7. Suka-suka Gery

3.8K 314 8
                                    

Nama Adam Nugraha cukup terkenal di kalangan masyarakat, nama Nugraha yang tersemat sudah memberi tahu bahwa ia adalah pewaris perusahaan yang ia punya saat ini, pria tiga anak itu memiliki suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang tekstil, yang mengolah serat menjadi benang atau kain dan produk-produk yang dihasilkan sampai menjadi kain dan pakaian. Tak ayal jika pria itu sangat sibuk.

Sementara itu, Mala sendiri adalah pemilik butik yang sudah memiliki beberapa cabang di luar kota, karena sang suami pengusaha tekstil, membuat Mala bisa sekaligus mempromosikan produk yang dibuat dan akan menguntungkan bagi keduanya. Dan karena persamaan itu, keduanya dipertemukan dan berjodoh.

Tentu saja keduanya sama-sama tajir melintir dan berasal dari keluarga yang juga tersohor.

"Katanya uang itu nggak penting, cih bullshit! Mereka bilang gitu karena uang mereka banyak!" Gerutunya, ketika ia baru mengetahui bahwa majikannya ini bukan orang biasa, kemana saja kemarin Dewa sampai baru mengetahui latar belakangnya. Pantas saja rumah sampai tingkat tiga, mobil mewah berjejer rapi, pembantunya banyak, ada tempat khusus gym juga, tak perlu keluar jauh-jauh, semuanya lengkap.

"Lo sendiri gimana ceritanya cari kerja tapi nggak cari tau dulu gimana latar belakangnya? Kalo mereka bohong dengan dalih cari orang kerja, padahal mereka mau nyulik lo gimana coba? Beruntung lo terdampar di sini," timpal Gery, ia kira Dewa yang sudah hampir sebulan bekerja ini sudah tahu asal usul keluarganya. Ternyata Dewa lebih bodoh dari yang ia bayangkan.

Dewa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "gue keburu seneng aja denger gajinya gede. Kapan lagi 'kan ada yang mau bayar segitu? Jadi tanpa perlu gue tanya-tanya dulu, gue iyain aja. Gue taunya bonyok lo itu holkay gitu aja."

Selain Dewa yang beruntung mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar, Gery juga merasa beruntung mendapatkan Dewa yang merawatnya. Karena belum tentu setiap orang memiliki kesabaran dan cekatan seperti Dewa.

Selama ini Gery memang tidak pernah kekurangan dalam urusan materi, setelah ia mengatakan keinginannya pada Iwan yang akan disampaikan oleh Adam nantinya, Gery langsung mendapatkan yang dirinya mau. Seperti motor besar miliknya yang kini entah bagaimana bentuknya, sebab ia kecelakaan ketika mengendarai kuda besi tersebut, motor itu ia dapatkan dua hari setelah meminta.

"Lo jangan kebanyakan ngelamun ngapa Ger, gue yang takut tiba-tiba lo kesurupan dan bisa lari. Inget kata dokter, kalo lo punya unek-unek, lo bisa ceritain ke gue. Walaupun gue nggak bisa membantu, setidaknya hati lo sedikit plong." Dewa memang selalu dibuat was-was oleh Gery yang lebih banyak membungkam mulutnya.

Memang sih jika diajak bicara Gery akan menyahut, walau deheman semata. Namun Dewa merasa khawatir akan pikiran-pikiran yang ada di otak anak itu.

Gery melirik Dewa sekilas, ocehan yang cowok itu keluarkan sudah menjadi makanan sehari-hari baginya, ia tidak kaget lagi jika Dewa banyak bicara.

"Kan, pasti kayak gitu, cuma ngelirik bentar nggak ngomong apa-apa. Padahal gue udah ngomong banyak, harusnya lo sahutin apa gitu, 'kan gue ngerasanya kayak ngomong sama cicak." Sebenarnya susah-susah gampang membuat Gery berbicara, se-mood anak itu saja. Kalo kata Gery itu SSG, suka-suka Gery.

"Ya udah, ngomong sama cicak aja sana," kata Gery tak acuh.

"Lo tuh mirip kayak adek gue tau nggak, nyebelin banget! Kalo ada maunya mah di baik-baikin." Pergi kerja ternyata tidak membuat Dewa lega karena tidak bertemu sang adik, ia justru bertemu dengan Gery yang lebih menyebalkan.

***

Hari ini adalah jadwal Gery ke rumah sakit, pagi-pagi sekali ia sudah rapi begitu juga dengan Dewa. Tapi sayangnya pada pagi hari ini, mood Gery sudah hancur, karena ia mendapatkan spasm atau kejang otot di kakinya.

Gery akan baik-baik saja jika hal itu tidak menimbulkan rasa sakit, tapi sayangnya rasa sakit itu menghujani tungkainya yang sudah kehilangan fungsi ini. Kaki yang sudah tak mampu bergerak itu menendang tanpa arah, bergerak sendiri tanpa bisa ia kendalikan.

Kata dokter itu hal umum yang sering terjadi pada orang lumpuh sepertinya, tapi tergantung juga, karena setiap orang akan berbeda-beda.

"Sakit banget Wa," lirihnya, ia yang duduk di tepian kasurnya meremat sprei dengan kuat, sementara Dewa masih berusaha memberi penanganan dengan memijat pelan kakinya secara bergantian.

"Iya gue tau. Ini pasti karena gara-gara lo banyak kepikiran sama kecapean," ucap Dewa, ia melakukan apa yang sudah ia pelajari, agar otot yang tegang itu melemas.

Gery yang baru saja selesai mandi itu sudah keringatan, ia merasa kesal pada dirinya sendiri, mengapa kakinya yang sudah tidak berguna itu menyusahkan dirinya. Mengapa lumpuh tidak lumpuh saja? Tidak usah ada rasa sakit yang harus ia selalu rasakan. Jika tidak kejang otot, pasti punggungnya yang sakit, benar-benar menyusahkan.

"Gue kira setelah lumpuh, penderitaan gue udah berakhir. Tapi gue salah, justru semua ini adalah awal buat gue," lirih Gery, kakinya sudah mendingan sekarang, tapi moodnya masih buruk.

Dewa mengelus lutut Gery pelan, setelah kejang tersebut sudah mereda, ia mendongak dan terlihat jika Gery sudah hampir menangis saat ini. "Tuhan nggak tidur Ger, mungkin Tuhan sengaja buat lo kayak gini untuk merubah lo jadi lebih baik lagi. Tuhan nggak mungkin memberikan suatu keburukan buat hambanya tanpa suatu alasan 'kan? Kita nggak tau apa yang akan terjadi di masa depan, dan mungkin aja Tuhan udah nyiapin hadiah terbaik buat lo nantinya."

"Tapi kenapa harus gue, kenapa nggak Gara aja? Di jahat ke gue." Gery menahan mati-matian agar ia tidak menangis, ia tidak mau jika sehabis ini diejek oleh Dewa, seperti waktu itu, Dewa mengejeknya habis-habisan dan mengatakan dirinya cengeng.

Dewa tertawa kecil mendengar kalimat Gery yang menyebut nama kakaknya, ia yang tadinya mengelus lutut anak itu beralih menggenggam tangan Gery. "Karena Tuhan percaya sama lo, Tuhan tau lo sekuat apa. Nggak semua orang memiliki kesempatan yang sama kayak lo."

Gery mengangguk kecil, mungkin benar Tuhan ingin dirinya lebih baik dari yang dulu. Tapi apakah harus membuatnya lumpuh? Yang jahat 'kan Gara dan kedua orang tuanya, tapi ia yang kena. Bukan maksud Gery yang sudah menjadi lebih baik cari mereka, ia hanya merasa tidak adil saja.

"Ayok gue bantu, udah nggak sakit 'kan?" Ujar Dewa, melihat Gery yang mengangguk ia pun segera membantu anak itu untuk duduk di kursi rodanya.

Dewa membenahi kaki Gery di pijakkan setelah ia memasangkan kaos kaki beserta sepatu di kaki sang empu.

"Wa, lo capek nggak sih ngurus gue tiap hari?" Tanya Gery setelah selesai memperhatikan Dewa yang memakaikan alas kaki untuknya.

"Capek sih iya, tapi nggak juga, mungkin karena udah terbiasa," jawab Dewa, tumben sekali Gery bertanya seperti itu kepadanya.

"Wa, maafin gue yang selama ini buat lo marah terus. Sekarang gue janji bakal nurut apa yang lo omong, dan gue nggak akan ngeyel lagi."

Perkataan Gery jauh dari pemikirannya, apa anak itu sedang ngelantur saat ini? Tumben sekali Gery meminta maaf, tapi Dewa senang sih akhirnya Gery sadar juga. "Gue maafin lo, tapi ada satu syaratnya."

Alis Gery bertaut satu sama lain, "apa?"

Dewa tersenyum senang. "Panggil gue Kakak."

"Males, gue nggak jadi minta maaf kalo gitu!"

Sialan, batin Dewa. "Lo! Kalo ngeluh sakit lagi gue nggak akan nolongin," ancamnya.

Tapi Gery menggidikkan bahunya tak acuh, "bodo amat." Setelah itu Gery menggerakkan kursi rodanya sendiri dan mulai menjauh, tidak peduli dengan Dewa yang mengumpat di belakangnya.

"Bener-bener tuh anak." Dewa menghela napas panjang di tempatnya, ia harus sabar. Melihat Gery yang bisa menyebalkan itu lebih baik dari pada melihat anak itu diam dan kesakitan, sikap menyebalkan Gery mengartikan jika mood anak itu sudah lebih baik.

Dewa pun menyusul Gery dan mengambil alih kursi rodanya sambil berceletuk, "bocah laknat."

"Biarin, SSG."

[]

Mohon maaf jika ada kesalahan🙏

Gimana hari Senin kalian?

Lampung, 24072023

Cahaya Di Antara Bayangan [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang