Serangan Dadakan

293 18 9
                                    

 Butik Edelweiss

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Butik Edelweiss. Hati Najiya bersorak. Ya, Perempuan ini yang berusaha mengambil alih gaun yang ia pilih dan langsung membuat ekspresi Nyonya Kamelia berubah. Tak salah lagi.

“Tapi apa yang dilakukan nyonya ini di ruangan dr. Roy?” sebuah pertanyaan mengusik hati Najiya.

“Kita ketemu lagi,” sapa perempuan itu.

Najiya tak menyangka tamu yang lebih dulu berada di ruangan dr. Roy juga mengingatnya.

“Mari masuk,” ajaknya.

Perempuan itu menggandeng lengan Najiya. Menyuruh dokter muda itu duduk di sofa panjang dekat buffet. Ekor mata Najiya sempat menangkap sosok di balik meja kayu yang menghadap sofa tempat dia duduk. Dr. Roy tampak sibuk membolak-balik berkas di mejanya. Seperti biasa, lelaki itu tampak acuh dengan kedatangan Najiya. Beda dengan perempuan yang kini duduk menghadapnya.

“Kau cantik sekali pakai gaun itu, Dokter. Kalian tampak serasi,”

“Te-terimakasih, Tante.”

Najiya tersenyum kikuk. Ia bisa menebak nyonya cantik berkulit putih bersih terawat ini pasti sudah sedikit banyak tahu tentang dirinya dan Faris. Ternyata gosip itu menyebar lebih cepat dari dugaannya.

“Oh ya kita belum kenalan. Saya Sukma,” ucapnya memperkenalkan diri.

“Najiya.” Najiya menyambut uluran tangan Nyonya Sukma.

“Maaf atas insiden di butik waktu itu. Gaun itu memang lebih cocok untukmu.”

Sampai sini, Najiya bertanya-tanya. “Nyonya ini sangat ramah dan beretika. Tapi kenapa Nyonya Kamelia seperti tidak suka? Apa mungkin hanya karena mengira Nyonya Sukma ingin merembut gaun yang aku sentuh? gaun yang dipilih calon menantunya?”

“Ah, Tante bisa saja. Gaun hitam itu akan cocok dipakai siapa saja, Tante. Maafkan saya juga yang kurang peka jika tante juga menyukai gaun itu,” sambung Najiya berusaha akrab.

“Tidak apa-apa. Masih banyak gaun bagus yang lain.” Nyonya Sukma melayangkan senyum.

Najiya jadi tak enak dibuatnya. Ia semakin sungkan ketika Nyonya Sukma beranjak dan menawarinya minuman.

“Mau teh apa kopi?” tanyanya sambil melangkah menuju meja yang terletak di sudut ruangan. Ada beberapa cangkir dan dispenser canggih di sana. Ada juga beberapa toples berisi kue kering yang sama dengan beberapa toples di atas meja.

“Tidak usah repot, Tante.”

“Ah, tidak apa-apa.”

Detik kemudian Nyonya Sukma meletakkan dua cangkir teh di atas meja. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Najiya.

“Ayo diminum.”

“Iya, Tante.”

Tumit dan jari-jari kaki Najiya bergerak reflek. Sejak tadi ia menahan gugup. Ia sudah tak sabar ingin segera keluar dari ruangan bak kulkas raksasa ini.

DIPAKSA MENIKAHI CEO TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang