Chapter Ten

7.1K 604 73
                                    

"Bitch! Gue bilang juga apa! Bandel banget lo, berapa sih umur lo? Udah kayak bocah aja. Ngurusin hidup sendiri aja nggak bisa!"

Freya hanya tersenyum simpul saat melihat kehadiran Germaina Wirjawan dengan segenap barang bawaannya yang membuatnya terlihat bak pohon natal berjalan. Gadis dengan rambut dikuncir kuda itu kemudian meletakkan satu persatu barangnya di nakas.

"Hello to you too, Gemma." Sapa Freya pelan.

"Parah banget lo ya! Selama ini nggak pernah lagi ngasih tahu kalau lo juga udah dirawat berkali-kali. Mia sama manajemen lo juga gimana sih?" Germaina menatap Freya dengan tajam.

"It's okay, Gue yang mau sendiri."

"Ini, semuanya buat lo, harus dihabisin! Makan ini dulu untuk perbaikan gizi! Semuanya tinggi protein, habis ini, lo harus snacking di sela-sela jam makan berat. Dan.. suplemen suplemen ini juga.." Germaina menunjukkan satu persatu barang bawaannya kepada Freya dan menjelaskan lebih lengkap terkait konsumsinya, sementara Freya hanya tersenyum geli dan menganggukkan kepalanya tanpa benar-benar mendengarkan instruksi dari sahabatnya– si Ahli Gizi yang kemudian memaparkan informasi gizi harian dan pola diet sehat kepada Freya selayaknya seorang fitness coach.

"Congratulations Freya Nichole Jane Loekseno, you've just earned yourself an additional fitness coach." Ledek Raphael yang baru berjalan masuk sembari menenteng dua paper bag besar kemudian meletakkan barang bawaannya di samping ranjang Freya. Pengacara tampan itu lantas duduk di kursi samping ranjangnya. Pria itu agak terkesiap usai menyadari sepasang mata berwarna cokelat yang menatapnya dengan tajam.

"Raphael Haddankara, untuk kesekian kalinya gue ingetin, it's either Freya Nichole Jane or Freya Jane."

Raphael tersenyum cengengesan, ia kerap kali lupa dengan fakta bahwa gadis itu telah menghilangkan nama belakangnya dan Freya sangat tidak suka bila ada orang yang masih memanggilnya dengan nama tersebut. Orang bilang nama merupakan anugerah, terlebih lagi nama belakang yang dapat membuat orang bangga untuk menunjukkan asal usulnya bila keluarganya memiliki pengaruh yang besar seperti keluarga Germaina Wiradjan, Haddankara ataupun Kintagioro. Tetapi menurut Freya, nama terakhirnya itu justru membawa kutukan padanya yang menempatkannya pada tempat yang tidak seharusnya ia berada.

"By the way, Momma lo udah tahu?" Celetuk Raphael lagi.

"Nggak tau, ngapain?" Freya mengangkat bahunya cuek sambil mengunyah cemilan sehat berbahan dasar oatmeal dan yogurt yang dibuat oleh Germaina.

"Kasih tahu aja, kali. Momma pernah beberapa kali ngechat gue juga loh. Pasti lo jarang ngangkat telepon dia, kan?" Kali ini, Germaina yang bersuara.

Freya membuang napas berat, Momma yang dimaksud adalah neneknya dari pihak ayah, kontak yang ia jalin dengan neneknya itu bisa dibilang sangat jarang hingga masih bisa dihitung dengan 5 jari pertahunnya, biasanya, Freya hanya akan menghubungi wanita itu duluan untuk mengucapkan selamat pada hari tertentu seperti pada hari ulang tahunnya dan hari ibu.

"Gimana pun, dia tetep Oma lo, Fey. Dia berhak tahu tentang keadaan cucunya. And to be fair, gue yakin Momma lo itu juga di posisi yang serba salah atas semua kejadian ini."

"And to be fair, I don't deserve all this, right? Gue yakin semua orang nggak pantes mendapat apa yang gue dapet selama ini. Setelah gue nggak punya satu pun kaitan lagi dengan semua itu. Gue lebih bahagia sekarang."

"Tapi-" Germaina yang bertekad untuk menyanggah dihentikan oleh Raphael yang sedari tadi hanya menyimak percakapan mereka berdua.

"Udah, udah."

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang