ambil pusing. Dia tetap senang minum alkohol di sela waktu luangnya dan melakukan kenakalan-kenakalan lain yang masih aman menurut logikanya. Setidaknya kalau levernya rusak gara-gara miras, dia tidak mau kena HIV atau penyakit jantung di saat bersamaan.

Bagi Iyes, pengetahuan itu segalanya. 

Fakta rasional yang terbukti empiris adalah yang paling indah dalam kehidupan. Lepas dari itu, semuanya hanyalah mitos, dongeng dan hiburan belaka. 

Setidaknya, perempuan ini masih menempatkan Tuhan dalam daftar hal-hal yang dia percayai. Alasannya cuma satu: untuk menjelaskan hal-hal yang belum bisa dijelaskan sains.

Beberapa tahun lalu, waktu masih berkutat di pendidikan sarjana, Iyes sama sekali tidak pernah tertarik dengan siapapun secara romantis. Bagaimanapun, di mata Iyes, semua manusia sama indahnya. Jadi, untuk apa dia harus repot-repot memilih salah satu untuk dirinya sendiri?

Kalau pun harus memilih, itu adalah job desc ayahnya. Iyes tidak mau repot. 

Toh, semua manusia sama uniknya. Walaupun begitu, tentu saja masih ada kesepakatan tertentu soal kriteria cowok yang dibuat ayah-anak itu. Tapi, Iyes juga tidak peduli sampai dia masuk ke pendidikan masternya.

Kini di usianya yang 25 tahun, Iyes sedang berada di masa akhir pendidikan master-nya di salah satu perguruan tinggi di Jepang dengan di program yang berhubungan dengan politik dan berguru di bawah supervisor yang menjadi peneliti kebijakan lingkungan, dua hal itu sudah jadi kesukaannya dari sejak lama.

Tapi melenceng dari pikirannya sewaktu masih sarjana, ternyata Iyes jatuh cinta di masa sekolah pasca sarjana. 

Tentu dengan laki-laki blasteran Jepang-Filipina bernama Josh Kanade yang lebih tua 4 tahun darinya, mahasiswa master di fakultas sains.

Iya, Josh yang sama dengan pria yang ditawari bir oleh Iyes barusan. Pria yang tampan bagaikan artis dengan kulit putih yang glowing, perawakan macho, 'bening' dan kaya raya.

Rujak Duren dan Lebah MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang