Samuel sempat kesulitan menelan ludah ketika sosok tinggi semampai berambut kecoklatan menyembul dari balik pintu. Dr. Raisa Da Silva, Sp. An. Nama berikut foto dan titelnya tersemat jelas di name card yang menggantung di saku snelli-nya.
Perempuan itu terkejut menemukan dr. Samuel bersama seorang perempuan di ruangan obat. Perempuan cantik dan modis seperti dirinya. Mungkin score mereka hampir imbang, 11/12.
Yang membuat dr. Raisa curiga adalah mereka hanya berdua di ruangan sepi ini. Dahi Raisa yang ditutupi poni mengerut sesaat. Kedua matanya melebar dengan ekspresi menuntut penjelasan.
"Kau sudah mendapatkan yang kau butuhkan?" Tanya Samuel pada Najiya setenang mungkin sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.
Sebuah ide melintas di benak Samuel. Najiya tahu itu hanya akal-akalan lelaki itu agar keberadaannya di sini hanyalah sebuah kebetulan. Tak ada maksud apa-apa. Samuel ingin menjelaskan bahwa ia hanya membantu Najiya.
"Iya, sudah," jawab Najiya sambil mengimbangi akting Samuel.
Najiya berusaha keras mengontrol emosi. Ia berhak marah. Sudah sejak tadi ingin rasanya ia menjambak rambut Samuel di hadapan Raisa. Perempuan itu juga harus tahu bahwa dia juga sedang dipermainkan oleh Samuel. Tapi ia harus tetap terlihat tenang. Harus bisa bermain cantik. Ia harus tetap tampil elegan dan berkelas meski sudah di cap "Dokter Sampah" oleh masyarakat.
Ia edarkan pandangan ke tumpukan obat di rak belakangnya. Tangannya dengan asal menjangkau satu kotak Diklofenak 25 mg. Obat penghilang rasa sakit atau rasa nyeri paska bedah. Sebenarnya ia lebih membutuhkan obat pereda nyeri hati. Tapi sayangnya tak ia temukan disitu.
"Ya, sudah. Aku akan menghubungimu lagi untuk memberikan tugas pertama hari ini. Selamat bekerja, Dokter Najiya," pungkas Samuel dengan gaya sok seniornya.
Lelaki berkulit eksotis itu menghembuskan napas lega seperti baru saja selamat dari terkaman singa. Ia tak boleh mati kutu di tengah-tengah dua perempuan cantik itu.
Najiya? Nama itu membuat dr. Raisa tergemap. Ia memicing sesaat dengan posisi tetap mematung di ambang pintu.
"Terimakasih atas bantuannya, Dokter." Najiya mengangguk, memberi simbol hormat. Ia hanya ingin segera enyah dari hadapan Samuel dan kekasihnya.
Dr. Samuel bersiap pergi. Ia berencana mengajak Raisa jauh-jauh dari Najiya. Ia bisa merasakan atmosfer tak bersahabat di ruangan ini. Samuel harus tetap waspada meski Raisa tak tahu menahu hubungan dirinya dengan Najiya. Jadi sebaiknya dua perempuan ini tidak usah saling dekat. Mungkin cukup kenal saja tak apa.
"Tunggu! Kamu dokter Najiya yang sedang viral itu? Yang akan menikah dengan Tuan Zabir karena hutang?" Tanya Raisa tiba-tiba dengan sorot memastikan. Telunjuknya mengarah ke Najiya. Perempuan ini memang selalu bicara blak-blakkan tanpa difilter terlebih dahulu.
Sebelum berangkat, Najiya telah menyiapkan mental akan hal-hal negatif yang kemungkinan besar terjadi di rumah sakit. Seperti kasak kusuk dan pandangan mengintimidasi dari orang-orang di area rumah sakit tadi. Tapi ucapan dr. Raisa sepertinya terlalu vulgar. Ia tak menyangka akan ada yang bertanya dengan nada mengolok secara langsung seperti itu.
Seharusnya ia senang mendadak menjadi terkenal sejak video itu viral. Ya, jika saja ketenaran yang ia sandang bukan bab hutang piutang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIPAKSA MENIKAHI CEO TUA
RomanceNajiya Faradisa, seorang dokter muda yang harus menikahi lelaki seusia kakeknya demi melunasi hutang-hutang. Status sosialnya hancur lantaran video pendek tentang dirinya dan sang konglomerat viral di berbagai media sosial. Ia dituding sebagai dokte...