Sebenarnya malam hari juga Dewa masih memiliki pekerjaan yang harus ia lakukan, yaitu mengganti posisi tidur Gery. Seperti menghadap miring, kiri atau kanan, dan kembali telentang. Hal itu diperlukan agar peredaran darah selalu lancar dan tidak terhambat, mengingat Gery jarang bergerak.
"Wa, ngapain?" Tanya Gery dengan suara seraknya, ia yang tengah tertidur terganggu dengan guncangan di ranjangnya, di keadaan gelap seperti ini karena lampu dimatikan, bisa ia lihat Dewa tengah melakukan sesuatu padanya.
"Nggak papa, gue ganti urine bagnya, udah penuh. Lo tidur lagi aja," jawabnya masih sibuk dengan pekerjaannya.
Gery mengangguk paham, tapi ia tidak kunjung menutup matanya. Manik itu sibuk mengikuti pergerakan Dewa ke sana kemari, entah mengapa melihat Dewa seperti ini, Gery berharap jika Gara seperhatian itu kepadanya.
Tapi jangankan perhatian, di pertemuan terakhir mereka di rumah sakit waktu itu pun Gara hanya mengejeknya, tidak niat sekali menjaganya.
"Wa! Mau ke mana?" Pekik Gery saat Dewa tiba-tiba akan keluar dari kamarnya, entah mengapa ia sedikit panik saat melihat cowok itu akan pergi meninggalkannya.
Dewa menengok, dan tampak kaget melihat Gery yang di kira sudah tidur itu menatap ke arahnya, ia pun mengurungkan niatnya dan beralih mendekati Gery. "Kenapa nggak tidur lagi? Ini udah malem lho, apa ada yang sakit lagi?"
Gery mendengus, "lo belum jawab pertanyaan gue."
"Gue mau telponan dulu sama Bapak ibu gue Ger, kangen."
Mendengar itu, Gery melihat ponselnya untuk melihat jam, "udah jam 11, mereka belum tidur?" Tanyanya.
Dewa menggelengkan kepalanya, "belum." Suatu yang patut Dewa syukuri adalah kehangatan keluarga yang selalu ia dapatkan, disaat mereka jauh pun hangatnya keluarga masih bisa ia rasakan.
"Lo tiap hari teleponan malem gini terus?" Tanya Gery lagi.
"Iya, kalo pagi jelas gue harus kerja. Siang nya juga sibuk 'kan? Sore juga apalagi, ya jadi malem aja nungguin lo tidur dulu, biar nggak ganggu pekerjaan," jelas Dewa. Sebenarnya ia merasa kasihan jika ayah atau ibunya harus menunggu dirinya sampai larut malam seperti ini, tapi hanya waktu itu saja yang Dewa punya.
Siang ia harus bekerja, saat Gery tidur siang pun Dewa tidak berani menelpon karena takut dimarah. Ya memang sebelumnya Mala sudah mengatakan padanya jika pada jam kerja dilarang bermain ponsel, ia diperbolehkan jika Gery sudah terlelap di malam hari.
"Ya udah sana, mereka pasti udah kangen sama lo." Gery membiarkan Dewa pergi terlebih dahulu, ia sedikit iri dengan keluarga Dewa, mereka sangat pengertian satu sama lain, tak ayal jika Dewa juga tumbuh sebagai anak yang memiliki empati besar.
"Gue tungguin lo sampe tidur dulu," tolak Dewa, ia tidak bisa tenang jika Gery belum tidur.
Gery berdecak mendengarnya, "gue bukan anak kecil yang harus dijaga sampe segitunya. Udah sana telponan aja, nanti kalo udah ngantuk, gue bakal tidur sendiri."
Dewa tersenyum tipis mendengarnya, "makasih, ya udah gue keluar dulu ya. Kalo ada apa-apa panggil gue."
Gery hanya mengangguk kecil, sebelum Dewa benar-benar pergi ia kembali berceletuk, "besok kalo mau telponan siang aja nggak papa. Nggak usah takut dimarah Bunda, gue yang akan tanggung jawab."
Lagi-lagi, Dewa tersenyum. Sebenarnya Gery itu anak yang manis dan loyal, tergantung bagaimana kita saja memperlakukan anak itu bagaimana. Jika kita baik, Gery juga akan membalas hal yang sama, begitu juga sebaliknya.
***
Gery sadar bahwa dirinya tidak boleh seperti ini terus, lagi pula sejak dulu ia tumbuh tidak pernah mendapatkan afeksi mereka 'kan? Jadi saat ini pun seharusnya ia terbiasa tanpa adanya kehadiran mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Di Antara Bayangan [End]✓
FanfictionGery hidup dalam kesepian dan selalu diperlakukan berbeda oleh kedua orang tuanya. Namun, hidupnya semakin rumit ketika ia mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Cacatnya semakin membuat orang menjauh. Namun, di tengah kesepian, seorang perawa...