🌷 Utusan Desa Nilakandi : Philip Beby 🌷

13 4 10
                                    


Hembusan angin malam begitu dingin, hingga menembus jaket tebal Aline.

"Apa masih jauh lagi?" tanyanya pada kedua temannya yang berjalan di depan. Tangannya tak henti mengelus-elus pipinya yang memerah akibat kedinginan.

"Kata bapak itu bentar lagi," respon Risky selaku temannya.

"Sabar aja, Lin. Aku juga kedinginan." Enjel ikut merespon, gertakan giginya terdengar dengan jelas.

Mereka adalah mahasiswa yang sedang melakukan KKN di sebuah desa terpencil, yaitu desa Nilakandi. Sebenarnya mereka ada delapan belas orang, hanya saja mereka bertiga memisah diri untuk menyusuri desa lebih dalam lagi.

"Kita sudah sampai," kata bapak tua yang membantu perjalanan mereka. Di depan mereka terdapat Villa kecil dengan kesan aesthetik dan benar-benar sangat indah.

"Ah, aku bisa merasakan kehangatan di dalam sana." Aline maju duluan dan mengetuk pintunya.

"Jangan mengetuk pintu malam-malam!" Bapak yang membantu perjalanan mereka seketika bersuara keras, membuat ketiga mahasiswa itu terkaget. Tidak lama kemudian pintu terbuka, Aline mundur sedikit.

"Oh, kalian. Saya sudah menunggu kalian sejak lama," sapa wanita cantik di depan mereka. Benar-benar cantik dan manis sekali.

"Halo, Kak. Saya Riski!" Tangannya menjabat erat tangan manis gadis itu.

"Salam kenal. Terima kasih pak sudah mengantarkan mereka ke sini. Hati-hati di jalan, sudah malam." Kemudian mereka berempat masuk ke dalam. Suasana yang pertama kali di rasakan oleh Aline adalah kenyamanan dan ketenangan, ia tidak salah ikut ke sini untuk menjelajah desa Nilakandi lebih dalam lagi.

"Tempat ini bagus, mengapa tidak banyak orang datang ke sini?" Riski bertanya sambil melihat sekeliling tempat.

"Kamar kalian ada di sebelah sana. Maaf karena menyediakan kalian satu kamar, tapi tenang saja di sana ada dua tempat tidur. Selamat malam," jelas gadis cantik itu sambil menunjuk kamar yang berada di sebelah kiri mereka.

Aline berlari ke kamar dan membaringkan badannya di atas kasur. "Nyaman sekali!" soraknya bahagia.

Enjel meletakkan tasnya dan ikut berbaring bersama dengan Aline. "Ayo bergabung, Ki!" ajak gadis berambut pendek itu.

Riski menolak, ia membuka jendela dan melihat ke sekeliling, ternyata mereka berada di puncak gunung. Ia dapat melihat pusat desa Nilakandi dari jendela kamar Villa itu.

"Guys, aku mau nanya sesuatu," katanya sambil menoleh ke belakang dan terhenti saat mendengar dengkuran dua gadis di atas kasur itu.

"Dasar kebo," jengkelnya. Ia memilih untuk membersihkan diri setelah itu mengeluarkan buku- bukunya untuk mencatat hal penting yang akan mereka selesaikan selama KKN di desa ini. Hingga akhirnya tiba jam sepuluh malam, Riski selesai mengerjakan tugasnya.

Ia memilih untuk melihat sekeliling Villa. Keluar dari kamar adalah tujuannya. Hingga akhirnya langkahnya terhenti ketika ia melihat ke belakangan. Ada dua kamar lagi di sana. Berarti di sini ada tiga kamar, tapi mengapa memberi kami satu kamar? Siapa di sana? Pertanyaan itu memenuhi isi kepala Riski. Kemudian, ia teringat akan perkataan bapak yang membawa mereka ke sini.

Riski masuk kembali ke kamar, menutup jendela dan mengunci pintu. Kemudian, ia mengetuk pintu kamar itu dan mundur beberapa langkah. Ia merasa ada yang tidak beres di Villa ini sejak mereka melewati kawasan pusat desa Nilakandi.

Terdengar langkah seseorang di luar sana, berjalan perlahan dan kemudian berhenti. Berjalan lagi dan berhenti, terdengar seperti mondar-mandir di depan pintu kamar mereka.

"Aku tau kau di sana," suara berat terdengar dari luar kamar. Buluk kuduk Riski meremang. "Aku sudah menunggumu sejak lama." Suaranya terdengar semakin jelas.

"Kenapa kau membangunkannya?" Riski terlonjak kaget mendengar itu, ia menoleh ke belakang dan melihat Enjel terbangun, matanya menghitam. Ia menatap Riski tajam.

"Kenapa?" Enjel berteriak keras sambil berlari kencang ke arah Riski. Sontak hal itu membuat Riski membuka pintu kamar dengan cepat. Begitu terkejutnya ia ketika melihat sebuah serigala putih ada di depan sana dan gadis itu berada di sebelahnya.

"Manusia tidak berguna!" Riski berlari semakin mendekat ke arah gadis itu, walaupun matanya memancar warna merah menyala.

Ia tersungkur ke lantai dan merangkak sambil melihat ke atas . Ia begitu ketakutan sekarang, gadis itu hanya terdiam. Sedangkan suara gaduh di belakangnya terdengar dengan keras. Beberapa kali ia terdengar suara jeritan dan hingga akhirnya semuanya terasa sunyi. Riski terdiam, ia berdiri dan menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya ia melihat Enjel berlumuran darah sedangkan wajah Aline terkena cipratan darah. Serigala itu segera keluar melalui jendela.

"Terima kasih," bisik gadis di belakangnya. "Kau membantu kami menangkap roh terkutuk itu."

Semuanya terlihat gelap dan pertahanannya terasa lemas. Ia tersungkur kembali ke lantai.

"Roh terkutuk telah dikurung dan roh Suci mendapatkan ampunan. Terima kasih telah membantu." Gadis itu menepuk-nepuk kepala Aline seperti seorang kakak kepada adiknya.

"Maaf karena aku pernah tidak sengaja membebaskannya. Aku sudah bertanggung jawab," sahut Aline. Samar-samar Riski melihat Aline berlutut di depan gadis itu dengan cahaya putih di keningnya. Berbentuk seperti sebuah permata.

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang