Chapter Sixteen

5.5K 475 13
                                    

 Violetta menyesap kopi hitamnya sembari tersenyum tipis. Ini pertama kalinya ia berkumpul bersama teman-teman sekolahnya usai dua bulan ia memutuskan untuk menetap di Jakarta.

"Well.. pertemuan kami singkat banget, tapi dia lebih ganteng dari dugaan dan deskripsi orang-orang. Badannya juga atletis, he's really tall. Gue yang 167 cm aja cuman nyampe lehernya." Violetta menjawab keingintahuan teman-temannya atas kencan buta yang dia jalankan semalam.

Mata teman Violetta yang berpotongan rambut bob– Livy tampak bersinar, kedua tangannya saling menangkup di depan dada dengan heboh. "Really? And how would you rate him? Dari skala 1-10."

"Hmm.. mungkin 6, mengingat dia menyebalkan dan agak nggak sopan." Violetta lantas melanjutkan cerita terkait apa yang Aldwin katakan dan bagaimana ia tiba-tiba pergi.

"Tapi lo masih mau?" Tukas Marcella, gadis yang duduk di hadapan Livy dan di samping Violetta.

"Kan masih ada banyak plusnya, bayangin gimana kerennya Vio atau kita kalau punya teman ehm.. Seorang nyonya Kintagioro? Like duh, Vio and us will be invincible. Semua orang tahu seberapa berpengaruhnya Kintagioro. Seperti memenangkan dunia, tahu nggak?" Livy menyela.

"Seriusan? Kok nggak pernah ada beritanya di media? Padahal gue baca berita terus."

"Yaiyalah, lo aja jarang di Indo. Terus bacaannya tulang dan fosil mulu, makanya juga ya kalo diajak ke pesta sama bonyok lo ya ikut! Sini gue jelasin, jadi.. ada banyak level orang kaya yah, Marcella. Kayak gunung es, puncaknya itu ibarat orang-orang kaya yang masih bisa kita lihat, pengusaha-pengusaha yang berlomba-lomba untuk menjadi nomor satu di media." Livy mengunyah salah satu macaroon dari meja sebelum melanjutkan.

"Kayak Raphael Haddankara dan circle-nya itu. Sementara yang nggak kelihatan dan yang lebih besar, itu yang di bawah. The Kintagioros adalah salah satunya. Mereka ini old money yang bisa dibilang paling lama– bisnis mereka hampir bergerak di semua sektor. Kesehatan, hunian, teknologi.. Err sisanya nanti lo cari tahu sendiri saja. Pokoknya sampai di tahap udah bukan tentang duit lagi, pengaruh mereka nggak main-main. Ada beberapa perusahaan mereka yang masuk di daftar Fortune Global 500[1]. Konon katanya keluarga ini juga bantu biayain pemerintah waktu kita lagi perang lawan penjajah. Mereka juga mendanai kampanye presiden USA, Frank Denzel. Orang-orang ini, mereka bakalan melakukan apa pun biar nggak tersorot media."

"But why?"

"Mereka udah nggak butuh pengakuan lagi, agenda daily mereka itu yah keluar bersama para raja dan penguasa dunia lainnya, fokus untuk hal yang lebih besar."

Marcella mengangguk mengerti. Selama ini, dia hanya berfokus untuk menjadi seorang arkeolog sehingga Marcella lumayan tertinggal dengan segala perkembangan dunia kelas atas.

"Pokoknya, Vio.. lo jangan pernah menyerah! Setelah beberapa cowok ingusan itu, ini waktunya lo buat bersinar, lo harus tunjukkin ke dunia kalo lo tuh bisa dapetin yang spek dewa!!! Plus di Surabaya, selain keluarga lo, kayaknya nggak ada lagi deh yang bisa bersanding sama keluarga Kintagioro." Livy memegang kedua tangan Violetta untuk meyakinkan sahabatnya itu.

Gadis berambut panjang itu kemudian tersenyum. Ia mengambil tisu untuk menyeka pinggir bibirnya pelan. Sekarang dia bisa tersenyum dengan tenang. Pasca Aldwin meninggalkannya tanpa kejelasan kemarin, ia mendapat empati dari nenek dan ibu Aldwin yang malah menguntungkannya. "Since I'm the girl upon his request dan keluarganya suka sama gue, gue bakalan manfaatin semuanya sebaik mungkin. I'll play nicely. Gue nggak bakalan nyerah, justru gue merasa tertantang. Jadi, tenang aja girls. Gue nggak bakalan kecewain kalian. Pokoknya setelah gue jadi Violetta Kintagioro, hari-hari gue di bawah bayangan orang lain bakalan berakhir."

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang