CHAPTER 38 - Tak Bisa Menghindar Lagi

236 12 2
                                    


"Aku mau bekerja," ucap Anna malam itu sepulang Evander bekerja.

Evander yang duduk di ruang depan sambil membuka sepatunya menatapnya dengan dahi tertaut.

"Di mana?" tanya Evander.

"Ed Sabino Clothing Company," sahut Anna cepat.

"Aku tak tahu kalau kamu melamar pekerjaan," ucap Evander lagi.

"Belum melamar. Tadi Chiara bilang kenalannya memerlukan staf R and D," jelas Anna.

"Kenapa kau mau bekerja?" tanya Evander menyandarkan punggungnya di sofa ruang tamu.

"Aku bosan," jawab Anna lagi.

Evander tertawa. Mayoritas orang bekerja untuk mencari nafkah atau untuk bertahan hidup, tapi istrinya ingin bekerja karena merasa bosan.

"Kenapa tertawa?" tanya Anna merengut.

"Tidak usah bekerja. Berikan saja posisi itu pada orang lain yang lebih membutuhkan," nasihat Evander.

"Memang kenapa kalau aku bekerja? Toh, selama ini aku juga hanya diam di rumah. Lagipula minggu depan Chiara sudah balik ke New York. Dan aku akan bosan lagi," gerutu Anna.

"Kamu tahu nggak berapa banyak orang yang berebut pekerjaan untuk mencari nafkah dan kamu bekerja hanya supaya tidak bosan. Lebih bermanfaat mana?" tanya Evander lagi.

Anna terdiam. Kalau dipikir-pikir ia memang egois. Tapi, tak apa kan kalau ia mulai egois. Apalagi Anna yakin ia mampu.

"Kamu tahu tugas R and D?" tanya Evander.

"Tentu tahu. Aku punya sertifikat Academy Research & Development Internship Program dari Kementerian Pendidikan, tahu!" ucap Anan menyombongkan diri.

"Oh, ya? Magang di mana?" tanya Evander penasaran.

"Prospera Desain Interior, tiga tahun lalu," jawab Anna.

Evander terkejut mendengar jawaban Anna. Istrinya ini ternyata punya potensi yang ia tidak tahu.

"Berapa lama?" tanya Evander ingin tahu.

"Dua semester. Tapi aku kira itu cukup sebagai pengalaman. Memang sih beda bidangnya tapi cara kerja pastinya hampir sama," ucap Anna meyakinkan Evander.

Evander memijit pelipisnya yang entah kenapa terasa pening. Entah pening karena lelah atau pening karena permintaan istrinya itu.

"Kau punya banyak permintaan minggu ini. Kemarin minta tolong untuk kepentingan ayahmu, sekarang ingin bekerja. Dan aku masih tak dapat apa-apa," keluh Evander.

Wajah Anna merah padam mendengar ucapan Evander barusan. Laki-laki itu masih ingat saja apa yang dimintanya dari Anna.

Evander meraih wajah Anna yang duduk di sampingnya dan mengecup bibirnya.

"If you wanna make love with me, I'll grant your will," bisik Evander.

Tampaknya Anna tak bisa mengelak lagi dari permintaan Evander yang satu ini. Anna masih menimbang-nimbang akankah ia menyerah demi mendapatkan apa yang ia mau. Atau ia masih bersikeras bertahan.

*

*

Anna memilah tumpukan baju tidur satin yang tersimpan di lemarinya. Baju-baju itu hadiah dari kedua sahabatnya saat ia menikah.

Anna mengira ia mendapat hadiah istimewa karena kotak pembungkusnya yang super besar. Tak tahunya hanya baju tidur dan lingerie berbahan satin dan juga renda. Jangan ditanya modelnya apa saja karena saat melihatnya pun Anna langsung bergidik ngeri.

Anna sengaja membawanya saat ia pindah. Tak mungkin juga baju-baju jahanam itu ia tinggal di rumah.

Anna tak pernah sekali pun berpikir untuk mengenakannya. Ia lebih suka tidur mengenakan piyama atau babydoll katun yang nyaman.

Membuka dan menjereng baju-baju itu membuat mata Anna ternodai. Ah, sudahlah, buat apa ia begitu kebingungan mau pakai baju apa. Pakai kolor dan kaus pun cukup. Toh, setelah itu semua juga akan terbuang sia-sia.

Anna kembali melipat dan menjejalkan lingerie dan baju tidur itu ke dalam lemari paling ujung. Gawat kalau sampai Evander tahu seperti kasus buku dari Tante Kenia tempo hari.

Akhirnya Anna menyerah juga. Daripada ia tak diizinkan bekerja, lebih baik opsi itu yang dipilihnya.

Sejak pagi Anna sudah meyakinkan dirinya kalau semua akan baik-baik saja. Kalau Evander akan memperlakukannya dengan lembut. Kalau tak akan terasa sakit karena Anna belum pernah melakukannya sebelumnya.

Mungkin ia bisa minta lampu kamar dimatikan semua. Ia malu kalau sampai bagian tubuhnya yang paling pribadi dilihat orang lain. Selama ini bagian tubuhnya yang selalu tertutup pakaian hanya menjadi hak miliknya seorang. Tidak pernah dibaginya dengan siapa pun.

Anna merebahkan tubuhnya di lantai walk in closet yang tertutup karpet tebal. Otaknya memikirkan banyak hal, positif maupun negatif. Apa kalau ia sudah menyerahkan diri seutuhnya pada Evander, laki-laki itu tidak akan mencari hiburan di luar rumah dengan perempuan-perempuan perayu sukma? Ataukah Evander memintanya karena ia mulai punya rasa cinta untuk Anna? Ataukah Evander memintanya hanya karena ingin?

Dan semakin Anna memikirkannya, semakin Anna tak menemukan jawabannya. Semuanya hanya menambah beban otaknya.

Anna berdiri dari tempatnya berbaring. Lebih baik ia melakukan hal lain daripada membebani otaknya dengan hal-hal yang tidak perlu. Terjadilah apa yang seharusnya terjadi malam nanti.

Bersambung

CEO'S LADYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang