CHAPTER 13 - Winston Hotel

170 15 0
                                    

Evander memacu mobilnya dengan sebal. Hari ini ia ingin bersantai sampai sore, bahkan sampai malam. Tapi panggilan telepon tadi langsung membuyarkan rencananya.

Evander sudah mengecek jadwalnya hari ini. Tak ada pertemuan penting yang memerlukan kehadiran dirinya. Bahkan janji bertemu dengan Rasbandi, pemilik PT Megah Jaya, sudah dijadwalkan ulang.

Pemilik PT Megah Jaya itu sudah berkali-kali mengajukan proposal padanya untuk kerja sama pembangunan apartemen baru. Evander sudah pernah menolaknya karena ia merasa untungnya tak seberapa dan proposal yang diajukan padanya tak cukup kuat untuk menarik minatnya berinvestasi. Megah Jaya tak dapat menyebutkan dengan jelas target pemasaran seperti yang diinginkan perusahannya.

Dalam dunia bisnis dan investasi, keuntungan merupakan hasil mutlak yang harus diraih. Mana ada pebisnis yang mau mengalami kerugian meskipun kecil. Evander sangat hati-hati dalam menginvestasikan modalnya. Jangan sampai modalnya tak kembali dan malah membebani perusahaannya sendiri.

Namun nampaknya, Rasbandi tidak putus asa untuk mencari peluang. Ia bahkan melibatkan pamannya untuk ikut campur dalam masalah ini.

Hal yang wajar melalui orang dalam supaya bisnis berjalan lancar. Banyak proyek Evander yang sukses juga berkat bantuan orang dalam dengan uang sebagai pelicin tentu saja.

Pamannya memaksa bertemu sore ini juga karena besok ia akan terbang ke Bali. Membuat Evander menyisihkan waktunya meski segan.

Yang paling membuatnya malas melayani pamannya dan Rasbandi adalah tempat pertemuan yang tidak semestinya. Pamannya mengajak bertemu di sebuah hotel bukan di kantornya.

Dan kalau sudah menunjuk hotel sebagai tempat bertemu untuk urusan bisnis, Evander yakin ada juga 'suvenir' yang dibawakan untuknya. Evander sangat mengenal pamannya yang sangat menyukai 'suvenir-suvenir' cantik yang disajikan rekanan bisnisnya.

Evander kembali menerima telepon dari pamannya. Lelaki yang usianya lebih dari 50 tahun itu nampaknya sudah tidak sabar menunggu kedatangannya.

"Aku masih di jalan," jawab Evander yang menjawab telepon dengan menggunakan fitur handsfree.

"Langsung naik ke suite room seperti biasa. Om sudah menyiapkan kamarnya untukmu," jawab pamannya di seberang sambungan sambil terkekeh.

Evander hanya menjawabnya dengan ucapan singkat, kemudian mengarahkan mobilnya menuju Winston Hotel. Salah satu hotel bintang lima dengan pelayanan terbaik milik pamannya. Jadi, tak aneh kalau pamannya itu selalu menyediakan ruangan khusus untuknya untuk sekadar bersantai.

Evander menghentikan mobilnya di depan pintu masuk hotel. Ia menyerahkan kunci mobilnya kepada salah satu petugas vallet dan memberinya tips yang cukup supaya berhati-hati memarkirkan mobilnya.

Ia langsung memasuki lobi hotel dan menuju lift untuk naik ke kamar yang sudah disediakan pamannya untuknya. Suite room terletak di lantai paling atas dengan pemandangan kamar langsung mengarah ke pusat kota. Saat malam bisa menikmati gemerlap lampu gedung di kejauhan.

Saat Evander memasuki kamar sudah ada beberapa orang yang berada di ruang tamu suite room. Dan benar saja ada tiga 'suvenir cantik' yang turut serta di mana salah satunya tengah bergelayut manja di lengan pamannya.

"Lama sekali kau datang," seru Burhandi, paman Evander yang merupakan adik angkat ayahnya.

Evander menyalami dua orang lainnya, Rasbandi dan seorang stafnya. Sedang dua gadis yang berpakaian minim dan bersolek menantang tersenyum manis pada Evander.

"Saya kembali dengan proposal yang sudah kami perbaiki. Dan menurut Pak Burhandi proposal kami pasti akan disetujui karena sudah dilengkapi sesuai syarat dan standar yang diberikan," ucap Rasbandi sambil tersenyum lebar.

CEO'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang