Chapter Fifteen

5.4K 493 10
                                    

Seumur hidupnya, Aldwin tidak pernah menyangka akan ada hari ini. Ia baru saja meninggalkan kencan butanya– yang ia pandang sebagai agenda lumayan penting dalam perkembangan bisnisnya itu hanya demi menyusul gadis yang kini berada di atas punggungnya. Ya, apa boleh buat, gadis itu sudah terlampau mabuk untuk bisa berjalan tanpa terjatuh di setiap langkahnya.

Aldwin menurunkan gadis itu dengan pelan saat ia telah membuka Mercedes Benz hitamnya, lalu ia menempatkan gadis yang setengah sadar itu pada kursi penumpang depan. Pada saat itu pula, Freya muntah di baju Aldwin, membuat pria itu terperanjat dan memekik dengan panik sambil menanggalkan kancing kemejanya, kemudian bergegas masuk ke mobil dan menanggalkan kemeja biru muda Brunello Cucinelli dari tubuhnya sembari menahan kekesalan yang timbul di dadanya. Usai melemparkan baju berbau menyengat itu secara asal ke luar jendela dan mengganti pakaian dengan kemeja cadangan yang selalu ia bawa di setiap mobilnya ia beralih menatap gadis itu.

"Isn't this a great night?" Sindir Aldwin sarkastik sembari menyalakan mobilnya.

".. maaf.."

Aldwin segera menatap ke sampingnya, ia tidak menyangka kata yang baru saja keluar dari mulut gadis itu.

"Aku memang menyusahkan ya.. Maaf, kalau kehadiranku menyusahkan orang. Maaf kalau kehadiranku mengacaukan semua orang. Aku juga tidak pernah minta untuk hadir di dunia ini. Aku capek." Ucap gadis itu sambil sesegukan.

"Aku juga sendiri tidak suka menjadi diriku sendiri! Aku lebih suka hidup memerankan orang lain yang punya happy ending dan semua orang yang benar-benar tulus.. Bukan yang hanya datang untuk memanfaatkan aku untuk kepentingan sendiri.." Isak tangis Freya semakin kencang, sementara Aldwin hanya bisa bergeming, itukah alasan Freya menjadi aktris?

"Aku.. mau jadi ballerina. Tapi aku nggak boleh punya mimpi yang sama dengan anak tersayang kalian. Aku tau aku cuman orang buangan di dunia ini.."

Aldwin lalu mengulurkan tangannya dan menyodorkan tisu kepada gadis di sampingnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, membuatnya segera menoleh.

"Loh? Kamu kan si brengsek. Kenapa kamu selalu ada kamu, sih?"

Aldwin itu lantas mendelik, tidak terima atas ucapan Freya. Tapi tampaknya gadis itu masih dalam pengaruh alkohol, jadi daripada memperdebatkan hal tak penting, Aldwin memutuskan untuk diam saja. Setelah menyeka air mata yang membanjiri pipinya, Freya kembali menangis tersedu-sedu lagi.

"Akhir-akhir ini selalu ada kamu. Even when I'm not with you!! Kamu mengganggu banget, tahu!"

"So you think of me that much?"

Freya mengibaskan tangannya cuek. Matanya menyipit.

"Hmm.. sometimes I guess, in my sleep, when I do nothing. Menyebalkan sekali bisa tiba-tiba keingat aja, dan bikin kesal mikirin sifat kamu yang aneh dan seenaknya. Tapi mungkin cuman khayalan. By the way, aku benci sama kamu! Brengsek, sombong, arogan, Alexander The Great!! Tapi kamu.. tampan...sih.."

    Aldwin tersenyum, memang benar ya kata orang-orang, akhirnya ia mendapatkan kebenaran dari gadis itu, berkat the truth serum atau yang biasa dikenal dengan alkohol. Gadis itu bahkan menyebut dirinya sendiri dengan aku. Semua kekesalan kecil yang ia rasakan kini sirna.

    "Ah, tapi dengar ya, aku nggak akan mau sama kamu. Kamu itu egois, semena-mena. Bukan tipeku."

    "Lalu tipemu yang seperti apa?"

    "Cowok baik hati, tidak sombong, sopan. Will put me first! Above everything! Like Leo Dicaprio in Titanic, you know, Leo bahkan rela mati demi Kate Winslet. Oh iya, Kate Winslet jadi Rose. I want to be Rose.. not just The Fox.."

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang