2

190 22 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Jangan lupa untuk vote, komen dan share cerita ini ❤️

Selamat membaca!

Jangan lupa, utamakan baca Al-Qur'an.

***

Hakam menatap jengah gadis yang kini usianya sudah beranjak dewasa. Ia menolehkan kepalanya ke samping setelah bertemu pandang dengan tatapan tengil milik gadis yang duduk di seberang sofa.

Beberapa koper besar berdiri tegak di samping sofa. Seperti perkataan gadis itu saat beberapa tahun yang lalu, ia ingin melanjutkan pendidikannya di tempat yang sama dengan Hakam. Ya, karena jarak kampus dengan kediamannya lumayan dekat, jadilah orang tuanya menyarankan untuk tinggal di rumah ini daripada menyewa kos.

Senggolan di lengannya menyadarkan Hakam dari lamunannya.

"Kenapa lo? Gak seneng Rubi tinggal di sini?" bisik laki-laki yang sedikit lebih tua darinya.

Hakam mendecak, "Enggak gitu."

"Terus?"

"Belom terbiasa. Padahal dia udah terhitung sering nginap di sini, sejak ngurusin pendaftaran kuliah."

"Ya makanya biasain,"

Alis Hakam terangkat menatap wajah enteng Abangnya. "Biasain apa? Gue canggung."

"Enggak, lo dulu akrab, cuma emang lebih sering cekcoknya."

Hakam meloloskan dengkusannya. "Itu dulu,"

Shaka menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, tangannya terulur untuk menepuk bahu adiknya yang duduk bersebelahan.

"Tolong jaga kakak sepupu kalian ya..." pesan orang tua Rubi.

Fakta bahwa Rubina adalah anak dari kakak perempuan Buya yaitu Ummi Anum, membuat Hakam harus menelan kenyataan.

"Iya, siap Ummi!" jawab Shaka.

"Baik, Ummi." sahut Hakam.

Azhar sekeluarga ditambah dengan anggota baru, Rubina. Mereka berdiri di pekarangan rumah untuk mengantar Anum dan suaminya pulang setelah menitipkan anak pertamanya.

Rubina mengecup pipi gembul adiknya, Rahil. "Kalo kangen tinggal ke sini aja ya, Dek. Deket kok." kekehnya yang langsung mendapat pelototan dari umminya.

"Deket katamu."

Rubi menatap ummi yang cemberut, "Ya emang deket 'kan? Cuma, macetnya aja yang bikin males."

"Iya-iya, sekarepmu." balas ummi, ia beralih menatap anak bungsunya. "Nanti aja ya mainnya, kalo Adek lagi libur sekolah."

Anak laki-laki berusia sembilan tahun itu mengangguk santai. "Oke, Ummi."

Emran memimpin untuk bersalaman terlebih dulu, diikuti oleh anak serta istrinya.

"Baik-baik kamu di sini. Jangan ngerepotin! Jaga batasan!" pesannya yang diangguki semangat oleh Emira.

Emran bersalaman dengan mahramnya, ia hanya menangkupkan kedua telapak tangannya kala bersalaman dengan Jian.

Setelah saling mendoakan dan menitip pesan. Mobil berwarna putih itu meninggalkan pekarangan rumah Azhar, membuat hati Rubi sedikit mencelos.

Usapan di bahunya menyadarkannya dari kenyataan. Rubi menoleh dan langsung mendapati tantenya.

"Kita beresin barang-barang kamu dulu, yuk?"

BAHTERA HARU [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang