Chapter Thirteen

5.2K 452 5
                                    

Mercedes-Maybach S Class milik Aldwin akhirnya tiba di pekarangan kediaman keluarganya pada pukul 19.24. Aldwin menutup pintu mobil hitam tersebut sebelum mendaki tangga teras depan yang memberikannya akses menuju pintu utama manor keluarganya yang bergaya klasik ala Italia secara buru-buru.

"Akhirnya anak yang jarang pulang datang juga. Telat lagi." Sindir Naomi kala ia melihat putra sulungnya yang baru tiba dari foyer rumahnya. Naomi segera menuruni tangga melengkung untuk mendekati Aldwin.

Aldwin langsung mendekati wanita paruh baya itu dan mencium pipi kanan Ibunya. Secara penampilan, Naomi masih tampak segar bak wanita diakhir 40 tahunnya. Berbeda dengan Aidan dan Aedlyn, saudaranya yang mewarisi gen rupawan dari ibunya, sementara Aldwin lebih mirip ayahnya, lebih maskulin dan karismatik dengan rahang tegas, mata hitam kelam nan tajam.

"Sorry Ma, ada berkas penting yang Jerry antar untuk tanda tangan. Lagian, aku kayak gini kan juga demi kalian makin sejahtera. How's Paris?"

"Seperti biasa, penuh dengan shopping. Lalu.. kamu nggak usah jadiin kami kambing hitam atas ambisimu deh."

Bibir Aldwin menipis membentuk senyuman, "Papa mana, Ma?"

"Biasa, kerjaan pensiunan. Main golf mulu sampai sering lupa waktu. Udah deh, daripada kamu urusin Papa-mu, mendingan kamu temui calon istri kamu dan minta maaf karena kamu udah bikin dia nunggu."

Aldwin meringis sejenak.

Naomi tersenyum, "Dia di belakang sama Grams. Kali ini Grams, Mama sama Tante Sarah benar-benar mengerahkan semua kekuatan untuk menyesuaikan semua deskripsi kamu. Grams super heboh sampai menuliskan semua deskripsi lengkapnya, semua biar kamu nggak jomblo lagi. Udah kayak nyari Cinderella tahu nggak? Ajaibnya dapet. Mama curiga, kamu udah pernah ketemu dia sebelumnya?"

Pria itu tersenyum tipis. Sebenarnya Aldwin juga tidak menyangka perkataannya yang sambil lalu itu benar-benar akan ditanggapi dengan serius oleh keluarganya. Sekarang, ia semakin penasaran dengan sosok wanita itu, ia ingin lihat seberapa hebat keluarganya dalam memburu seseorang yang ia inginkan hanya dari deskripsi asal yang dibuatnya.

Dengan perlahan, pria itu melangkahkan kakinya menyusuri ruang tamu, melewati ruang masak, ruang makan yang sama-sama bernuansa putih megah nan kokoh, lalu membuka pintu kaca di koridor ruang makan yang membatasi teras belakang dengan ruang makan. Ia bisa melihat dengan jelas siluet seorang wanita yang tengah duduk membelakanginya pada gazebo belakang rumahnya. Aldwin menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya meski ia sendiri juga tidak tahu untuk apa debaran jantungnya lebih kencang daripada biasa. Kalau boleh jujur, ada secercah harapan dalam dirinya, bahwa yang di sini pada hari ini ialah orang yang terus ada di pikirannya selama beberapa waktu belakangan ini. Sebab, logikanya tidak ada orang yang bisa menjadi gadis dalam deskripsi detailnya selain orang itu sendiri, bukan?

"Nah, akhirnya datang juga anak ini!" Ucap Helena spontan saat mendapati kehadiran Aldwin. Gadis yang masih duduk tersebut kemudian berdiri bersamaan dengan Helena.

"Aldwin, kenalin.. Violetta, calon istri kamu. Harusnya juga udah plek ketiplek deh sama semua yang kamu sebutin. Dia ini rutin ikut aerial yoga[1], kebetulan satu pelatih sama temennya Tante Sarah dari Surabaya, jadi harusnya sih nggak takut jatuh ya." Sindir Helena.

Aldwin hanya bisa terdiam. Ternyata neneknya benar-benar bekerja lebih keras daripada biro jodoh.

"Vio, maafin cucu saya yang tidak tepat waktu ini ya." Ucap Helena sambil tersenyum.

Pria berusia 31 tahun itu agak terkejut saat melihat wajah gadis yang baru berbalik itu. Secara fisik, bisa dibilang fitur-fitur wajah yang disebutkannya berdasarkan wajah Freya ada padanya, hanya, gadis ini memiliki mata yang lebih bulat seperti boneka, dan ia sedikit lebih pendek dibanding Freya, tubuhnya juga lebih berisi namun masih proporsional. Gadis itu tersenyum dengan cerah dan ramah, sebuah senyum yang jelas tidak akan pernah ia dapatkan dari Freya. Meski demikian, pria ini masih terkejut kenapa ada orang yang begitu mirip dan berbeda pada waktu yang bersamaan.

"Liatinnya jangan sampai melamun gitu dong. Udah ya, Grams tinggal dulu ke belakang." Ucap Helena sambil terkekeh geli, wanita itu kemudian berjalan masuk ke rumah dan meninggalkan mereka berdua.

Aldwin lantas membalas senyuman lebar Violetta dengan senyuman tipis dan kata permintaan maaf atas keterlambatannya.

"Saya Aldwin, maaf saya telat."

"Aku yakin, pasti ada alasan yang sangat penting yang membuat seorang Aldwin Kintagioro telat pada kencan butanya, biasanya sih ada 2, antara kamu nggak menganggap ini penting dari yang lain, atau memang ada urusan yang sangat mendesak. Tapi aku yakin, ini semua masalah prioritas. Nggak apa-apa, kamu cukup traktir aku makanan enak lain kali."

Aldwin mengerutkan alisnya, apa gadis ini baru saja menyindirnya? Dari sini sih Aldwin bisa memperoleh satu kesamaan darinya dan Freya, sama-sama tidak bisa diprediksi. Pria itu mendengus tidak percaya. Apakah orang yang memiliki fitur wajah sama juga berbagi karakter, dan lagi.. Gadis itu berbicara dengan sangat kasual padanya.

"Aku cuman nggak mau kasih kamu kesan buruk di pertemuan pertama. Jadi kali ini, kita bakalan mengobrol berkenalan, jadi aku akan pending kesan yang kurang baik ini sampai pertemuan berikutnya. Realistis saja, aku juga ingin ini berhasil. Jadi perlu adanya pemahaman dan toleransi, bukan?"

Tanpa sadar, sebelah sudut bibir pria itu terangkat mendengar semua perkataan gadis di hadapannya, mungkinkah kencan buta kali ini menjadi akhir dari perjalanan kencan butanya yang memuakkan?

***

1. Aerial yoga: dikenal juga sebagai swing yoga atau flying yoga. Yoga ini memiliki berbagai pose atau gerakan menggunakan kain panjang khusus yang menggantung dan menopang berat tubuh.

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang