Chapter Thirty Two

3.4K 311 82
                                    

32. Turn The Heart's Wheel

Deep Water Bay
Hong Kong

Kelip kapal-kapal yang bergerak pelan di gelapnya perairan Laut Cina Selatan tampak indah dari tempat Aldwin berdiri kini. Aldwin menarik kembali tangannya yang bertumpu di atas teralis balkon, membalikkan tubuh dan berjalan masuk ke dalam rumahnya kala sang adik menunjukkan batang hidungnya. Wajah lelaki yang lebih muda darinya itu masih terlihat kusut seperti yang terakhir Aldwin lihat saat mereka makan bersama semalam.

"She still won't pick up my calls." Adalah hal pertama yang Aidan katakan setelah Aldwin menutup partisi antara teras balkon dan ruang kerjanya. Aldwin tak berkutik, dirinya kemudian mengeluarkan Bowmore Timeless 33 Year Old beserta dua buah gelas glencairn[1] dari dalam kabinet yang berada di samping meja kerja.

Setelah mendudukkan diri di sofa, pria itu menggeser gelas yang telah terisi dengan minuman berwarna cokelat keemasan ke arah Aidan. Detik berikutnya, Aldwin telah menenggak habis isi gelasnya.

"Ini udah 2 hari, loh! Dia sama sekali nggak ngabarin gue kalau dia udah di Jeju. Sumpah, kok tega, ya? Padahal kalau gue marah ke dia, satu jam aja gue udah nggak tahan. Apa dia nggak mau sama gue lagi?"

Dalam hal ini, Aldwin juga tak tahu jawabannya. Pria itu kembali mengisi gelas mereka berdua dan tersenyum tipis. "Lo yang beberapa tahun lalu sih bakalan bilang, 'Buat apa gue pusingin dia? Toh cewek juga bukan cuma satu'."

"Kak! Tolong deh... nggak usah diingetin lagi."Aidan menggelengkan kepala. "Aidan yang itu udah nggak ada! Ini tuh emang gue yang salah. Bulan lalu, gue baru ingat ulang tahunnya pas udah lewat 2 hari karena sibuk sama klien... tapi dia masih ngertiin gue. Puncaknya gara-gara lusa kemarin gue lupa sama janji makan bareng temen-temennya. Katanya gue udah nggak pentingin dia lagi. I mean, I understand that she feels that way, but what I'm doing is also for her. I'm working hard for her sake. Gue juga nggak mau tuh habisin waktu setiap hari sama bapak-bapak kaku dan kolot yang masih denial kalau sekarang ini era-nya EV."

Aldwin sedikit menggerakkan gelas di tangannya, matanya terpaku pada cairan di gelas yang mengalun ke sana ke mari. EV, nikel, Aidan, Violetta. Secara alami, keempat hal tersebut berputar di benaknya. Pria itu menarik napas. Kini dia tidak lagi mendengarkan omongan Aidan terkait bagaimana BYD dan Tesla melaju dalam revolusi EV dan bahwa legacy cost[2] adalah faktor utama yang membuat banyak merek kendaraan bermotor yang telah eksis lebih dari setengah abad tertinggal.

Aldwin bergumam tipis sebagai jawaban, kalau hari ini Aidan berbicara dengan dirinya yang biasa, Aldwin pasti akan menunjukkan reaksi yang lebih aktif. Satu atau dua kata saja tidak bisa menggambarkan apa yang dirasakannya kini. Walau kepalanya meyakini bahwa yang dia jalani kini sudah benar, sesuatu dalam dirinya– khususnya yang berada di sekitar dadanya menggemakan hal sebaliknya. Sesuatu tersebut juga sangat mengganggu dan berat. Laksana ada jangkar raksasa yang menancap di sana. Bedanya, jangkar yang ini mencengkeram dasar jantungnya semakin erat seiring berjalannya waktu– dengan sendirinya, tanpa perlu Aldwin coba untuk tarik keluar.

Meski dia tahu ucapan Violetta bahwa 'perasaan bisa bertumbuh seiring berjalannya waktu' tidak sepenuhnya salah, tetapi dia tetap tidak bisa melihat dirinya dan Violetta bersama, tertawa dengan satu sama lain dan terbangun di ranjang yang sama setiap hari hingga tua, sementara apa pun bentuk kontak fisik dari Violetta Loekseno merupakan hal yang paling dia hindari. Tak hanya itu, Aldwin juga tidak pernah bisa mendengarkan atau memerhatikan apapun yang Violetta katakan dan lakukan. Apabila dia memaksakannya, maka dia akan berakhir semakin tidak menyukai apa pun tentang Violetta Loekseno.

Bertolak belakang dengan Aldwin, hubungan Violetta Loekseno dengan tante dan segenap keluarga besarnya justru semakin baik seiring dengan Violetta yang turut serta pada perjalanan bisnisnya dari Seattle sampai Dubai, kemudian beberapa negara di Eropa seperti Swiss hingga Prancis dengan jalur undangan para wanita Kintagioro.

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang