Selamat Membaca!
○
○
○DUA MAWAR || Bab 11 Pesta Ulang Tahun
🥀🥀
“Aku sudah menduga kau tak akan mengajak kencan begitu saja. Tapi, bisakah kau tidak memberiku harapan?”
“Bukankah kita sedang berkencan?”
Nafa menyuapkan tacos ke mulutnya. Dia tidak menyukai makanan manis seperti gadis umumnya, jadi perempuan itu memilih tacos sebagai menu camilan. Dengan kopi dingin, makanan asin itu terasa nikmat di mulutnya.
“Kencan macam apa jika sembari menguntit?” keluh Aroon. Hatinya yang sudah terlanjur berbunga-bunga dipatahkan begitu saja saat melihat Nafa keluar dengan menutupi wajah serta memakai wig.
Apalagi saat ini mereka sedang mengikuti Harlord, target balas dendam Nafa dan musuh menyebalkan bagi Aroon.
Nafa berpura-pura tidak dengar. Lirikan matanya mengarah pada Harlord dan kekasihnya yang sedang makan di lantai satu. Sedangkan Nafa dan Aroon mengawasi dari lantai dua.
Konsep restoran itu yang hanya membuat lantai dua di pinggir atau dekat jendela saja. Pembatas antara lantai satu dan dua hanyalah sebuah pagar kayu yang membuat ruang itu terasa luas. Di samping itu, baik pengunjung di lantai satu maupun dua, sama-sama bisa saling melihat.
“Gadis itu, rasanya aku pernah melihatnya.” Mendengar hal itu, Aroon mengikuti arah pandang Aroon tanpa menggerakkan kepala. Perempuan manis yang selalu menebar senyuman, sikapnya yang lembut, serta wangi semerbak bunga yang dia keluarkan sungguh memikat banyak lelaki.
“Apa kau mengenalnya?”
“Kau lupa? Kalian kan satu panti dulu.”
Jawaban Aroon membuat Nafa tersentak sejenak. Sedetik kemudian, dia menyeringai dibalik kain transparan yang menutupi bagian hidung hingga lehernya. Untuk makan, Nafa hanya perlu sedikit menyibak kain itu ke samping.
“Ingatanku buruk, Aroon. Jelaskan semuanya,” titah Nafa menatap ke arah Aroon.
“Namanya Isabelle Amartya. Tinggal di panti sampai umurnya tujuh belas tahun. Dia—“
“Tunggu. Kenapa dia memiliki marga yang sama dengan si Berengsek itu? Mereka kakak-adik? Bukan kekasih?” sela Nafa tak sabar.
“Makanya, dengarkan aku dulu,” cebik Aroon meraih salad buah di hadapannya. Begini-begini, Aroon penganut vegetarian.
“Perempuan itu berhasil mendekati Nyonya Amartya dan membuatnya diadopsi. Saat itulah dia bertemu dengan Harlord. Rumornya mereka saling mencintai, apalagi lihat saja interaksi mereka saat ini,” tunjuk Aroon pada sejoli yang asik bersuap-suapan dengan filter bunga yang begitu ketara.
Nafa menatap keduanya jijik. “Lalu, kenapa mereka tidak menikah saja? Malah menjebak Nau dan membuatnya menderita saja.”
“Sebaliknya. Adikmu yang menjebak mereka, Naf.”
“Maksudnya?”
Aroon mengelap sudut bibirnya, selesai dengan makan siangnya. Lap yang dia gunakan pun dia usapkan pula pada bibir Nafa. Perempuan yang memakai wig merah itu terlalu peduli pada pembicaraan mereka hingga makanan pun diabaikan.
“Dua tahun yang lalu, Naufa meninggalkanmu, bukan? Dia berkata kejujuran. Dia jatuh cinta pada Harlord lalu menjebak pria itu untuk menikahinya. Apalagi kala itu Harlord akan menjadi gubernur, dia membutuhkan istri secepatnya. Isabelle belum cukup umur. Kau tahu sendiri usia minimal menikah untuk perempuan adalah umur dua puluh dua tahun, bukan? Naufa sangat cocok saat itu.”
Nafa tertawa miris. “Karena itu Harlord juga membenci Nau setengah mati?”
“Benar, dia beranggapan Naufa menghalangi keduanya menikah. Jadi, dia sengaja tidak memperlakukan Naufa sebagai istri dan sibuk berkencan dengan Isabelle. Berharap Naufa menyerah sembari menunggu waktu untuk Isabelle cukup umur untuk menikah.”
“Dan kapan itu?”
“Bulan Januari ini. Tepatnya, seminggu lagi. Isabelle akan berulang tahun ke dua puluh dua.”
Nafa tertawa kecil. Sepertinya dia menemukan target selanjutnya untuk membalas dendam. Perempuan manis yang sedang berbunga-bunga di hadapan Harlord, perempuan yang sangat sesuai untuk membuat Harlord menderita.
“Aroon. Ayo, pergi belanja. Cukup mengintainya. Kita akan ‘kencan yang sesungguhnya’.”
Kedua mata Aroon sontak berbinar. Dia dengan sigap mengikuti Nafa yang sudah berdiri dan berjalan terlebih dahulu. Menggandeng lengannya dengan senyum sumringah. Tidak memedulikan pandangan orang, apalagi Harlord yang memergokinya saat turun dari tangga.
Lho? Dia punya perempuan lain?
“Ada apa, Harlord?” tanya Isabelle saat pandangan Harlord tidak kepadanya.
“Ah, tidak. Kupikir aku melihat kenalanku.”
“Kau tidak menyapanya?”
“Aku kan sedang bersamamu, Isabelle. Kenapa aku harus mengabaikanmu demi orang lain?” tanya Harlord dengan nada manis. Ucapannya sukses membuat Isabelle merona malu.
Namun, Harlord tersenyum bukan karena tingkah Isabelle yang menggemaskan. Dia tersenyum teringat pada perempuan malang yang dia kurung di mainsion.
Hah! Pada akhirnya kau hanya akan tersakiti dan dikhianati. Kekasihmu saja berpaling. Sampai kapan kau akan berpura-pura kuat, huh? Naufa Alraisha.
Batin Harlord tertawa senang.***
Suasana kediaman Amartya begitu meriah pagi ini. Hiasan pita, bunga dahlia, serta balon menghiasi rumah klasik kolonial yang mengusung tema negara Belanda. Pilar-pilar yang tinggi, cat dominan warna putih, dan detail kusen jendela. Rumah mewah yang sering ditemui oleh orang kaya di Itya.
Keramaian dan keceriaan muncul di semua orang yang hadir. Acara yang dilakukan secara outdoor membuat suasana semakin meriah dan membuat para tamu semakin dekat.
Sang tokoh utama pesta juga tak kalah gembira. Dia memakai gaun ungu muda yang dipadukan dengan rambut pirang bagaikan emas di siang hari. Bola mata hijau yang membulat itu semakin membuatnya memesona. Isabelle sedari tadi sibuk melayani tamu yang mengucapkan selamat dan memberinya hadiah.
Harlord turut menemaninya. Meski tak terang-terangan menggandeng, pria yang selalu mengekor pada Isabelle itu seperti anak ayam yang mengikuti induknya.
“Eh? Siapa itu?”
“Astaga! Bukannya dia istri Pak Gubernur?”
“Lama sekali tidak kelihatan. Bukannya ada rumor dia diasingkan?”
Bisik-bisik disertai suara mobil dari arah gerbang membuat Harlord mengalihkan atensi. Suara heels yang menggema juga mengusik pendengarannya. Padahal, bukan itu satu-satunya suara di sana.
Perempuan berambut hitam panjang dengan memakai gaun merah terang membuat dirinya mudah memasuki tempat pesta. Tatapan serta senyum percaya diri seakan menyuruh orang untuk menyingkir. Harlord yang menyadari keberadaannya langsung mengeraskan rahang.
“Isabelle. Aku pergi sebentar.”
“Eh?”
Isabelle belum pernah diperlakukan seperti ini. Bukannya Harlord yang bilang jika dia tidak akan mengabaikannya demi orang lain? Kenapa sekarang Harlord meninggalkannya sendiri?
Sedangkan Harlord dengan cepat berjalan dengan cepat. Membelah kerumunan dan terus berjalan. Wajah dinginnya begitu ketara, tapi perempuan yang menjadi targetnya justru tersenyum manis padanya.
“Ah, Sayang~”
Bulu kuduk Harlord sontak merinding. Tangannya meraih lengan Nafa dengan cepat dan menariknya masuk ke dalam rumah. Tindakan itu tak luput dari perhatian semua orang, termasuk Isabelle yang terpaku di tempat.
Harlord meninggalkannya demi istrinya? Setelah sekian lama diabaikan?
“Ya ampun. Pasangan itu panas sekali. Mungkin semuanya hanya rumor.”
“Ah, tentang Pak Gubernur yang tidak mencintai istrinya?”
“Benar. Lihat saja tadi, pria itu langsung menarik istrinya ke rumah. Mungkin ingin bertemu berdua?”
“Ah, romantis!”
Suasana itu membuat Isabelle memanas. Dengan sopan dan penuh senyuman, dia berpamitan dengan tamunya sejenak. Mengatakan untuk menikmati pesta sebentar tanpa dirinya. Perempuan itu lantas berjalan tergesa ke dalam rumah.
Memastikan dengan matanya sendiri jika Harlord berpaling. Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Namun, dia tidak boleh menampilkan emosi yang ketara, saat kedua orang itu berdebat, Isabelle pura-pura menjatuhkan tasnya untuk mencari perhatian.
“Ah, maaf. Aku tak bermaksud menganggu.”
Harlord hendak maju, tapi kalah cepat dengan Nafa yang lebih dekat dengan berdirinya Isabelle. “Lama tidak berjumpa, ya. Isabelle.”
Isabelle menatap kaget pada sosok perempuan di hadapannya. Senyuman itu, tatapan mata itu, mengingatkannya pada masa lalu. Isabelle yakin, perempuan itu adalah perempuan yang sama dengan anak kecil yang sering menganggunya dulu.
Dia bukan Naufa. Dia adalah ... “Kau Naf—“
『Sihir Air : Penjara Air!』
“Isabelle!”
Harlord yang panik melihat Nafa mengeluarkan tongkat dengan cepat dan membuat kekasihnya terperangkap dalam lingkaran air. Pria itu juga dengan sigap mengeluarkan tongkat dan memberi lingkaran itu sihir. Namun, dia lupa jika dia adalah penyihir es.
“Hahaha! Ya ampun! Harlord, kau membekukannya? Jenius sekali!”
Nafa tertawa kuat hingga seperti orang barbar. Dia memegangi perutnya melihat kejadian menggelikan di hadapannya. Isabelle kini membeku dalam lingkaran es yang Harlord perbuat.
Pria itu amat terkejut hingga menjatuhkan tongkatnya. Beribu umpatan menghampiri kepala, penyesalan dan rasa bersalah mulai menyeruak.
Dia bahkan tak peduli Nafa sedang mengoloknya saat ini.***
Bersambung ...DUA MAWAR || 🥀🥀
© Nafa Azizah
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Mawar [END Masih Lengkap]
FantasiaNaufa meninggalkan semuanya demi cinta yang membutakan. Dua tahun bertemu, bukannya menyesal, Naufa justru bunuh diri di depan kembarannya. Nafa, sang kembaran merasa marah dan benci. Namun, tak ayal dia juga merasa sedih. Kebingungan, Nafa pun akhi...