Azizel menggerutu sambil meninju pohon besar. Ia sedang frustasi. Pasalnya, ia diberi misi yang hampir mustahil dan harus bisa diselesaikan. Batu Ammolit. Sebuah batu permata langka milik kerajaan yang telah dicuri beberapa waktu lalu. Menurut buku sejarah, Ammolit menyimpan mana agung yang dapat meningkatkan stamina dan sihir pengguna. Ammolit sendiri dibuat oleh Sang Petuah Agung mula-mula dengan bahan utama sisik naga jahat yang telah ia kalahkan. Selain itu, menurut dongeng orang-orang di bawah kaki bukit, diceritakan kalau jumlah Ammolit tidak hanya satu, tapia da beberapa dan tersebar di beberapa titik kerajaan. Sekali lagi, informasi yang masih belum pasti kebenarannya dan berdasarkan dongeng adalah hal yang dibenci Azizel.
“Anak muda yang di sana,” seru seorang lelaki.
“Iya,” Azizel menoleh dan menghampiri lelaki tersebut, terlihat sudah paru baya.
“Tolong bawakan ini, kamu pasti calon prajurit kerajaan bukan?”
Azizel hanya tersenyum. Ia mengangguk. Kemudian membawa sekitar dua puluh kilo kayu bakar yang dikumpulkan pria tersebut. Si pria akhirnya bisa berjalan santai sambil meregangkan punggung. Lagipula, hari sudah mulai gelap, Azizel memang tidak punya alas an untuk tidak membantu si pria. Setelah berjalan sepuluh menit, mereka berdua sampai di rumah si pria. Tepatnya sebuah gubuk reot dan ada seorang bocah laki-laki.
“Kakek!” panggil bocah itu dengan gembira.
“Ini cucuku satu-satunya. Ia sudah yatim piatu karena longsor tahun kemarin.”
“Aku turut berduka untuk anak dan menantu Bapak.”
“Sudah, tidak masalah. Masuklah, sepertinya aku masih punya teh merah khas keluargaku.”
“Tidak, aku harus melanjutkan perjalanan mencari Ammolit,” elak Azizel yang sebenarnya ingin duduk minum teh.
“Ammolit?”
“Iya, telah dicuri dari kerajaan.”
“Aku pernah melihat bayangannya masuk ke dalam rimba Magiya Forest.”
“Magiya Forest?”
“Timur ibukota, arah jam sepuluh.”
“Kakek, aku mau didongengi Kek,” rengek si bocah.
“Kakak ini bisa mendongengimu, ia pandai berdongeng.”
“Benarkah?” tanya si bocah dengan wajah berseri.
“Tapi, aku ….”
“Kamu adalah calon prajurit, jadi harus sigab membantu rakyat.”
Sambil memasang wajah pasrah, Azizel seolah tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Salah satu sifat terdalamnya Azizel adalah tidak berani menolak permintaan seorang sepuh. Apalagi sepuh yang ia temui sekarang sudah tidak memiliki pusat kebahagiaan selain cucu semata wayangnya.
“Ayo segera ke tempat tidurmu.” Si bocah langsung menarik Azizel ke kamarnya. Hanya ada satu kasur kapuk yang muat untuk si bocah.
“Suatu hari, ada seorang bocah yang berlari dari rumahnya menuju pantai ….”
Kurang lebih sepuluh menit Azizel mendongeng, kemudian si bocah benar-benar tertidur pulas dengan mulut yang terbuka. Sedetik kemudian ada gelembung yang muncul dari hidungnya. Dengan jahilnya, Azizel menyentuh gelembung itu. Alih-alih pecah, gelembung justru menyerap seluruh tubuh Azizel. Seolah disedot oleh sedotan yang sangat kuat, tapi hanya Azizel saja yang disedot.
Sedetik kemudian Azizel terjatuh di hamparan lumut, bukan, itu batang kayu yang berlumut. Ia segera bangkit. Di depan matanya ada seorang yang sedang berkemah dengan pakaian serba hitam. Dari dalam tendanya terpancar mana ajaib yang berintensitas hanya satu kedipan mata. Azizel langsung memasang kuda-kuda, tapi sayang ia kalah cepat dengan si pria serba hitam. Dengan gerakan cepat yang tidak terelakkan, satu serangan sihir mengenai Azizel. Sama seperti sebelumnya, sihir kali ini membawa Azizel ke dimensi lain. Serupa hutan–yang Azizel percaya adalah rimba Magiya Forest–tapi berbentuk kubus 10x10x10.
“Aku tidak terkalahkan di area sihirku.”
“Kalau begitu, aku tidak terkalahkan di pertandingan mana pun.”
Mengandalkan kemampuan dash, Azizel mendekatkan tinjunya ke wajah si pria. Sayangnya, itu sia-sia. Si pria dengan lihai menotok aliran pembuluh darah di pergelangan tangannya, sehingga ia jatuh tersungkur dengan tangan kiri yang sedikit bengkok. Segera si pria menendang paha Azizel, tapi dengan cepat Azizel bergulung ke kanan. Si pria langsung mengerahkan sihirnya.
“Sihir Dimensi : Vactu Vilum!”
“Sihir Tinju : Inspire Impero!”
Sihir dimensi berupa bola-bola berwarna jingga matahari tenggelam bertumbuk dengan sihir tinju berupa kepalan melayang. Keduanya tidak habis-habisnya melempar sihir. Sesekali Azizel mendekati si pria, tapi sering gagal karena sihir bola-bola dimensi selalu mengincar kepala Azizel.
“Sihir Dimensi : Vactu Visha Vastura!”
Seketika muncul pedang sewarna dengan bola-bola dimensi. Ketika pedang itu diayunkan ke udara, terciptalah goresan di udara. Goresan yang sama muncul di depan jidat Azizel. Spontan, ia langsung memberikan satu tinjuan ke arah goresan itu. Pikiran Azizel benar, goresan itu menghantarkan sihir tinjunya kepada si pria dan langsung ditebas. Si pria tersenyum karena mengakui kalau Azizel cukup cerdas. Si pria dengan cepat membuat banyak goresan di udara, goresan yang sama bermunculan di sekitar area Azizel. Kini Azizel bingung, goresan mana yang saling terhubung satu sama lain.
“Sihir Dimensi : Vactu Polivilum!” Bola-bola sihir muncul dalam jumlah banyak dan langsung memasuki semua goresan. Saat itu juga muncul di goresan yang lain. Alhasil, Azizel langsung bermanuver ekstrem untuk menghindari semua serangan bola dimensi. Saat tidak mengenai Azizel, bola-bola dimensi masuk lagi ke dalam goresan. Itu berlangsung terus menerus dan tidak berhenti hingga beberapa mengenai Azizel. Bola yang mengenai tubuhnya langung membuat luka potong serius. Untungya tidak ada yang mengenai bagian vitalnya, hanya ujung bahu dan beberapa titik pakaiannya.
“Sihir Tinju : Impero Retingulum!” Tubuhnya bermanuver lentur ke segala arah meninggalkan bekas tinju mengambang di udara. Sepersekian detik berikutnya, seluruh tinju itu melesat. Dalam satu kedipan mata seluruhnya bisa ditangkis oleh si pria. Hanya satu yang tidak bisa ditangkis, itu tepat mengarah ke tengkuknya. Alhasil si pria muntah darah dan dimensi kubusnya lenyap.
“Dasar bocah, bahkan kau juga menghalangiku menyerap Ammolit,” si pria memasang kuda-kuda dan mengarahkan pedangnya ke depan “Dark Mana Expansion : Dimensional Wave Slasher!” Seketika pedangnya bercahaya ungu kebiruan seperti langit senja dan mengeluarkan aura berat, ruang kubus Kembali tercipta. Tiap kali pedangnya diayunkan, ada gelombang-gelombang yang bisa membelah ruang dan waktu.
“Jangan dikira aku tidak punya bekal,” ucap Azizel sambal menenangkan diri, “Thousand Mana Expansion : Release Recollection!” Tubuh Azizel terbakar api berwarna biru terang, kekuatan fisik dan sihirnya meningkat tajam.
Si pria dengan cekatan mengayunkan pedangnya sambal berpindah tempat. Azizel dengan cekatan melempar banyak tinju selagi mengejar si pria. Itu berlangsung lama hingga si pria kehilangan pijakan dan tinju Azizel mengenai tepat di pedangnya, pedang itu hancur. Kemudian Azizel meninju kepalanya. Si pria pingsan dan Azizel membawa serta Ammolit kembali ke kerajaan.
Bionarasi : Noel adalah seorang maba sebuah universitas di Surabaya. Ia gemar menulis sejak pandemic COVID-19. Ia menyukai fantasi dan Sci-fi.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT
Short StorySiapkah kamu menjelajah dunia bersama SOUL? Berisi kumpulan cermin dari para pejuang generasi ketiga. Tidakah membuatmu penasaran dengan isinya? Mari, mampirlah sejenak. Mengikuti kisah yang ditulis oleh para pejuang! . . . SOUL 2023