"Gue, mau pulang hari ini."
Dewa mengerutkan keningnya, ia melangkah mendekati Gery yang duduk di kursi rodanya, memandang penuh tanya anak tersebut. "Maksudnya gimana? Pulang ke mana?"
Gery mengalihkan perhatiannya ke arah lain, "gue udah nelpon Pak Iwan buat jemput, sekitar jam sebelas, dia sampe."
Dewa semakin dibuat bingung, apa yang telah terjadi? Mengapa Gery tiba-tiba ingin pulang seperti ini tanpa mengatakan apapun kepadanya. Dirinya pun tidak mengetahui, kapan Gery menelpon Iwan untuk menjemput. Padahal ia selalu berada di dekat anak itu.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba kayak gini?" Tanya Dewa lembut, apa ada yang mengganggu pikiran anak tersebut sampai-sampai seperti ini.
"Gue pingin pulang Wa," jawab Gery dengan lemah.
"Iya, tapi kenapa Ger? Lo tau kalo lo pulang ke sana, sama aja lo ambil luka yang udah lo buang itu." Dewa tetap berkata dengan lembut, walau jawaban Gery tak sesuai yang diinginkan.
"Kalo gue terus di sini, sama aja gue bertahan untuk luka gue yang lain." Gery menunduk, tak mau menatap Dewa yang pasti memandangnya penuh tanya. Gery merasa kecewa pada remaja di depannya ini, tapi entah kenapa ia tidak bisa mengucapkan secara gamblang.
Dewa semakin mengerutkan keningnya tak paham, ia belum tahu kemama arah pembicaraan Gery saat ini. "Apa ada yang buat lo nggak nyaman di sini? Atau Reza ngomong sesuatu lagi sama lo?"
Gery menggeleng pelan, bagaimana bisa ia berkata jika Dewa adalah penyebabnya. Apa yang akan terjadi jika dirinya mengatakan bahwa tadi malam, ia mendengar semua percakapan Dewa bersama Reza.
"Dewa, apa lo nggak mau ngasih penjelasan ke gue?" Gery meremas kedua tangannya, ia harus memberanikan diri untuk membahas rahasia Dewa yang sudah diketahui olehnya. Ia ingin dengar sekali lagi, untuk memastikan jika Dewa tak berbohong lagi kepadanya.
"Penjelasan apa? Gue nggak ngerti Ger." Dewa bukan sedang berpura-pura bodoh, tapi dirinya belum paham akan pembicaraan Gery saat ini.
"Tanggal 10 Desember 20xx, JALAN RADEN INTAN 2. Lo inget?"
Deg!
Dewa menegang di tempatnya, wajahnya langsung pucat mendengar kalimat itu, ia tentu masih ingat tanggal dan tempat tersebut. Gery sudah tahu? "G-ger, gue nggak paham_
"Cukup Wa, percuma lo ngelak karena gue udah tau semuanya. Lo nggak perlu bohong terus-terusan cuma untuk sembunyiin ini dari gue." Gery langsung memotong perkataan Dewa yang masih mau menyangkal fakta yang ada .
Dewa kehilangan kata-kata, bisa ia lihat sorot kekecewaan yang Gery berikan kepadanya. Jadi, anak itu sudah tahu, apa mungkin Gery mendengar ucapannya bersama Reza tadi malam. "G-gue bisa jelasin ke lo Ger_
"Jelasin apa lagi Wa? Lo udah terlalu banyak bohong sama gue. Lo yang udah gue percaya, nyatanya hanya seorang munafik! Lo semakin buat gue jadi manusia terbodoh tau nggak! Apa gue hidup cuma jadi permainan kalian smeua!" Gery lupa, jika sudah ada satu kebohongan, pasti ada kebohongan yang lain. Dari awal Dewa sudah berbohong dengannya, mulai dari berbohong tentang keluarganya sampai membohongi dirinya tentang kecelakaan hang menimpanya.
"Nggak Ger, tolong dengerin gue dulu. Gue nggak bermaksud munafik ke lo, gue nggak berniat sembunyiin ini dari lo." Dewa bersimpuh di hadapan Gery, ia sangat merasa bersalah karena sudah berbohong pada Gery.
Melihat Gery yang diam saja, mengartikan jika anak itu mengizinkan Dewa untuk menjelaskan. "Dari awal gue kerja di rumah lo, gue beneran nggak tau kalo lo adalah orang yang sama dengan yang waktu itu."
"Kalo lo merasa terbohongi dengan semua kebaikan gue ke lo, lo salah. Karena gue tulus sama lo, gue tulus ngerawat lo selama ini. Gue bahkan baru tau fakta itu, di hari yang sama waktu lo tau fakta dari ibu lo. Memang awalnya gue mau bawa lo ke rumah gue karena rasa bersalah gue, dan jadiin itu sebagai penebus dosa gue ke lo. Tapi nyatanya nggak bisa Ger, semakin lama kita deket, gue bener-bener peduli sama lo. Lo bisa rasain 'kan Ger? Lo bisa rasain tulus atau nggaknya gue. Gue sayang sama lo, gue udah anggep lo kayak adek gue sendiri. Maafin gue kalo cara gue ini salah Ger, gue benar-benar minta maaf. Sekarang lo boleh minta apapun ke gue, kalo itu bisa buat lo maafin gue."
Untuk pertama kalinya, Gery melihat Dewa sekacau ini. Remaja yang biasa dengan kecerewetan dan senyum cerah di wajahnya ini tengah menangis tersedu di depannya. Mengucapkan berkali-kali kata maaf kepadanya.
"Dewa, hidup gue selama ini penuh dengan luka. Nggak ada yang bener-bener peduli sama gue, bahkan orang tua gue hidupin gue dengan terpaksa. Hidup gue udah hancur, hancur sehancurnya, hati gue udah rusak dan nggak bisa dibehani. Tapi, dengan kehadiran lo di tengah-tengah hidup gue yang hancur, gue bisa ngerasain ketulusan yang sebenarnya. Gue yang biasanya kesepian dan sendirian mulai hidup dengan hadirnya lo. Lo memang salah karena udah bohong dan sembunyiin ini ke gue, lo nggak mau ngaku dari awal. Tapi gue nggak bisa lupain segala kebaikan lo ke gue selama ini. Nggak ada yang namanya kebetulan, Tuhan sudah menakdirkan lo dateng ke hidup gue agar gue bisa lebih menikmati hidup."
Perasaan kecewa memang masih ada, namun Gery merasa tak boleh jika harus marah pada Dewa. Mau bagaimana pun cowok itu yang selama ini sudah membuat hari-harinya berarti, disaat orang lain menjauh darinya. Dewa dengan senang hati mengulurkan tangan untuknya.
Kejadian itu sudah lama berlalu, dan biarkan itu menjadi masa lalu bagi keduanya. Sejak lama pun, Gery sudah memaafkan pelaku tersebut, ia hanya merasa kaget saja saat tahu Dewa orang tersebut.
"Jadi, lo maafin gue?" Tanya Dewa, ini adalah pertama kalinya ia menangis di depan Gery. Mendengarkan kalimat panjang barusan, apa itu artinya Gery memaafkannya?
"Gue maafin lo Wa, justru gue yang berterima kasih atas segala pengabdian lo ke gue. Gue nggak ada alasan buat nggak maafin lo, lo juga udah sadar atas apa yang lo perbuat. Semua yang lo lakuin ke gue, udah lebih dari cukup buat nebus selama kesalahan lo."
Dewa merasa terharu, bagaimana bisa anak itu sebaik ini? Ia pun langsung menghambur untuk memeluk Gery, sampai sang empu memberontak tidak mau. "Biarin kayak gini dulu Ger, gue sayang sama lo."
Sementara itu, Gery berusaha menjauhkan Dewa dari tubuhnya. Ia merasa mual karena perkataan Dewa yang katanya sayang padanya. Ayolah, Gery itu masih normal, ia cowok tulen. Geli sendiri dengan Dewa yang memeluknya seperti ini.
"Gue mau tanya sama lo, gimana ceritanya lo bisa liat motor gue waktu itu? Gue rasa tuh motor ada gudang," tanya Gery setelah berhasil membuat Dewa melepaskan pelukannya.
Dewa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "waktu ibu lo nguruh gue keluar dan ngomong berdua sama lo. Gue pergi dari sana, dan nyamperin Pak Iwan yang masih lap mobil. Karena gue penasaran sama gudang yang ada di belakang tempat mobil-mobil bapak lo, gue masuklah ke sana. Dan ya, gue nemuin motor merah lo itu, udah bagusan sih, karena mungkin udah dibenerin walau ada body yang lecet. Gue kaget bukan main setelah tau plat motornya, karena gue inget banget bentukan motornya kayak apa dan apa platnya. Reflek gue pun lari masuk ke dalam rumah buat nemuin lo, tapi justru nggak sengaja denger percakapan ibu sama adek lo yang bahas tentang lo yang nggak diharapkan itu. Gue langsung lari dong ke kamar lo, dan udah nemuin lo nangis di dalam kamar dan minta gue bawa lo pergi."
Dewa menceritakan semua awal mula di mana ia tahu, mulai dari ka yang melihat motor Gery sampai akhirnya Dewa bertanya pada Iwan kronologi kecelakaan itu.
"Jadi, lo nggak akan pulang 'kan Ger?"
"Gue akan tetep pulang Wa."
[]
Mau pulang ke mana lagi sih Ger?
Terus ini maksudnya apa?😭 Bahumu selebar harapan para reader
Lampung, 29082023
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Antara Bayangan [End]✓
FanfictionGery hidup dalam kesepian dan selalu diperlakukan berbeda oleh kedua orang tuanya. Namun, hidupnya semakin rumit ketika ia mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Cacatnya semakin membuat orang menjauh. Namun, di tengah kesepian, seorang perawa...