16. Jangan pergi

4.2K 374 0
                                    

Semalam Dewa dan Iwan menjaga Gery di IGD, sementara Hera mereka suruh pulang karena paginya gadis itu harus pergi sekolah. Tadinya gadis itu menolak, tapi setelah dibujuk rayu oleh Dewa dibantu Iwan akhirnya anak itu mau juga.

"Kamu mandi dulu aja Wa, biar saya yang jaga Adek. Habis itu jangan lupa makan dulu," kata Iwan, setelah menjaga tuan mudanya dari semalam, Iwan pulang dulu tadi pagi, mandi sekaligus mengambil baju untuk ganti Dewa dan beberapa barang yang diperlukan Gery selama di rumah sakit.

"Pak Iwan udah ngomong sama mereka, kalo Gery masuk rumah sakit?" Tanya Dewa, sembari mengambil barang keperluan untuk dirinya mandi.

"Udah, katanya mereka ke sini nanti siang," jawab Iwan sendu, ia melirik Gery yang masih betah menutup mata. Tadi malam anak itu terus terjaga karena tubuhnya yang tidak nyaman, baru sekitar subuh tadi Gery bisa terlelap.

Dewa bercedih, sudah menduga jika mereka tak akan peduli. "Apa waktu Gery kecelakaan, mereka kayak gitu juga Pak?" Tanya Dewa lagi penasaran, dirinya yang sudah memegang handuk dan pakaian bersihnya mendekati Iwan yang duduk di dekat brankar Gery.

"Iya, mereka lebih mentingin pekerjaan dan menganggap kalo Adek cuma kecelakaan biasa waktu itu. Beruntung waktu itu Adek langsung dapet pertolongan dan tenaga medis juga gerak cepat, saya nggak bisa bayangkan kalo Dokter telat. Mungkin Adek udah nggak sama kita," tutur Iwan. Ia masih ingat dengan jelas hari di mana Gery kecelakaan, anak itu bersimbah darah dan tergolek lemah. Waktu itu Iwan berpikir jika Gery akan pergi, namun ternyata anak tersebut lebih kuat dari yang ia kira.

Dewa mengangguk-angguk, "hmm Pak saya tuh sebenarnya pengin nanya ini dari awal masuk, tapi aku takut Gery nggak suka sama pertanyaanku."

"Emangnya kamu mau nanya apa?"

Dewa menggaruk tengkuknya kikuk, ia melirik pada Gery yang masij terlelap lalu balik menatap Iwan, "sebenernya apa penyebab Gery bisa kecelakaan?"

Iwan tersenyum simpul, semua orang juga pasti akan penasaran bagaimana kecelakaan itu terjadi. "Kirain saya, kamu nggak kepo soal itu."

"Aku penasaran Pak, tapi takut jadi hal sensitif buat Gery kalo aku tanya." Mengingat Gery sangat sensitif perihal kondisinya, Dewa menjadi segan untuk menanyakan hal tersebut, ia takut jika Gery terluka karena harus mengingat masa sulitnya tersebut.

"Adek itu anak yang baik Wa, jauh sebelum kecelakaan itu terjadi, dia anak yang ramah sama orang sekitarnya. Dia tumbuh baik, walau tanpa peran orang tua. Saya nggak pernah berpikir, kalau kecelakaan itu terjadi sama dia." Iwan tersenyum sendu, ia merasa Tuhan sangat jahat pada anak sebaik Gery.

Awal mula kecelakaan yang Gery alami adalah saat anak itu dalam perjalanan pulang ke rumah, di hari ulang tahun Hera yang bertepatan dengan libur semester.

Saat itu, Hera meminta Gery untuk cepat pulang karena acara ulang tahunnya akan segera di mulai, sementara posisi Gery sendiri masih membelikan balon angka untuk dirinya.

"Abang di mana sih? Kok lama banget? Sebentar lagi acaranya di mulai tau. Kalo emang balonnya nggak dapet, nggak usah nggak papa. Waktunya udah mepet ini."

Mendengar suara kesal sang adik dari seberang sana, Gery merasa bersalah dibuatnya. Di hari spesial gadis itu, ia justru membuat kecewa. "Abang masih di jalan Ra, bentar lagi nyampe. Abang dapet balonnya kok, tunggu sebentar."

"Ya udah yang cepet, kalo telat nanti aku ngambek sama Abang."

Gery tertawa pelan, "iya, Abang bakal pulang cepet, Abang janji."

"Ya udah, jangan buang-buang waktu."

Gery menghela napas pelan, ia yang tengah berhenti di tepi jalan sejenak menatap langit yang terlihat cerah hari ini, warna biru terlukis indah menghias angkasa.

Cahaya Di Antara Bayangan [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang