CHAPTER 26 - Foto Laknat

202 13 0
                                    


Hana pernah menperingatkan Anna tentang Evander. Dengan segala macam perempuan yang mengisi hidup dan ranjangnya. Saat mendengar ceritanya, Anna merasa sedikit tak percaya, tapi saat melihat fotonya, Anna merasa hatinya kecewa dan terluka.

Sudah beberapa hari terakhir Evander pulang larut malam. Tapi Anna tak pernah menyangka kalau sepulang kerja lelaki itu mampir ke bar dan bercumbu dengan hostes di sana. God, apa laki-laki itu tak ingat kalau ia sudah menikah dan beristri.

Anna menyadari kalau pernikahannya bukan karena cinta. Mungkin pernikahan ini hanya karena bisnis. Kalau dipikir-pikir lagi Evander juga ditawari menikah oleh Fandi. Anna tak mengerti apa yang ada di pikiran Evander saat ia menyetujui ide Fandi untuk menikah dengannya.

Anna sudah banyak mendengar laki-laki kaya, tampan, dan banyak uang pastinya memiliki banyak perempuan di sampingnya. Baik yang halal maupun yang haram. Uang Evander yang menumpuk dalam rekening pastinya juga digunakan untuk bermain perempuan.

Bukankah ayahnya sendiri juga seperti itu. Ayahnya juga memiliki Rica sebagai istri simpanan selama bertahun-tahun. Ia dan Diva hanya berjarak tiga tahun, sedangkan ibunya meninggal karena sakit saat Anna berusia delapan tahun. Jadi, selama bertahun-tahun papanya menduakan ibunya.

Dan sekarang, Anna merasakan hal yang sama. Ia bukan satu-satunya perempuan dalam hidup suaminya. Ia perempuan kesekian yang ada dalam hidupnya. Bedanya perempuan lain ada karena Evander menginginkannya, sedangkan Anna? Ah, Anna tak pernah tahu apakah sebenarnya Evander juga menginginkannya.

Air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata Anna. Hatinya seperti diiris sembilu. Anna mematikan televisi, lalu kembali ke kamarnya. Di dalam kamar kosong dan sunyi itu Anna menumpahkan segala kerisauan dan kekecewaan hatinya.

Pagi-pagi Anna sudah berada di depan meja riasnya. Pelupuk matanya terlihat bengkak. Ia mengompresnya dengan air es yang dibawanya dari kulkas, tapi kelihatannya tidak memberikan hasil yang ia harapkan.

Matanya ini memang tidak bisa diajak kompromi. Anna menangis sebentar saja pasti sudah terlihat bengkak. Kelopak matanya terlihat seperti disengat lebah.

"Matamu kenapa?" tanya Evander yang sudah berdiri di walk in closet.

Perangkat meja rias Anna memang terletak di walk in closet. Lebih praktis karena ia bisa mengaplikasikan make up setelah berganti pakaian.

"Tidak tahu. Bangun-bangun sudah bengkak," jawab Anna sekenanya. Toh, ia tak bisa memikirkan jawaban lain. Jawaban 'tidak tahu' merupakan jawaban paling aman.

''Sini lihat!" ujar Evander sambil membalikkan tubuh Anna menghadapnya.

Anna pun terpaksa membalikkan tubuhnya dan berharap laki-laki itu tak tahu penyebab sebenarnya.

"Kau habis menangis?" tanyanya dengan tatapan mata curiga.

Anna menggeleng, lalu mengompres lagi pelupuk matanya. Laki-laki itu ternyata tahu kalau Anna habis menangis. Anna kira laki-laki pendiam itu tidak tahu apa-apa tentang perempuan.

"Kau kenapa?" tanya Evander lagi.

Anna tak menjawab karena ia sedang menyibukkan diri dengan kain kompresnya. Airnya sudah tak seberapa dingin tapi tetap saja dipakainya mengompres supaya terlihat sibuk.

"Kau tak betah di sini atau kau merindukan keluargamu?" tanya Evander pelan.

Evander tahu bagaimana Anna setiap hari di rumahnya. Ia hanya duduk di ruang santai lantai dua. Kalau para pembantu sudah pulang ia hanya berjalan-jalan di sekeliling rumah atau hanya duduk di tepi kolam renang sambil memainkan kakinya di dalam air. Setelah itu kembali lagi ke lantai atas dan masuk ke kamar.

CEO'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang