CHAPTER 64 - Masa Lalu

39 5 3
                                    


Ayah Atika berteriak keras dan menerjang ke arah Anna membuat Atika dan Anna menbeliak kaget. Anna bahkan hanya berdiri terpaku di tempatnya dan tak tahu harus berbuat apa.

"Alakai? Nyonya Alakai? Ampun, Nyonya, ampuni saya," tangisnya keras sambil bersimpuh memeluk kaki Anna membuat Anna limbung dan hampir terjatuh.

Atika mencoba menarik tubuh ayahnya yang masih bersimpuh memeluk kaki Anna.

"Saya yang salah, Nyonya, saya salah. Saya tidak menolong Nyonya waktu jatuh ke laut. Saya berdosa, Nyonya," tangis lelaki tua itu makin kencang.

Anna tak mengerti apa yang diucapkan ayah Atika. Kelihatannya nama Alakai membuatnya tersadar, namun perilakunya tak Anna mengerti. Laki-laki itu kelihatannya mengenal keluarga Alakai yang lain.

"Bapak tidak perlu begitu," ujar Anna. Ia berjongkok dan mencoba melepaskan lengan kurus ayah Atika, tapi lengan kurus itu semakin kuat memeluk kakinya.

"Pak, ini Mbak Anna, bukan nyonya, Pak. Bapak salah orang," bujuk Atika yang semakin tak enak hati.

Namun bukannya tenang, tangisan dan teriakannya makin kencang.

"Saya tidak menolong Nyonya dan Tuan Nobuaga. Saya hanya diam melihat tuan dan nyonya tenggelam. Dosa saya... dosa saya sangat besar. Ampun, Nyonya, ampun."

Celana Anna yang sudah basah semakin bertambah basah karena air mata ayah Atika. Anna tak mampu berpikir jernih. Ia hanya bisa menepuk pundak laki-laki yang salah mengenalinya sebagai orang lain.

"Atika, ada apa?" seorang perempuan paruh baya dengan pakaian lusuh dan kerudung cokelat masuk ke dalam rumah. Ia menatap kaget laki-laki yang masih bersimpuh di lantai itu.

"Bapak mulai menangis dan berteriak, Bi. Bisa bantu Tika mengangkat Bapak, Bi?" sahut Atika.

Perempuan tadi memegangi lengan kanan ayah Atika, sedangkan Atika memegangi yang sebelah kiri. Dua perempuan itu tampaknya cukup kesulitan melepaskan lengan ayah Atika dari kaki Anna.

Laki-laki itu masih berteriak minta ampun sambil memandang memelas pada Anna.

"Maaf, Mbak Anna. Bapak membuat Mbak Anna takut," sesal Atika setelah memapah ayahnya ke dalam kamar.

Anna hanya tersenyum dan mengelus lengan Atika. Anna paham itu semua bukan kesengajaan.

"Mbak Anna bisa pulang dulu? Maaf, Mbak, saya harus mengurus bapak. Kalau sudah begini biasanya lama bisa berjam-jam bapak teriak-teriak," ujar Atika tak enak hati karena mengusir Anna.

Anna hanya mengangguk sebelum beranjak meninggalkan rumah Atika. Pikirannya ikut bergelut. Ada banyak hal yang tidak Anna mengerti tentang sikap ayah Atika. Saat mendengar nama Alakai, laki-laki itu langsung histeris. Ia menyebut nyonya, tuan, dan tenggelam. Ia juga menyebut nama Nobuaga yang Anna tak tahu apa hubungannya dengan keluarga Alakai.

***

Anna melihat lampu di ruang kerja Evander menyala terang, menandakan tuan rumah sudah ada di dalamnya. Anna naik ke lantai dua dan menemukan Evander tengah duduk di sofa sambil memegang ponselnya.

"Kau dari mana?" tanya Evander saat melihat rambut dan sebagaian pakaian Anna yang basah. Ujung celana kremnya juga penuh bercak kecokelatan.

"Tadi mengantarkan temanku pulang," jawab Anna sambil duduk di samping suaminya, "Evander, kau tahu siapa Nobuaga?" tanya Anna langsung.

Tubuh Evander menegang. Wajahnya juga semakin mengeruh dan ia meletakkan ponsel yang tadi dimainkannya ke atas meja.

"Kau tak tahu?" tanya Evander.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CEO'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang