Emergency Couple

220 23 2
                                    


Sejak Faris berubah wujud dari lelaki bersarung menjadi lelaki berdasi, Najiya terus berpikir siapa sebenarnya Faris. Sepertinya Mr. Bunglon itu bukan orang sembarangan. Sejak awal bertemu, ia punya firasat sendiri mengenai lelaki pemilik panti tersebut. Ia punya aroma bangsawan. Wajahnya penuh misteri memendam sekam. 

Wajah tirus dengan hidung mancung, bibir berbentuk lambang hati dan mata sejernih telaga komplit dengan irit bicara dan sikap dinginnya, Faris memang terkesan elusif tapi mampu memenjarakan perasaan perempuan mana saja. Auranya elit berwibawa dan beretika. 

 Najiya mencoba menerka-nerka dan mengaitkan hasil pengamatan dengan sikap Bik Misih. Perempuan itu selalu memanggilnya "Den" dan panggilan itu familiar untuk kalangan kasta tinggi seperti bangsawan, juragan besar atau seorang Tuan Muda bergelimang harta. 

Mata Najiya kini menumbuk pada kedua sepatu hitam mengkilat Faris, terus menyusuri penampilan lelaki yang berjalan dengan tegap berwibawa di depannya dari bawah ke atas. Ia yakin semua atribut yang dikenakan Faris tidak kaleng-kaleng. 

Sebagai mantan mahasiswi kedokteran dengan pergaulan luas dari berbagai kalangan orang-orang berkelas dan borjuis, ia tahu brand barang-barang terkenal dan bergengsi seperti Gucci, Christian Louboutin, Jimmy Chou, sampai yang teratas Balenciaga. Dan jas itu, ia tahu harga jas yang dikenakan Faris dan Vicky adalah harga langit. 

"Dia memang bunglon. Mr. Bunglon," gumam Najiya. 

Suara lirihnya beradu dengan suara sepatu Faris dan Vicky yang berdekak-dekak menghantam lantai. Namun sayangnya masih tertangkap di telinga Faris. Lelaki itu mendadak berhenti dan menoleh ke belakang. Membuat Najiya terkesiap dan dahinya hampir membentur dada Faris. Gadis itu mendongak lalu menemukan sepotong wajah yang menatapnya tajam. 

"Kau bilang apa?" Tanya Faris dengan tatapan penuh selidik. Vicky memandang Najiya dan Faris bergantian. Dua pasang insan manusia itu saling beradu tatap. Najiya merasa kesulitan bernapas berada begitu dekat dengan Faris. Bau Parfum Jo Malone semakin tajam merajami hidungnya. Membuat bicaranya tak tertata dengan baik. 

"Emmm… saya nggak apa-apa. Maksud saya, saya nggak bilang apa-apa," jawab Najiya dengan ekspresi grogi. 

"Tapi saya yakin kamu tadi mengatakan sesuatu." Faris tetap menuntut.

"Em, kita mau kemana? Tolong antarkan saya pulang," sahut Najiya cepat--mengalihkan pembicaraan.

"Apa kau sudah memutuskan hendak pulang kemana?" 

"Ke.. Ke rumah saja." 

"Good. Saya akan mengantarmu sampai rumah." Faris segera berbalik. Memasukkan kedua tangan pada saku celananya. 

"Ah, bagaimana kalau antarkan saya saja ke tempat dimana mobil saya berada? Saya bisa pulang sendiri," seru Najiya dengan mata berbinar. Kenapa tidak dari tadi ia meminta seperti itu. Mengapa ia tadi loading dan menurut saja saat diminta mengikuti Faris?

"Tidak! Aku takut nanti kamu akan bunuh diri lagi," tampik Faris tanpa menatap Najiya. 

"Bunuh diri?" Vicky terkejut. Lelaki berambut ikal itu menatap Najiya lagi dengan tatapan yang lebih intens. 

Tiba-tiba saja sebuah suara milik seorang perempuan paruh baya hinggap lagi di benaknya. "Ini loh, Vick calonnya Faris. Dokter Najiya. Cantik ya? Dia anak sahabatku. Kami sudah lama ingin jadi besan." Nyonya Kamelia dengan bangga memperlihatkan sebuah foto seorang dokter muda dengan outer sebuah jas putih kebanggaan dipadu inner blouse katun hijau tua menyunggingkan senyum manis di sana. Rambut gadis itu bergelung indah kecoklatan dengan stetoskop melingkar di dadanya. Tangan kiri tenggelam dalam saku kiri, sedang tangan kanan membawa sebuah buku kesehatan bersampul hitam.

DIPAKSA MENIKAHI CEO TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang