5

109 20 4
                                    

"Abis dari mana, Kam?"

Hakam meletakkan beberapa paper bag yang dibawanya di atas meja. Lantas mendaratkan tubuhnya ke sofa. Dagunya terangkat sekali menunjuk pada paper bag di meja sebagai jawaban.

"Lho? Abang udah pulang?" Jian yang baru masuk ke rumah bersama Rubi, langsung menyapa anak sulungnya.

"Iya Ummah, udah enggak ada kerjaan." Shaka bangkit, menyalami sang ibu. Setelahnya mereka duduk untuk rehat sejenak. Hakam bahkan sudah meneguk dua gelas air yang memang tersedia di ruang keluarga.

"Belanja apa, Mah?"

Jian yang tengah memeriksa isi paper bag mendongak. Kemudian menjawab pertanyaan Shaka.

"Ini, keperluan Rubi."

Mendengar itu, Hakam menghela napas pelan. Ia menyandarkan punggungnya dan memilih untuk memainkan ponselnya.

Shaka mengangguk, "Temen nasi masih ada, Mah? Pengen makan," ucapnya kemudian.

"Oh masih ada, soalnya Ummah sama Mbok, masak banyak." Jian langsung menghentikan kegiatannya, dan bangkit menemani putranya yang ingin makan, padahal jam makan siang sudah sangat lewat.

"Rubi, nanti barang-barang kamu bawa aja ya?"

Rubi yang sedang menatap layar handphone, mendongak dilanjut mengangguk. "Oke Ummah," sahutnya.

Tinggallah mereka berdua di ruang keluarga. Hakam melirik ke arah Rubi yang tengah santai berkutat dengan ponselnya. Menghela napas, Hakam memilih bangkit menuju kamarnya. Belum sempat melangkah, suara Rubi menginterupsinya.

"Ih, mau ke mana? Bentar, temenin gue dulu." Rubi menaikkan kedua kakinya ke atas sofa sambil membenarkan posisi gamisnya agar tetap menutup.

Tidak protes. Hakam memilih duduk kembali.

"Gimana?"

Kening Hakam yang terhalangi rambut mengerut. "Apanya yang gimana?" tanyanya memperjelas.

Rubi menumpuk kedua tangannya di atas bantal sofa yang disimpan di pangkuannya. "Pastry buatan gue," ujarnya seraya menaik-turunkan alisnya.

Hakam mendelik. Mengulum bibirnya sebelum menjawab. "Enak." jawabnya jujur.

Rubi menyatukan tangannya dengan ekspresi berbinar. "Jujur amat 'sih, lo. Makasih atas pujiannya." katanya. Selanjutnya terkekeh melihat respon sepupunya.

"Nanti gue buatin lagi, deh." Hakam hanya bergumam untuk menanggapi sepupunya.

Hening sejenak. Mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing. Tidak berselang lama, suara Rubi kembali memecah hening.

"Kam, hari minggu ada kajian di kampus?"

Hakam mendongak, setelahnya mengangguk. "Iya,"

"Punya undangannya gak? Mau liat dong,"

"Gue kirim,"

Rubi langsung mengunduh undangan online yang dikirimkan Hakam. Lantas bola matanya melebar.

"Pematerinya ustadz Akbar?!" pekiknya tertahan.

Hakam mengangguk.

"Temen lo?" tanya Rubi, nadanya terdengar ragu, ia hanya asal menebak saja.

Hakam mengangguk lagi. Hal itu kembali membuat Rubi melebarkan matanya.

"Demi apa?!" tanyanya tak yakin.

Hakam berdecak, "Gak percayaan amat." ketusnya.

Rubi menegakkan punggungnya, ia menatap Hakam penuh minat.

BAHTERA HARU [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang