Berseminya Benih-Benih Cinta

263 26 15
                                    

Kasih tahu ya kalau ada typo


🔥🔥🔥



Samuel dan Raisa sama-sama terkejut begitu menyadari perempuan yang sedang mematung di dekat pintu meeting room bersama para wartawan adalah Najiya. Wajah Raisa seketika berubah merah padam seperti diselimuti api.

 Tangannya tergenggam kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia merasa dilecehkan oleh juniornya yang tak mengindahkah perintahnya untuk tugas malam di ICU. Apalagi melihat Faris mendekati gadis itu. Rasanya hatinya remuk tak berbentuk. Jika tak ingat ini acara besar, ia pasti sudah menjambak Najiya dan menyeret gadis itu keluar. 

“Lalu apakah benar rumor tentang pernikahan yang dilandasi hutang tersebut?” tanya seorang wartawan lagi. 

“Semua itu hanya gosip. Keluarga Najiya tak pernah berhutang dengan Albana. Itu hanya rumor agar hubungan kami retak,” jawab Faris melirik Najiya lagi sambil sedikit mengguncang bahu gadis bak patung hidup itu. 

“Bodoh! Kenapa kamu diam saja? Cepat katakan sesuatu! Jangan membuatku seperti orang idiot!” gerutu Faris dalam hati. 

Ia merasa berjuang sendiri di tengah-tengah kepungan wartawan. Ia paksakan senyum meski hatinya sangat dongkol melihat Najiya tetap bergeming. 

Ratusan lampu blitz menerpa wajah Najiya. Lain halnya Faris. Mungkin lelaki itu bisa dengan santai menjawab semua pertanyaan dan mengarang cerita sekaligus karena sudah terbiasa tampil di depan publik. Tapi Najiya, ia benar-benar baru, syok dan gugup dengan dunia berbau entertainment. 

“Sungguh aku lebih baik berada di ruang operasi dengan pasien kanker selama berjam-jam daripada harus menjawab pertanyaan wartawan,” desah Najiya pada diri sendiri. 

“Kami sudah lama dijodohkan. Iya kan, Sayang?” 

Rangkulan Faris bertambah kencang. Ia sengaja mengguncang bahu Najiya lagi. Perempuan itu melirik tangan yang melingkar di bahunya. Ia masih syok ketika Faris memanggilnya sayang tadi. Najiya semakin kesulitan mengumpulkan kekuatan. Tapi akhirnya sebuah senyum tipis terbit di bibir yang dipoles warna nude itu. 

“I-iya. Kami saling mencintai,” imbuh Najiya. Ia terkejut dengan jawabannya sendiri. 

—------

“Ayo kita pulang saja,” ajak Sam pada Raisa.Tapi gadis itu tetap mematung dengan sorot mata tajam. Ada luka menganga yang tak bisa dilukiskan kata-kata. Ingin sekali ia membunuh Najiya saat ini juga. 

“Re ... kita pulang saja.” 

Sam memberi saran lagi. Ia hanya khawatir Raisa bisa bertindak diluar nalar. Dan ia akan dicap gagal lagi menjaga gadis itu oleh Papinya.

 Sebenarnya Samuel lelah dengan lakon yang dijalaninya. Ia merasa menjadi pengecut. Keadaan ini tak adil. Dia juga butuh mengekspresikan diri.

 Jika boleh jujur, ia juga sakit melihat adegan rangkul merangkul antara Faris dan Najiya di pojok sana. Ia baru sadar bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada gadis itu sejak Najiya satu tim dengannya di ruang bedah. 

Dan ia juga baru sadar telah membuat tiga kesalahan sekaligus. Yang pertama, ia tetap tak berhasil memaksakan diri untuk mencintai Raisa setelah berkali-kali berjuang. Kedua, ia kehilangan cinta Najiya karena kecerobohannya. Setelah kehilangan barulah sadar. Mungkin pepatah itu sangat pas mewakili perasaan Samuel. Ketiga, ia benar-benar kalah setelah mendengar kenyataan bahwa Faris-lah calon suami Najiya.

DIPAKSA MENIKAHI CEO TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang