"Apa? Kamu mau pinjam mobilku?"
Rio mengalihkan pandangannya dari laptop dan menoleh ke arah Iyes yang bersandar di kerangka pintu kamarnya. Perempuan itu selalu muncul tiba-tiba, apalagi setelah Rio memberikannya kunci rumah. Misalnya seperti hari ini.
Padahal besok keduanya akan pergi ke Jogja untuk menemui orang tua Iyes. Jadi, demi apa anak satu ini mau meminjam mobilnya?
Lengan Rio baru dinyatakan sembuh kemarin. Butuh waktu beberapa minggu, cukup lama. Saking lamanya, kedua orangtua Rio bahkan sudah tidak sabar untuk bertemu besan mereka dan memutuskan untuk pergi duluan sekalian berlibur di Jogja.
Beberapa hari belakangan, Rio sedang mengerjakan naskah untuk buku terbarunya. Tetapi Iyes selalu datang sepulang pekerjaan untuk sekedar merusuh dan menjahilinya dengan hal-hal yang aneh. Seperti memberikannya satu kotak coklat koin dengan bungkus kardus kondom, mengerjai Rio dengan menyembunyikan handuk ketika dia ingin mandi atau memindahkan laptopnya ke suatu tempat. Tanpa perlu bertanya pun Rio tahu kalau semua kejahilan itu bersumber dari ibunya sendiri dan kebejatan sahabatnya.
Semuanya selalu berakhir dengan suara tawa Iyes dan sebuah kecupan di kening dari perempuan itu sebagai permintaan maaf. Itu saja sudah cukup efektif untuk membuat segala kekesalan Rio lenyap. Tapi hari ini apa? Iyes meminjam mobilnya? Bukannya anak itu tidak bisa menyetir mobil?
"Kapan?" akhirnya Rio mematikan laptopnya dan mendekati Iyes.
Iyes menyeringai dan menjawab, "Hari ini!"
"Apa yang kau rencanakan, hm?"
"Josh datang dan aku berjanji menjemputnya di bandara, Mas."
Rio menyipitkan matanya, menyelidik sembari menjawab, "Your beloved Josh, huh?"
"Hu'um!"
"Kalau begitu, no."
Iyes langsung memasang wajah kecewa dan mulai merengek. Perempuan itu tidak menyangka Rio sejahat ini hingga tidak meminjamkan mobilnya kepada Iyes. Sementara Rio yang jelas-jelas paham isi kepala Iyes hanya dapat menghela nafas.
Rio kemudian berujar dengan malas, "Memangnya kamu bisa nyetir?"
"Bisa, kalau diusahakan!"
Pria itu memandangi ekspresi Iyes yang kelewatan bersemangat. Tentu ia tahu betapa kecewanya Iyes ketika ia serius melarang perempuan ini untuk menjemput si Josh. Mengesampingkan perasaan cemburunya, Rio kemudian berujar, "Aku yang akan menyetir. Kapan dia sampai di bandara?"
"Jam 7 malam."
Rio menoleh ke arah jam dinding dan kemudian mukanya pucat pasi. Jam 7 adalah setengah jam dari sekarang. Perempuan ini benar-benar seenaknya sendiri.
"Kau panaskan mesinnya, aku akan menyusul lima menit lagi dan kita akan langsung berangkat."
Iyes senang bukan main, dia menerima kunci mobil Rio dengan ceria dan berlari menuju halaman depan. Sementara Rio melihat calon istrinya itu dengan gelisah.
Sesenang itukah Iyes hanya karena akan bertemu dengan sahabatnya? Seseorang bernama Josh?
***
Iyes berjalan berdampingan dengan Rio selama perjalanan dari parkiran menuju ruang tunggu kedatangan. Ekspresi Rio yang pucat pasi karena ngebut sepanjang jalan sedikit terobati dengan melihat senyum sang pujaan hati yang merekah. Terlebih, Iyes terus merangkul lengannya.
"Iyes, jalannya pelan-pelan," Rio menahan langkah Iyes dengan memperlambat langkahnya. Tetapi perempuan itu tidak peduli dan berjalan dengan secepat mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rujak Duren dan Lebah Madu
RomanceKiyesia Tarani yang agnostik tidak menyangka kalau dia dijodohkan dengan Rio yang sangat religius dan spiritualis. Karena trauma masa kecilnya, Rio terlihat tidak lebih baik dari rujak duren. Dia hanya belum menyadari kalau Rio Azriel Rayaan akan me...