Chapter Eleven

5.8K 525 28
                                    

Satu jam sebelumnya..

Kaiser Kintagioro mengangkat kepalanya dari hasil CT scan pasien yang akan ia operasi besok.

"For God's sake, Aldwin. Bisa nggak lo ke ruangannya si Direktur Utama aja? Di sana lebih banyak mainan. Lo ganggu fokus gue buat analisa hasil CT scan pasien gue!" Keluhnya tak tahan sebab sepupunya itu sudah mondar mandir, memainkan model-model liver dan juga beberapa anatomi lain di ruangannya sejak tiba sekitar 20 menit lalu.

"Nggak. Nanti dia ngajak gue bahas hal-hal nggak penting. Ini udah jam 8 malam, gue lagi berusaha menerapkan work life balance seperti yang Grams minta."

"Sejak kapan lo nurut banget sama Grams? You tell that to ghosts. Mungkin mereka bakalan percaya."

Aldwin menatap Kaiser dengan cuek sambil duduk di sofanya dengan santai.

"Jangan kira gue nggak tahu tujuan lo ke sini. Your actress is doing better. Gue juga tahu lo sempat lewat dari lorong VVIP di lantai 8 sebelum akhirnya naik ke sini karena masih ada teman-temannya." Cecar Kaiser cuek sambil kembali berkutat dengan dokumennya, ruangan Kaiser berada pada lantai 12.

"Eh, tolong ya, omongannya di filter. Gue nggak nyari dia tanpa alasan! Dia ngutang sama gue."

"Ah, by the way, they left already. Gue udah terlalu mengenal lo tanpa lo sebutin apa yang lo pikirin." Lanjut Kaiser mengabaikan pembelaan diri yang dilakukan oleh Aldwin, ia juga sengaja menanyakan kondisi ruang rawat Freya pada kepala perawat dengan harapan sepupunya itu bisa cepat minggat dari ruangannya. Sepeninggal Aldwin, Kaiser hanya tersenyum ke arah pintu dan menggelengkan kepalanya pelan. Ia akan sangat menanti kisah kelanjutan dari kebodohan sepupunya. Aktris dan anggota Kintagioro? Jelas saja kombinasi yang buruk, namun tampaknya Agnez Mo benar saat ia melantunkan bahwa cinta kadang tak ada logika.

***

Aldwin telah berkelana dari ruangan para dokter dan juga seluruh penjuru lorong lantai VIP untuk mencari Freya. Langkahnya akhirnya terhenti kala ia menemukan sosok familiar disaat ia melintasi taman besar pada lantai 8.

Sebelum memutuskan untuk keluar, ia melihat ada beberapa orang perawat pria tengah bermain batu gunting kertas pada sisi pintu kaca pembatas lorong VIP dan taman. Tampaknya mereka tengah menentukan siapa yang layak mengantarkan selimut pada ratu hati mereka, Freya.

"Yes, gue menang! Ehm, tapi tenang aja, gue bakalan bawa nama kalian juga!" Tukas sang perawat berambut cepak itu sembari merebut selimut dari tangan temannya, ia kemudian beranjak dari gerombolan 4 orang teman-temannya

"Bye bye losers." sambung perawat itu lagi dengan sombong.

"Kalian tampak sangat bersenang-senang, pantas saja unit perawatan VIP di sini diperebutkan banyak orang."

Sang perawat cepak yang diketahui bernama Wilson menatap Aldwin dengan tatapan heran, seolah menanyakan dari mana kehadiran orang sepertinya.

"Maaf pak, kami habis break makan malam!" Ucap salah seorang temannya, orang-orang tadi kemudian maju dan membungkuk kepada Aldwin.

"Dia itu sepupunya Dokter Kaiser, ketua grup Kalanka, yang punya Group Istahar ini! Boss of the boss!" Bisik pria yang sama kepada teman-temannya kemudian, yang lantas membuat para perawat tadi bergidik kaget.

"Saya nggak mau mengurusi masalah personal kalian, tapi selagi kalian masih mengenakan seragam itu, jangan lakukan hal yang bisa memicu tanda tanya dan asumsi dari para pasien dan keluarganya. Apakah kalian juga akan memberikan selimut kepada semua pasien VIP yang di lorong ini? Jangan lupa, kalian bagian dari unit perawatan VIP yang juga melayani banyak orang penting. Secara kode etik dan visi misi kita juga sudah jelas bahwa harus memperlakukan orang dengan setara."

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang