CHAPTER 44 - Terpesona

148 14 0
                                    


Anna memasuki ballroom Grand Ballard Hotel, tempat pesta diadakan, seorang diri. Ballroom hotel mewah itu disulap dengan ornamen khas abad pertengahan yang klasik, elegan, namun juga terlihat modern.

Di dalam ballroom sudah hampir penuh dengan orang. Anna menatap orang-orang yang berpakaian rapi dan classy dengan wajah yang tertutup topeng aneka warna dan bentuk.

Anna sendiri dengan rok panjang navy blue satin yang mengembang serta atasan putih tanpa lengan dengan bordiran di sepanjang sisi kiri atasannya, berjalan dengan percaya diri. Ia mencari sekelilingnya berharap ada orang bertopeng yang dikenalnya.

Anna melihat Wina yang tengah bercakap dengan seseorang, entah siapa. Postur tubuhnya sangat dikenal Anna. Wina memakai topeng bergagang yang dari samping wajahnya masih nampak terlihat. Berbeda dengan Anna yang mengenakan lace mask yang menutupi mata dan sebagian dahinya sehingga tangannya tak perlu repot memegang gagang topeng.

"Mbak Wina!" sapa Anna sambil menepuk punggungnya lebut.

Wina terkejut dengan kedatangan Anna. Apalagi dengan dandanannya yang luar biasa. Kalau di kantor Anna biasanya memakai celana panjang kain atau rok dan bluse sederhana, tapi malam ini penampilannya sangat berbeda.

Wajah Anna yang biasa dipoles seadanya dan rambut kucir kuda andalannya, kali ini terlihat menawan dengan rambut bergelombangnya yang dibiarkan terurai.

"Anna, wow, cantik sekali!" puji Wina.

Kalau tubuhnya sekurus Anna, Wina pasti juga akan berdandan all out seperti rekan-rekan kantornya yang lain. Sayangnya bentuk tubuhnya membuat Wina hanya memakai pakaian yang sekiranya nyaman saja. Ia tak mau memakai model yang terkini karena khawatir tidak cocok dengan bentuk tubuhnya.

Rekan-rekan Anna yang lain sudah banyak yang datang. Mereka berdiri dan ngobrol berkelompok dengan teman-teman dekat mereka sambil menikmati musik dan makanan kecil yang diedarkan pelayan di ruang pesta.

"Lihat, Meita!" tunjuk Wina ke arah perempuan dengan gaun merah panjang bermodel mermaid dress dengan ekor yang menyapu lantai, "setiap ada pesta ia pasti jadi pusat perhatian karena gaunnya yang wah."

Anna maklum akan hal itu. Meita memang dianugerahi wajah cantik dan postur tubuh yang ideal. Kulitnya juga putih bersih. Jadi, mau pakai baju warna apa pun pasti cocok di tubuhnya.

"Hai, nggak sama Tama?" tanya Meita yang menghampiri tempat Wina dan Anna berdiri.

Sejak kemarin Meita sudah kesal setengah mati. Ia ingin berangkat bersama Tama. Namun, tampaknya laki-laki pujaannya itu malah menawari Anna untuk berangkat bersamanya, tepat di depannya.

Anna menggeleng. Ia langsung menolak tawaran Tama saat itu juga tanpa berpikir dua kali.

"Nggak usah sok jual mahal. Suatu kehormatan, lho, bisa diajak Tama ke pesta bareng," ucap Meita dengan sindirannya saat itu, tapi Anna tahu kalau hatinya pasti senang karena Anna menolak tawaran Tama.

Meita masih akan mengeluarkan kalimat-kalimat tajamnya, saat matanya terpaku ke pintu masuk ballroom. Tak hanya Meita, banyak pasang mata juga terarah pada sosok tegap yang berjalan dengan langkah elegan itu.

Seorang pria dengan jas hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu melangkah masuk dengan penuh wibawa. Topeng hitam polosnya menambah kesan eksklusif bagi pemakainya.

"Pak Tama ganteng, ya?" bisik Wina pada Anna.

Anna memang memuji ketampanan laki-laki yang berjalan ke arah mereka itu. Meskipun sebagian wajahnya tertutup topeng, tapi sikapnya yang tenang dan terlihat tegas pasti akan meluluhkan hati perempuan mana pun yang menatapnya.

"Hai, Anna! Kau terlihat cantik sekali malam ini," sapa Tama dengan husky voicenya yang dalam dan lembut. Ia meraih tangan kanan Anna lalu mengecupnya pelan.

Wina sampai menutup mulutnya karena kaget dan juga bahagia. Wina memang yang paling setuju kalau Anna jadian dengan Tama. Pasangan paling serasi abad ini kalau menurut Wina.

Meita yang dari tadi berdiri bersama mereka dan berharap Tama memperhatikannya seperti kehilangan rohnya. Ia berdiri tegang dan hatinya bergemuruh sambil menatap tajam Anna. Apa sih yang dimiliki perempuan kerempeng ini sampai-sampai Tama begitu tertarik padanya dan mengabaikan dirinya?

Sebaliknya Anna hanya berdiri terpaku. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana. Menarik tangannya langsung dan mengelapnya dengan rok yang dipakainya jelas tak sopan. Membiarkannya begitu saja, Anna juga tak mau begitu. Ia ingat kalau ia bukan perempuan lajang.

Untunglah Tama tak memperlakukannya lebih dari itu. Melihat reaksi Anna yang hanya terdiam membisu tanpa raut wajah sumringah membuat Tama tahu diri kalau perilakunya tadi tak begitu disukai Anna.

"Sendirian saja?" tanya Tama yang hanya dijawab Anna dengan anggukan kecil.

Dari tadi Tama sebenarnya juga tahu kalau perempuan itu datang sendiri. Ia sengaja datang awal dan melihat Anna naik lift seorang diri. Justru kalau ada yang mengantar, Tama bisa kena serangan jantung mendadak.

Tama harus mengakui bahwa Anna sangat istimewa di matanya. Gadis itu tak perlu melakukan banyak usaha untuk membuat Tama terpesona. Penampilannya sehari-hari saja sudah bisa membuat hati Tama jungkir balik, apalagi malam ini. Meskipun tertutup lace mask tapi penampilan Anna malam ini membuat Tama makin terpesona melihatnya.

Pembawa acara malam itu, seorang MC dan artis terkenal, membuka acara. Tepuk tangan meriah terdengar saat Edbert Sabino muncul di atas panggung yang disorot lampu warna-warni.

Rambutnya yang dicat warna perak, tapi janggut dan kumisnya yang tetap berwarna hitam memang nampak kontras, tapi anehnya cocok di wajahnya. Tuxedo warna putih melengkapi gaya elegannya malam ini. Edbert Sabino berjalan dengan menggandeng dua model yang mengenakan gaun rancangannya.

Acara-acara formal selanjutnya berlangsung untuk beberapa lama. Sabino mulai memperkenalkan karya-karya terbarunya. Ia juga memanggil petinggi perusahaan untuk naik ke panggung saat pemotongan kue setinggi satu meter lebih. Tama yang merupakan kepala bagian R and D juga naik ke panggung bersama petinggi lainnya.

Anna merasa kakinya pegal karena terlalu lama berdiri. Sepatu tingginya dengan hak dua belas senti mulai membuatnya pegal. Sebenarnya sepatu yang dipakainya sangat nyaman dan lembut. Tapi karena tak terbiasa berdiri lama dengan hak setinggi itu, membuatnya merasa tak nyaman. Sepertinya ia salah mengenakan sepatu malam ini.

Anna tadi mengira acara pesta malam ini mirip dengan pesta ulang tahun Diva. Para tamu tinggal duduk melingkari meja yang sudah disiapkan. Tak tahunya acara ini mengharuskan para tamu berdiri sepanjang acara.

Matanya mencari-cari kalau-kalau ada kursi kosong yang bisa dipakainya duduk. Sayangnya di dalam ballroom tak di sediakan kursi. Anna tadi melihat di lorong di luar ballroom ada kursi-kursi kosong. Ia beringsut dari dalam ballroom hendak keluar mencari tempat duduk.

Malangnya entah minuman siapa yang tumpah membuat Anna tergelincir dan kehilangan keseimbangan saat menginjaknya. Anna sudah pasrah akan jatuh ke depan dan harus menahan malu kalau saja tak ada tangan kekar yang memegang lengannya sambil memeluk pinggangnya dan menghindarkan Anna dari kekacauan yang memalukan.

"Watch out!" bisik suara rendah yang sangat dikenalnya.

Anna menoleh cepat dan hatinya mencelos. Bukankah laki-laki yang sekarang memeluk pinggangnya itu sudah berjanji tak akan datang.

Bersambung

CEO'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang