Denovan, seorang tentara angkatan laut, terjebak di sebuah pulau kecil yang jauh dari jangkauan. Ia bersama beberapa orang lainnya, awalnya memutuskan untuk pergi bersama. Tapi setelah beberapa saat turun dari kapal, mereka semua terpaksa berpencar karena serangan mendadak.
Denovan sama sekali tak menyangka jika serangan ini adalah suatu hal yang sudah direncanakan. Namun, ia lebih terkejut saat mengetahui siapa dalangnya. Herry, tentara yang berada satu pangkat di bawahnya justru bekerjasama dengan Liam, sang kapten mereka.
“Apa yang kalian lakukan?” seru Denovan dengan napas tercekat. Dadanya bergemuruh menyaksikan pemandangan yang sangat menjijikkan. Herry dan Liam, mereka berdua melakukan pembunuhan secara massal pada delapan belas orang tentara yang menjadi kelompoknya.
“Hanya bersenang-senang,” jawab Liam seraya mengedikkan bahu, sama sekali tak merasa bersalah.
“Benar, sekalian pembalasan dendam,” sahut Herry. Mereka berdua ber-tos ria lalu tertawa bersama.
Denovan merasa sangat menyesal karena pernah berkata bahwa mereka berdua adalah orang baik. Ia juga menyesal tak mengindahkan ucapan adik bungsunya yang melarang untuk pergi ke pulau ini.
“Sekarang giliranmu Denovan Algibrani Tansa!” desis Liam. Netranya berkilat dengan tatapan yang menghunus tajam. Kesempatan ini tidak akan pernah ia sia-sia kan.
Jantung Denovan berdegup kencang. Tubuhnya terasa meremang saat nama lengkapnya disebutkan. Ia merasa gentar dan juga bingung secara bersamaan. Darimana kapten itu tahu nama lengkapnya?
Liam terkekeh melihat raut bingung bawahannya. “Aku tahu, kau pasti penasaran ‘kan? Baiklah, akan ku ceritakan. Dengarkan ini baik-baik.” Liam mengambil posisi duduk di atas dahan yang sudah tumbang. Tangan kanannya bersender pada senapan yang ia gunakan untuk menembak barusan.
Dua puluh tujuh tahun yang lalu, Liam yang merupakan tentara angkatan laut tengah melakukan tugas di salah satu kota yang berada di Sumatera Selatan. Saat itu, Liam yang merupakan Letnan Satu bersama kelompoknya tengah melakukan tugas di daerah tersebut yang terkena dampak banjir bandang.
Ia bersama rekannya, membantu para warga menuju tempat pengungsian sementara. Namun, seseorang malah menarik perhatian laki-laki bertubuh jangkung ini. Seorang perempuan dengan netra coklat yang terlihat meneduhkan.
Liam yang dikenal anti dengan perempuan, justru jatuh cinta pada perempuan yang usianya terpaut dua tahun di atasnya. Selama bertugas, selama itu pula ia selalu memerhatikan perempuan tersebut. Hingga sebuah kabar tak mengenakkan membuat Liam naik pitam.
Cinta tulus yang mulanya dirasakan Liam, justru berubah menjadi sebuah obsesi. Ia tak terima
jika perempuan itu sudah menikah dan dikaruniai seorang putra. Pikirannya terasa kalut dan saat itulah terjadi hal yang tak diinginkan.
Liam merasa puas setelah melakukan hal tersebut. Ia justru meninggalkan perempuan itu di sebuah rumah kecil yang menjadi saksi bisu atas ulahnya. Namun, ia tak menyangka saat mengetahui bahwa perempuan tersebut sudah pergi saat ia kembali dari tugas.
Bertahun-tahun Liam mencari keberadaan perempuan dan juga anaknya. Entahlah, yang ada dipikiran Liam saat itu adalah anaknya tidak mungkin di gugurkan. Liam percaya dengan asumsinya.
Hal itu seolah diwujudkan oleh semesta. Liam bertemu dengan perempuan sekaligus anaknya saat hari kelulusan akademi. Rasa ingin memiliki kembali menyeruak di relung hatinya.
***
“Gimana, Pak? Udah dapet sinyal belum?” tanya Shakira usai kembali dari awak kapal. Ia bersama kakaknya, dan anggota tentara lain tengah berada di laut, menyusul kapal yang digunakan oleh kelompok Denovan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT
KurzgeschichtenSiapkah kamu menjelajah dunia bersama SOUL? Berisi kumpulan cermin dari para pejuang generasi ketiga. Tidakah membuatmu penasaran dengan isinya? Mari, mampirlah sejenak. Mengikuti kisah yang ditulis oleh para pejuang! . . . SOUL 2023