18

24 5 0
                                    

Selamat membaca 💐

Semoga kamu bahagia selalu ya <3

Jangan kemana-mana, kita berjuang bareng-bareng

***

Suasana ruang makan tampak ramai, mereka semua sedang sarapan seraya berbincang hangat. Kecuali Hakam yang sepertinya sedang tidak mau diajak bicara. Laki-laki itu hanya diam saja.

Suara kursi berdecit beradu dengan lantai, Hakam mendorongnya lantas bangkit. Ia telah menyelesaikan sarapannya. Kemudian berkeliling mulai menyalami orang tua yang ada di meja makan, sebelum ada yang melontarkan pertanyaan Hakam segera bicara.

"Hakam mau ke rumah Ejaz."

"Sekarang?" terakhir, Hakam mencium tangan ibunya. Ia mengangguk di hadapan wanita cantik itu.

Walaupun kakinya melangkah pasti, pikirannya sedang berkelana. Hakam maju ke depan garasi untuk memastikan, ternyata hujan deras. Tempias air mengenai ujung kakinya yang bersandal.

Hakam urung mengendarai motor. Ia mengambil kunci mobil miliknya, beruntung mobil yang lain tidak menghalangi jalan, sehingga ia bisa langsung tancap gas.

Sejujurnya, keinginannya bukan hanya ingin menemui temannya. Melainkan ia ingin pergi saja, menghindari topik pembicaraan yang akan menggangu hatinya.

Jalanan lengang, kebanyakan mobil yang berlalu lalang menerobos hujan, mungkin para pengendara motor sedang berteduh di ruko-ruko.   Hakam melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Hatinya gundah, jarinya menekan tombol bluetooth untuk menyambungkan audio dari ponselnya ke mobil. Suara murotal ayat suci Al-Qur'an mengalun, Hakam mengikutinya sekaligus murojaah.

Suara murotal, kendaraan, dan hujan yang disertai gemuruh kecil menemani perjalanan singkat Hakam.

***

Setelah gerbang dibuka oleh pak satpam, Hakam masuk dengan mobilnya, memarkirkannya di pekarangan rumah sahabatnya.

Pak Satpam berlari kecil menghampiri bagian kemudi sambil memegang payung. Hakam membuka kaca mobil, lalu terdengar suara Bapak tua itu.

"Ayo, Den. Bapak anterin ke teras." Hakam tersenyum kemudian mengangguk kecil. Setelah menaikkan kaca mobilnya, Hakam segera membuka pintu, yang langsung dipayungi oleh Pak Satpam.

Mereka berlari kecil menuju teras dengan satu payung yang tidak cukup melindungi tubuh besar mereka.

Hakam terkekeh, ia menyeka rambutnya yang basah terkena tetesan air hujan. Ia melihat pakaian Pak Satpam yang basah, begitupun dirinya.

"Makasih ya, Pak. Jangan lupa ngopi." ucap Hakam.

"Siap, Den. Hujan gini emang enaknya ngopi sama goreng pisang." jawab Bapak itu.

Hakam tersenyum mendengarnya, ia berjalan ke daun pintu setelah Pak Satpam pergi dari hadapannya.

Tangannya mengetuk pintu tiga kali sambil mengucapkan salam. Jawaban salam langsung terdengar samar dari dalam rumah. Pintu terbuka, menampilkan sosok ibu temannya.

"Oh, Hakam." katanya sambil menangkupkan kedua tangannya, Hakam pun melakukan hal sama dengan badannya yang sedikit membungkuk.

"Ayo masuk!"

Hakam membuntuti langkah si pemilik rumah.

"Mau ada urusan penting ya?" Mama Ejaz melirik penasaran pada Hakam. Laki-laki itu hanya tersenyum tipis. "Biasa aja. Mau main aja."

Mama Ejaz mengangguk-anggukkan kepalanya. Wanita berkerudung hitam itu bergumam panjang, seperti akan berbicara. "Hakam, kalo Mama boleh kasih saran. Kamu kalo memang benar mau berjuang, berjuang aja. Jangan mundur sebelum berjuang. Kalo memang tidak ingin serius, ya sudah lupakan, ikhlaskan."

BAHTERA HARU [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang