Chapter Twenty Eight

6.2K 430 68
                                    

28. The Idea of Love?

SilverKris First Class Lounge
Changi Airport
Singapore

    "Menurut gue, bagian ini masih kurang maksimal, Ken." Freya menunjuk tulisan pada naskah yang dipegang oleh Kennard, pria yang duduk di sofa di sebelah Freya.

    "Loh? Karakter Erick itu kan mafia yang pemarah? Gue bukannya udah meledak-ledak di video?"

    "Iya, tapi dia tetep manusia, emosi manusia itu kan kompleks dan ada prosesnya. Tugas kita sebagai aktor adalah untuk menyampaikan karakter dengan baik. Cara paling gampang ya dengan benar-benar menjadi karakter tersebut. Ini sutradaranya Paul Redford, kan? Dia suka banget sama aktor yang bisa improvisasi. Jadi, jangan terlalu terpaku sama direction di naskah." Freya mengarahkan jarinya ke bagian yang lebih spesifik pada naskah. "Di sini, lo harus kasih waktu buat Erick untuk memproses semua hal. Jangan langsung marah meledak-ledak gitu waktu tahu dikhianati pacar. Picture this: the person you're willing to die for and the one you thought would do the same for you, but it turns out she's an undercover cop? Itu pengkhianatan terbesar. Orang normal nggak mungkin langsung marah, 'kan? Hmm.. biar lebih ada gambaran yang mirip, lo boleh jadiin Godfather 2 sama Donnie Brasco sebagai referensi. Both were portrayed by Al Pacino."

    Kennard menatap gadis yang kini sibuk bercerita tentang adegan dari The Godfather II yang legendaris. Bagaimana seseorang bisa punya daya tarik seperti ini? Mungkin kecantikan Freya bisa dia umpamakan (secara berlebihan) dengan seperti ini; layaknya permata yang semakin terpapar cahaya akan semakin bersinar? Entahlah. Kalau bahasa sederhananya, Freya punya kecantikan yang tidak membosankan, semakin dilihat, semakin cantik, dan lelaki itu tahu jelas, banyak pria di dalam ataupun di luar industri hiburan juga berpikiran seperti itu. Kemana pun Freya pergi, dia selalu bisa menyita perhatian orang-orang.

    ".. the way Al Pacino conveys all the feelings he experiences towards Fredo the moment he realizes it is him – disgust, anger, a sickening feeling in such a short amount of time is remarkable. As Michael Corleone is supposed to be cold-blooded, ruthless, and smart, it is this portrayal that makes him so human and the entire scene so memorable. Don't forget the 'kiss of death' he bestows upon Fredo, too – a kiss scene that rightfully claims its spot on most best kiss lists as the kiss that kills.[1]"

    "Your kiss is what could kill– ARGGHH! Sakit, anjing!" Tangan Kennard refleks terangkat dan pria itu langsung menoleh ke arah orang yang barusan mendaratkan tampukan kuat pada belakang kepalanya. Ditatapnya pria berpakaian turtle neck hitam itu dengan kesal.

    "Dasar bocah ingusan. Dikasih bantuan, bukannya dengerin, tapi malah ke mana-mana mikirnya, kalo gue jadi lo sih gue tinggalin orang kayak gini, Fey. Gatau diri."

    "Fey, temen lo ini jahat banget sih. Lagian gue ngomong fakta, Freya memang good kisser, kok." Mulut pria itu mengerucut sedih, membentuk wajah cemberut.

    "Najis banget lo. Kalo bukan karena kita pernah tetanggaan, gue pasti udah jerat lo pake pasal UU ITE karena lo udah mengambil, memublikasikan foto Freya tanpa izin yang akhirnya ngerugiin dia dengan gosip gosip nggak jelas!"

    "Loh, kalo gitu lo juga jerat noh semua wartawan dan fans-fansnya Freya! Lagian lebih rugiin mana? Digosipin jadi perebut om-om atau sama gue? Gue secara nggak langsung juga membantu pengalihan isu dan meningkatkan engagement Freya, ya."

"Sadar diri deh! Lo yang harusnya bersyukur bisa sering satu berita sama Freya. Tingkatin engagement lo juga maksudnya? Freya nggak butuh lo buat ningkatin engagement. Dia lebih dulu terkenal daripada lo." Balas Raphael kesal, dia kemudian mengambil tempat duduk di hadapan mereka berdua. Raphael lantas menyodorkan diet coke kepada Freya yang langsung disambut oleh wanita itu.

Dancing with Our Hands TiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang