Selamat Membaca!
○
○
○DUA MAWAR || Bab 8 Keberadaan Dirinya
🥀🥀
Nafa, perempuan yang menyamar menjadi istri Harlord itu tidak bisa menghentikan debaran jantungnya. Ini bukan debaran saat dia jatuh cinta, ini adalah debaran kepanikan. Otaknya berpikir beberapa kemungkinan mengapa pria berengsek itu berada di hadapannya. Namun, saraf ototnya bergerak lebih cepat dengan memutar badan.
Mulutnya pun refleks mengumpat.
“Sial! Scarlet lari!”
Pelayan berambut merah kepang yang selesai melipat pakaian itu bergerak lamban. Dia tidak memahami perintah majikannya. Lagipula, ke mana dia harus lari dari kamar yang berada di lantai lima?
“Jangan harap bisa kabur lagi dariku!”
Scarlet merasa familiar dengan suara berat khas lelaki itu. Sepertinya suara itu semakin dekat dengan derap kaki yang mendominasi. Dirinya yang awalnya duduk pun langsung berdiri cemas melihat majikannya dikejar sesuatu.
“Hah! Kau juga di sini!” teriak orang asing yang menerobos masuk ke dalam kamar.
Scarlet mengenali wajah berlian dengan tulang pipi yang menonjol, dagu sempit, serta rahang yang terlihat kokoh. Tidak ada pria yang memiliki wajah maskulin dengan tatapan sedingin es di Provinsi Itya selain dirinya, Gubernur Harlord Amartya.
“Eh? Tuan Harlord?”
“Tuan? Dia bukan lagi Tuanmu, Scarlet! Panggil saja Harlord Bangsat.” Nafa memeluk Scarlet dari belakang sembari mencebik. Kepanikannya berubah menjadi kekesalan. Benar juga, kenapa dia lari ketakutan?
“Sehari tidak bertemu, mulutmu kasar sekali. Apa ini hasil pergaulanmu dengan Tuan Muda Russell itu?” balas Harlord menyilangkan tangannya. Dia berdiri di depan Scarlet, tapi tatapannya lurus ke belakangnya.
“Sebenarnya seberapa jauh kalian berhubungan? Sampai-sampai dia menyembunyikanmu ke dalam hotel yang dimiliki keluarga Russell?”
“Yang jelas lebih dekat dibandingkan denganmu, tuh!” sungut Nafa. Tapi, perempuan itu langsung menyeringai. “Ah, tidak. Kita kan nggak pernah dekat.”
Harlord tak menanggapi sindiran Nafa. “Terserah. Sekarang, kemasi barangmu dan ayo pergi,” titahnya hendak memutar tubuh.
“Nggak mau, wlee!”
Penolakan Nafa dibarengi dengan lidah yang menjulur membuat emosi Harlord kembali ke ubun-ubun. Kepalanya merasa panas, tapi tubuhnya mengeluarkan udara dingin. Tangannya dengan cepat mengeluarkan tongkat, mengarah pada dua perempuan di kamar itu.
『Demi Dewa yang memberikan dingin di pengujung tahun. Mengubah air menjadi keras dan mengutuk pergerakan. Ubahlah mereka atas kuasa-Mu. Sihir Es : Rantai Pembelenggu!』
Usai merapal, udara yang mengandung air serta air teh yang berada di ruangan itu saling berkumpul. Air itu membekukan diri lalu membentuk sesuai perintah dari Harlord. Rantai es yang mengikat Nafa dan Scarlet yang tak sempat merespon.
“Ap- Dingin!” teriak Nafa merasakan rasa sejuk yang menyentuh kulitnya. Dia tidak berencana keluar, jadi Nafa hanya memakai pakaian santai yang cukup tipis.
Penghangat yang ada di dalam kamar dengan dominasi warna hijau itu tidak ada gunanya sekarang. Satu-satunya orang yang baik-baik saja di ruangan itu hanyalah Harlord, sang penyihir es.
“Lepaskan kami, Harlord Bangsat! Ini pelanggaran!” Nafa tetap mencoba tegar meski tubuhnya terasa sangat dingin. Rantai es itu memang menghalangi pergerakannya, tapi udara dingin yang menyelimuti lebih membuatnya tersiksa.
Scarlet bahkan hanya mampu menggertakkan gigi, tubuhnya mulai mengigil.
“Salah sendiri kau nggak mau nurut. Toh, siapa yang berani menegur gubernur?” Harlord kini menyeringai. Rasa lelahnya seperti terbayarkan. “Sekarang, kemasi barangmu, ikut aku kembali, dan jangan kabur lagi!”
“Ugh ... iya, deh, iya! Tapi, lepaskan sihirmu!”
Nafa terpaksa menurut. Setelah itu, Harlord mengangkat tongkat dan membatalkan sihirnya. Semua es kembali menjadi air sehingga membuat kamar itu basah. Tanpa basa-basi lagi, pria itu keluar dari kamar dan memberi keduanya waktu.
“Scarlet kau tak apa?” tanya Nafa mendekati pelayan yang langsung terduduk ketika sihir Harlord dilepaskan. Bajunya basah kuyup dan Nafa masih bisa merasakan tubuh wanita itu bergetar.
Scarlet tersenyum dan menyambut genggaman tangan Nonanya itu. “Tidak apa, Nona. Maaf membuat Anda khawatir.”
“Jangan minta maaf! Harusnya si Berengsek tadi yang mengatakannya padaku! Dasar tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia menggunakan sihir sembarangan begitu. Sepertinya mulai sekarang aku harus membawa tongkatku ke mana-mana. Biar sekalian kulempar air tsunami ke wajahnya itu!”
Scarlet tertawa kecil mendengar ocehan Nafa yang panjang. Saat mereka berganti baju dan merapikan barang, ocehannya malah semakin banyak. Hingga akhirnya Harlord menerobos masuk lagi dan memarahi keduanya.***
Sihir adalah salah satu keistimewaan yang dimiliki warga Negara Tora. Bagaimana tidak, karena yang mampu menggunakan sihir hanyalah orang Tora saja. Mereka mampu menggunakan kekuatan yang di luar nalar dan mendobrak hukum alam.
Mengubah air menjadi es, mengeluarkan api, berbicara dengan hewan, bahkan menyembuhkan orang. Seolah-olah teknologi yang diciptakan ilmuan menjadi bahan candaan. Mungkin, karena itu juga teknologi yang ada di negara Tora tidak semaju negara yang lain.
Namun, keberadaan sihir menjadi permasalahan serius di tingkat internasional. Bisa dibilang, itu adalah senjata alami yang mematikan. Tidak butuh uang dan pengorbanan yang berarti. Sihir menjadi ancaman serius yang selalu dibicarakan dalam rapat besar.
Oleh karena itulah, Raja Tora sekarang melarang penggunaan sihir di luar negara Tora. Setiap kali warganya pergi ke luar negeri, mereka diberi peraturan ketat tentang hal ini. Pelanggarnya bisa langsung dijatuhi hukuman mati. Semua dilakukan demi menjaga kedamaian dunia.
“Ini masih negara bagian Tora. Apa salahnya aku menggunakan sihir?” Harlord tak terima dengan cibiran Nafa tentang kelakuannya di hotel.
“Kau lupa dengan aturan dasarnya? Meskipun di dalam negara Tora, kita tetap dilarang menggunakan sihir sembarangan! Keberadaannya sudah seperti senjata api di Amerika, tahu!”
Harlord membuang pandangan. Melihat Kota Kulipa dibalik jendela mobil lebih menyenangkan daripada wajah perempuan yang terus tertekuk dan berteriak itu.
“Padahal hanya sihir kecil. Kau juga tidak terluka apalagi mati, Dasar Cerewet.”
“Cerewet katamu?!” Nafa yang duduk di belakang sopir bersama Scarlet memajukan tubuh hingga mulutnya bersampingan dengan telinga Harlord. “Kalau begitu persiapan dirimu. Aku akan lebih cerewet hingga sembilan bulan ke depan! Apapun yang kulakukan jangan mengeluh. Kau yang memintaku kembali, bukan?”
“Iya-iya!” ujar Harlord seenaknya karena suara nyaring yang melengking itu langsung masuk ke telinga.
“Juga aku tak ingin seorang pun pelayan mendekatiku. Aku cukup dengan Scarlet saja.”
“Hmm? Kupikir kau akan memintaku memecat semua pelayan.”
Nafa mundur dan menyandarkan punggungnya. “Lalu kau memintaku untuk mengurus mainsion jelekmu itu? Ogah banget.”
“Oh, iya. Beri aku kamar. Jika kau memberiku gudang lagi, akan kutenggelamkan mainsion jelekmu!” ancam Nafa mengingat hari pertamanya di mainsion sang gubernur.
“Hmm. Ya.”
Harlord juga berniat memberinya kamar. Meski sekarang baik-baik saja, istrinya itu bisa menyebar rumor buruk tentangnya. Toh, kamar kosong di mainsion itu ada banyak. Dia tidak rugi apapun.
Benar, perempuan gila itu tidak membuatnya rugi. Harlord hanya memanfaatkannya sejenak, lalu membuangnya nanti.
“Apa liat-liat?!” sentak Nafa mempergoki Harlord yang melihatnya dari spion yang berada di tengah mobil.
“Kau berubah, Naufa. Aku seperti melihat orang lain dalam dirimu.”
Untuk sekian lama, Harlord menyebut namanya. Lalu, pertama kalinya dia menyadari keberadaan sang istri. Perubahan yang dia maksud adalah bukti jika selama ini Harlord memikirkannya.***
Bersambung ...DUA MAWAR || 🥀🥀
© Nafa Azizah
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Mawar [END Masih Lengkap]
FantasyNaufa meninggalkan semuanya demi cinta yang membutakan. Dua tahun bertemu, bukannya menyesal, Naufa justru bunuh diri di depan kembarannya. Nafa, sang kembaran merasa marah dan benci. Namun, tak ayal dia juga merasa sedih. Kebingungan, Nafa pun akhi...