5. Wanita pemilik hati baik

17 6 15
                                    

5

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5. Wanita pemilik hati baik

Untuk apapun itu jangan lupa untuk selalu mengucapkan terimakasih pada sesuatu yang membuat mu merasa di hargai, di cintai, di anggap ada, dan di jadikan manusia selayaknya manusia.

-Thanisa Sheika Rania-

••

  Pagi ini, langit seolah marah pada semesta, hujan turun dengan sangat deras dan membasahi jalanan Jakarta. Banyak orang berlalu lalang, menerjang hujan, atau berteduh di halte bus, warung, atau emperan toko.

Seorang gadis terlihat baru saja berteduh di emperan toko yang sudah terbengkalai. Gadis itu mencari perlindungan dari hujan saat pakaiannya hampir basah kuyup. Dia mengibaskan air yang membasahi wajah cantiknya.

"Hujan..." ucap gadis itu dengan tubuh yang sedikit bergetar. Dia berusaha menahan sesuatu yang sangat dia takuti saat hujan turun.

Mata gadis itu terus memperhatikan beberapa kendaraan yang berlalu lalang, menerjang hujan dengan keras. Di tangannya, dia masih memegang plastik besar berisi bubur kacang hijau yang akan dia jual pagi ini.

"Nak, itu buburnya di jual? Saya mau beli deh, berapa satu?" Suara wanita paruh baya yang menghampiri gadis itu membuat atensinya teralihkan, ia melengkungkan bibirnya membentuk sebuah senyuman seraya kepalanya yang mengangguk.

"Sepuluh ribu aja Bu, mau berapa ya?"

Wanita yang sedang berteduh di emperan toko yang sama seperti Thanisa pun memperhatikan sekantung plastik yang berada dalam genggaman gadis itu.

"Saya beli tiga ya, untuk anak saya nanti di rumah." Jawabnya tersenyum ramah.

Lagi-lagi Thanisa hanya mengangguk, dia memasukkan tiga cup bubur kacang hijau ke dalam plastik yang lebih kecil dengan tangannya yang bergetar, lalu menyerahkannya kepada wanita paruh baya tersebut. Wanita itu tampaknya orang kaya, terlihat dari barang-barang yang dia kenakan yang tampaknya adalah barang-barang mahal dan bermerk.

Wanita itu memandangi Thanisa dari atas ke bawah, memperhatikan wajah Thanisa yang semakin lama semakin pucat. "Kamu baik-baik saja, Nak? Wajahmu sangat pucat, apa kamu sedang sakit?"

Thanisa merasakan ketakutan yang sulit untuk dia kendalikan, rasa sesak di dadanya juga semakin mempersulit dia untuk bernapas.
Wanita itu membawa Thanisa untuk duduk di kursi kayu yang tersedia di sudut toko, lalu berusaha menenangkan Thanisa.

"Tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan, tenangkan diri kamu ya," kata wanita itu sambil mengelus-elus punggung tangan Thanisa.

Hujan semakin deras, dan petir yang bersahutan semakin membuat Thanisa takut. "M-maaf, Bu... Aku takut dengan hujan yang diiringi petir seperti ini, boleh aku memeluk Ibu?" kata Thanisa dengan suara bergetar.

Thanisa melampaui nestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang