5. Kunjungan

4.1K 377 9
                                    

Sudah hampir dua Minggu lamanya Dewa bekerja sebagai pengasuh anak tengah keluarga Nugraha, dan kini dirinya sudah mulai terbiasa dengan aktivitas rutin yang harus ia kerjakan. Mulai dari membangunkan Gery, membantu mandi, makan dan menemani anak tersebut duduk di kamarnya dan seperti itu seterusnya.

Dewa sudah cukup kebal menghadapi kepala batu Gery, dan waktu demi waktu, akhirnya Dewa mulai mengerti mengapa Gery berperilaku keras kepala seperti itu. Salah satunya adalah kasih sayang, selama ini Gery hanya menginginkan kasih sayang, berharap jika ia membangkang, ayah dan ibunya mengerti jika ia membutuhkan mereka. Gery sengaja selalu bersikap egois pada orang lain, dengan menolak segala bantuan mereka, agar menarik perhatian Adam dan Mala.

Tapi apa yang anak itu dapat? Hanya kata-kata menyakitkan hati, dan semakin membuat dadanya terasa sakit.

Dulu pun ketika di sekolah, Gery melakukan hal yang sama. Yaitu berbuat onar, suka membolos dan melakukannya kenakalan lainnya. Berharap jika ia nakal, kedua orang tuanya sadar bahwa sikap Gery yang seperti itu karena kurangnya kasih sayang.

Dan karena sifat nakal di sekolahnya itu, Gery menjadi tidak memiliki teman. Tidak ada yang mau mendekat karena Gery itu anak nakal, padahal jika saja mereka tahu, Gery itu membutuhkan sosok teman yang bisa ia ajak berbagi cerita, dan menemani hatinya yang terasa kosong ini.

Gery tahu dirinya egois, tapi masih egois mana dengan kedua orang tuanya? Gery hanyalah seorang anak yang membutuhkan dukungan dari mereka. Jika mereka sibuk, apa tidak ada sedikit waktu untuknya? Mungkin memang tidak, karena Gery bukan sesuatu yang berharga bagi mereka.

"Lo beneran nggak mau keluar? Ada temen sama guru-guru lo di luar, buat jengukin lo, memangnya lo nggak kasian apa? Mereka juga guru lo, yang ngasih lo ilmu walau gue nggak percaya masuk ke otak lo. Mereka juga teman-teman lo 'kan? Lo pernah sama-sama mereka," kata Dewa, sedangkan yang diajak menggeleng tanda tidak mau.

Buat apa mereka datang kemari? Bukankah jika berniat menjenguk itu dari kemarin-kemarin, saat ia baru pulang? Jika mereka melihat kondisinya yang seperti saat ini, yamg ada Gery ditertawakan oleh teman-temannya, dan guru-guru akan bersorak ria karena ini karma untuknya.

"Kepala gue sakit Wa, gue nggak mau diganggu," alibinya, walau tidak sepenuhnya bohong karena ia memang merasa pusing.

"Tapi mereka udah dateng jauh-jauh lho, seenggaknya walau lo nggak suka, hargailah mereka."

Gery menghela napas pelan di tempatnya, dengan segala keterpaksaan akhirnya ia mau juga diajak keluar, di mana beberapa guru dan teman sekelasnya dulu datang. Ini adalah kali pertama Gery keluar dari kamarnya setelah kepulangannya kurang lebih dua Minggu yang lalu.

Ada perasaan malu ketika bertemu dengan mereka, yang bisa dirinya lakukan hanyalah berusaha tersenyum walau tangannya tak henti meremat satu sama lain. Gery hanya menakutkan satu hal, yaitu ketika mereka memberikan tatapan menyelidik, apalagi mengarah pada kakinya.

"Gery, gimana kabarnya? Sudah lebih baik?" Tanya Sri, wanita yang menjabat sebagai wali kelas Gery dulu itu bertanya dan memberikan senyum hangat kepada siswanya.

"Aku baik, makasih buat semuanya yang udah luangin waktu buat ke sini," jawab Gery berusaha ramah, berbanding terbalik dengan perasannya yang ingin segera menghilang dari sana, ia menemui mereka juga seperti apa yang diucapkan Dewa tadi, yaitu menghargai mereka.

"Alhamdulillah, maaf ya Ibu sama yang lain baru sempat jenguk kamu. Karena kemarin-kemarin sekolah masih sibuk karena tahun ajaran baru," jelas Sri.

Gery mengangguk paham dan membuka suara. "Nggak papa Bu, sebelumnya saya minta maaf atas segala kelakuan saya di sekolah selama ini. Mungkin Ibu dan Bapak guru sangat kesal dengan saya. Tapi tenang saja, setelah ini sekolah akan tentram."

"Iyalah, sekarang lo 'kan udah nggak bisa ngapa-ngapain," sahut salah satu temannya, membuat guru yang lain menegur cowok itu dan meminta maaf pada Gery.

Gery tersenyum tipis, lagi pula apa yang dikatakan mantan teman sekelasnya itu tidak salah kok, ia memang tidak bisa apa-apa lagi 'kan? Jangan 'kan berbuat onar, berdiri saja tidak bisa.

"Selain itu saya juga mau ngasih tau, kalo sama nggak akan lanjut sekolah formal lagi, dengan keadaan saya yang seperti ini pasti akan menyusahkan orang. Jadi saya akan melanjutkan sekolah dengan homeschooling." Setidaknya Gery masih bersyukur karena Adam masih peduli dengan pendidikannya, kemarin ayahnya itu bilang jika Gery akan melanjutkan sekolah di rumah saja. Karena sudah melewatkan setengah tahun untuk pemulihannya, tahun ini Gery harus mengulang kembali kelas 11, sayang sekali.

"Nggak papa kalo itu memang keputusan yang baik buat kamu, tetap semangat ya walau keadaan sudah berubah."

Setelah itu mereka membicarakan banyak hal, mulai dari apa saja yang terjadi di sekolah selama Gery tidak ada. Ada yang bilang jika kelas tentram sekali karena tidak ada dirinya yang berbuat nakal di kelas atau pun lingkungan sekolah. Itu berita yang bagus 'kan?

***

Banyak sekali perubahan yang harus Gery terima, ia harus membiasakan diri dengan kondisinya sekarang. Walau sudah pernah melakukan rehabilitasi seperti agar ia mandiri, seperti berpindah ke kursi roda atau sebaliknya, Gery terlalu malas melakukan sendiri karena sudah ada Dewa yang membantu.

Ia merangkul leher sang empu dengan erat ketika Dewa menggendong dirinya ala bridal style, sampai Dewa mengadu karena lehernya sakit.

"Punggung gue sakit lagi Wa, sama sedikit sesek," adu Gery, sakit di punggung karena terlalu lama duduk membuatnya merangkul leher Dewa dengan kuat tadi. Ya, seperti ini lah Gery sekarang, usianya masih muda tapi untuk duduk terlalu lama membuat dirinya kepayahan, punggungnya sakit, dadanya terasa sesak dan kepalanya pening.

Dewa mengangguk paham, ia sudah sedikit tahu apa yang harus dilakukan jika Gery kumat seperti ini. Saat kemarin Gery pergi kontrol, Dewa sudah diajarkan beberapa hal oleh dokter untuk menolong Gery dalan keadaan seperti ini.

Cowok itu mulai memeriksa saturasi oksigen menggunakan oksimeter dan mendapati saturasi dibawah 90, dengan cekatan Dewa mulai mengatur kadar oksigen di tabung oksigen dan membantu Gery menggunakan nasal canula di hidung bangirnya, lalu membantu untuk meminum obat pereda nyeri.

Setelah itu ia membantu Gery untuk memiringkan tubuhnya, agar Dewa bisa mengusap punggung sang empu yang terasa sakit. Semakin hari, Dewa semakin tahu bagaimana pahitnya dunia yang haru Gery rasakan. Di balik punggung yang tertutup baju tersebut, menyimpan bekas luka operasi dari leher hingga punggung bawah, belum lagi operasi yang ada di dada Gery, semua itu memperlihatkan bagaimana perjuangannya selama ini.

Dewa tidak tahu bagaimana rasa sakit yang haru Gery alami, apa lagi tanpa dukungan orang tuanya. Karena itulah kini Dewa mengerti dan tahu apa yang Gery rasakan. Dewa juga menyesal karena sempat merasa kesal dengan Gery kemarin-kemarin, karena nyatanya anak itu berjuang sendirian.

"Wa, lo tidur di sini aja temenin gue," pinta Gery yang memunggui Dewa, ia memejamkan matanya menikmati setiap usapan yang Dewa berikan, kini ia sudah merasa lebih baik karena ketelatenan Dewa merawatnya, padahal cowok itu hanya satu tahun lebih tua darinya.

"Kemaren-kemaren lo usir gue, sekarang minta-minta, huh dasar gengsian, " ujar Dewa, ya tahu lah apa yang dimaksud. Mau tidur pun ada drama dulu, Gery selalu minta pada ibunya untuk menemani dirinya setidaknya sampai ia tidur walau selalu tak digubris, hingga akhirnya Gery tidur sendiri karena kelelahan.

Tapi kali ini berbeda, Gery yang memintanya langsung padanya.

"Ya udah kalo nggak mau, lo nggak akan ngerasain kasur gue yang empuk ini," kata Gery, sedikit merajuk.

Dewa terkekeh pelan ketika nada bicara Gery seperti ngambek seperti ini. "Ya udah iya, dari pada gue denger bayi gede nangis habis ini."

[]

Lampung, 21072023

Cahaya Di Antara Bayangan [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang