Cuaca yang cerah, nyatanya tak membuat hati Gery ikut merekah. Hatinya sudah berkali-kali di hancurkan oleh frasa yang menyakiti hati. Padahal Gery sudah bertekad untuk menerima dan kembali membuka lembaran baru, namun kenyataannya tidak sesederhana yang ia pikirkan.
Mungkin memang dirinya sudah bisa mulai menerima keadaannya yang saat ini, tapi Gery lupa satu hal, bahwa belum tentu semua orang menerima dirinya diantara mereka, deskriminasi masih saja ada.
Rasa sakit di punggung yang ia rasakan, tak sebanding dengan kata-kata yang Hera katakan barusan. Dadanya terasa sesak dan hatinya berdenyut sakit, tak menyangka bahwa adik kesayangan dan satu-satunya itu berucap demikian.
Apa yang menjadi tebakan Gery benar-benar terjadi, Hera terang-terangan mengatakan bahwa gadis itu malu di dekatnya. Tapi memangnya siapa yang menginginkan kelumpuhan seperti ini? Jika bisa meminta, Gery akan meminta pada Tuhan agar ia meninggal saja saat itu, dari pada harus membawa beban yang ia pikul sendiri.
"Maaf, besok-besok Abang nggak akan keluar kayak gini lagi. Abang juga nggak tau, kalo ada kamu di sana," papar Gery saat Hera hendak turun dari mobil, ia baru memberanikan diri untuk membuka suara ketika telah sampai di rumah.
Ia menghela napas pelan, saat melihat Hera tampak tak acuh dengan ucapannya barusan, adiknya yang hanya berjarak satu tahun darinya itu melengos pergi tanpa mengatakan sepatah apapun. Jika saja Gery mengerti situasi dari awal, ia akan segera meminta pulang saat tahu Hera ada di tempat yang sama tadi.
Iwan yang berada di sana prihatin melihat Gery, padahal yang ia tahu dulu Gery dan Hera adalah adik kakak yang dekat, bukan seperti ini. Ia pun merasa sedih melihat perubahan yang Hera tunjukkan untuk Gery.
"Wa, gue capek. Mau tidur," kata Gery pada Dewa yang sedari tadi sibuk mengambil kursi rodanya di bagasi saat ini sudah siap akan membantunya turun.
Dewa tahu perubahan wajah yang Gery tunjukkan, pasti anak itu merasa sakit hati akan ucapan yang Hera katakan tadi di mobil, belum lagi lebih cemooh orang yang menghina fisiknya tadi, membuat wajahnya murung.
"Nggak mau makan dulu Ger? Lo belum makan siang," tawar Dewa setelah mereka sampai di kamar sang empu, dibantu Iwan mereka membaringkan Gery di kasur empuknya. Sebenarnya Dewa bisa melakukan sendiri, tapi mumpung ada yang membantu ia tidak terlalu kesusahan.
"Nggak, nanti aja abis tidur. Mendingan lo sama Pak Iwan aja makan, tinggalin gue sendiri," tolaknya, ia tidak merasa lapar karena sudah kenyang dengan beberapa kata yang masuk ke dalam hatinya, yang ingin Gery lakukan sekarang adalah tidur agar pikirannya sedikit tenang.
Dewa pun mengangguk, setelah memastikan Gery aman ia meninggalkan cowok tersebut seorang diri di kamar, sementara dirinya akan pergi ke belakang seperti biasanya. Dewa menghela napas ketika bertemu dengan Hera di perjalanan, sebelumnya ia tidak pernah menyangka bahwa kata-kata menyakitkan itu akan keluar dari bibir gadis cantik itu.
***
Setelah apa yang keluarganya lakukan dan berikan kepadanya, Gery tak akan muluk-muluk meminta cinta kepada mereka lagi. Masih diberi tempat tinggal dan fasilitas di sini pun Gery bersyukur, karena setidaknya ia tidak dibuang ke panti karena menyusahkan.
Gery baik jika Adam atau Mala tak mau memedulikannya, baik jika Gara tak menganggapnya adik, baik jika Hera benci dan malu kepadanya, Gery akan menerima semua itu. Karena benar apa yang dikatakan Dewa kepadanya, mau sebesar apapun ia meminta jika mereka tak mau membuka hati, semua akan sia-sia, ia hampir kehilangan nyawapun tak berarti bagi mereka.
Mulai saat ini, Gery akan berhenti mengemis cinta, meminta perhatian dan afeksi mereka. Biarlah ia kesepian dan sendiri tanpa mereka, setidaknya ia masih memiliki Dewa dan Iwan yang sudah ia anggap keluarganya sendiri.
"Wa, apa suatu saat lo bakal pergi? Maksud gue, apa lo bakal berhenti kerja di sini suatu saat nanti?" Tanya Gery, sementara Dewa tengah mendudukkan diri di meja belajarnya dengan tangan yang entah menulis apa, mungkin Dewa bosan dan mencari kegiatan dengan cara tersebut.
Sang empu menghentikan kegiatannya, ia mengetuk-ngetukkan pulpen di tangannya sembari berpikir sejenak, "mungkin iya? Nggak mungkin selamanya juga gue gini-gini aja 'kan? Suatu hari gue pasti nikah dan punya keluarga sendiri. Kenapa nanya gitu?"
Gery menggeleng pelan, ia lupa jika Dewa memiliki kehidupannya sendiri, tidak serta merta harus selalu di sampingnya dan ada untuknya. Dewa juga akan memiliki semestanya sendiri nanti, membangun keluarga kecilnya yang hangat.
"Kenapa setiap orang yang dateng, berakhir pergi? Apa susahnya mereka tetap stay deket kita," lirih Gery, emosinya cepat berubah-ubah saat ini, ia bisa dengan cepat merasa sedih, kesal atau senang dengan cepat.
Dewa membawa Gery untuk mendekat, dari nada bicaranya, Gery pasti masih memikirkan banyak hal. "Karena, kalau kita mau menerima, kita juga harus siap melepas. People come and people go itu hal yang nggak bisa dilepaskan dari hidup kita Ger, setiap pertemuan pasti ada perpisahan."
Gery mencerna detail kata yang keluar dari ranum Dewa, tak ada yang salah atau pun yang harus dibenarkan dari ucapan Dewa barusan, membuat dirinya bungkam karena semuanya sudah jelas. Lantas, bagaimanapun nasib Gery jika Dewa pergi? Gery hanya tak mau kembali sendirian, karena jujur dengan kehadiran Dewa di sini, membuat dirinya mereka aman dan nyaman.
"Wa, kalo lo pergi. Gue sama siapa?" Gery memberanikan diri untuk bertanya, ia harus mencari jawaban sebuah pertanyaan yang akhir-akhir ini terbenak di kepalanya.
"Lo akan bertemu dengan orang baru yang akan gantiin gue di posisi ini." Dewa sendiri tidak tahu sama kapan ia akan bekerja untuk keluarga Nugraha, karena sejujurnya Dewa masih memilki mimpi yang ingin ia gapai. Ia ingin kedua orang tuanya bangga, ia ingin adiknya menggapai cita setinggi-tingginya.
"Kalo gue nggak mau lo pergi gimana? Gue mau lo di sini aja," ujar Gery, dari dulu ia memang egois, dan seterusnya ia kan tetap bersikap egois.
"Ger_
"Lo bilang mau punya banyak uang 'kan? Nanti gue bilang ke Ayah supaya gaji lo di naikin. Gue jamin hidup lo lebih baik di sini, lo hanya perlu ngirim uang buat keluarga lo di sana. Gue akan buat hidup lo nyaman di sini. Dengan lo di sini, lo bisa makan enak di sini setiap hari, lo bisa naik mobil, lo bisa tidur di kasur yang empuk, d-di sini juga lo bisa anggap gue adek lo, l-lo bisa_
"GER!" Tanpa sadar Dewa membentak Gery sebelum anak itu berucap lebih panjang lagi, membuat Gery yang meracau itu bungkam dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca, isakan kecil pun terdengar setelah itu.
Gery menggigit bibir bawahnya, tak lama kemudian ranum itu kembali terbuka. "Kesalahan apa yang udah gue buat di masa lalu, sampe gue harus dapetin ini? Kenapa Wa? Kenapa harus gue? Setiap orang yang gue percaya, akan berakhir pergi... Gue benci kesepian, gue benci sendiri... Tapi kenapa Tuhan kasih dua hal yang gue benci itu?"
[]
Nggak ada yang mau komen apa gitu?
Lampung, 02082023
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Antara Bayangan [End]✓
FanficGery hidup dalam kesepian dan selalu diperlakukan berbeda oleh kedua orang tuanya. Namun, hidupnya semakin rumit ketika ia mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Cacatnya semakin membuat orang menjauh. Namun, di tengah kesepian, seorang perawa...