🌷 Aku tak Tahu : Natara Yuemada 🌷

8 0 10
                                    

Kretek … kretek …

Sebuah suara membuat Aksa terbangun dari tidurnya. Matanya menilik satu per satu sudut ruangan yang gelap, namun tidak menemukan apa pun. Lampu yang sudah dimatikan, dan suara jangkrik malam kembali memenuhi telinganya. Terbesit pikiran untuk kembali tidur, setelah tidak melihat apa-apa. 

    Matanya kembali tertutup, ketika merasakan kipas angin yang berembus perlahan. Rasa Lelah setelah berkegiatan seharian membuatnya harus tertidur dengan lelap, bersiap untuk kegiatan di hari berikutnya. Belum sempat ia terlelap ke dalam mimpi-mimpinya kembali, alarm ponselnya berbunyi. Aksa langsung duduk tegap, berusaha menjangkau alarm yang ia letakkan jauh di atas lemari.

    “Sial, sudah pagi aja,” keluhnya.

    Aksa berdiri, berusaha menjangkau alarm yang dia letakkan di atas lemari. Posisi alarm mempertimbangkan dirinya yang mudah sekali kembali terlelap jika tidak berdiri, jika saja dia letakkan di sebelahnya, setelah dimatikan, ia kembali tertidur. Karena Kasur menjadi salah satu setan yang menghasut untuk kembali tidur.

    Segera mungkin Aksa bersiap, mengambil handuknya dan membuka semua jendela yang ada di kamarnya. Sebagai anak kos yang rajin dan baik, tentunya rutinitas pagi ini sudah menjadi kebiasaannya. Dia harus membiasakan diri dengan itu semua.

    Tidak butuh waktu lama, laki-laki berusia 19 tahun itu sudah siap dengan baju kemeja putih kotak-kotaknya, dipadukan dengan celana jeans berwarna donker. Mahasiswa jurusan Teknik Sipil ini sudah siap berangkat ke kelas. 

    Aksa keluar dari kamarnya, memasang sepatu dan mengunci pintu. Bertepatan dengan datangnya seorang laki-laki di belakangnya dan menyapa, “Pagi, Aksa!”

    “Yo, pagi. Kelas lo pagi juga?” Aksa bertanya.

    Lelaki itu menggeleng, “Harusnya engga, tapi dosen gue kasih waktu bimbingan pagi ini. Katanya disuruh stand by aja di kantor,” jawab lelaki itu.

    “Hahaha, palingan bu Mira bakalan dating sore, Cup!” Aksa tertawa ringan.

    “Itu lo tahu, tapi kalua gue yang telat. Lo tau lah ‘kan gimana respon ibunya?” cemberut Ucup yang sudah memahami karakteristik dosennya.

    “Kalian jadi mahasiswa harus tepat waktu! Saya bias lihat, ya, mana yang pintar dari waktu datangnya aja!” Aksa mulai menirukan karakter dosen mereka. “Gitu, kan?”

    Ucup memutar bola mata, “Itu lo tahu, andai kita sekelas,” keluhnya.

    Aksa mengubris pembicaraan Ucup. Dia masih memeriksa kosnya melalui jendela. Terlihat semuanya sudah selesai dia rapikan. Ucup pun berpamitan untuk berangkat terlebih dahulu. Takut terlambat katanya.

    Setelah semua dipastikan aman, Aksa berbalik. Dia mau menyusul Ucup dan berangkat ke kampus.

    Kretek … kretek …

    Suara yang sama kembali ia dengan. Kali ini lebih jelas dan rasanya sangat dekat. Suara itu berasal dari balik pintu kamar kosnya. Sebelum Aksa sempat kembali mengecek, dia melihat salah seorang teman satu kosnya berlarian. Napasnya tersengal, tampak raut takut dari wajahnya.

    “Kenapa?” tanya Aksa panik.

    “Itu … ada … ada darah ngalir dari kamar Ucup,” latah laki-laki itu.

    Wajah Aksa berubah datar, “Becandaan lo berlebihan. Lo bikin konten prank lagi kan?” tanya Aksa malas.

    “Sumpah! Lo cek sendiri, gue mau lapor ke bapak kos dulu.” 

    Tidak percaya dengan perkataan temannya, Aksa lantas ikut berlari ke arah kamar Ucup. Kamarnya yang berada paling ujung, tak butuh beberapa menit Aksa sampai di sana dengan mata terbelalak. 

    “Ucup?” teriaknya.

    Aksa berharap ini hanya konten prank lain dari Ucup yang memang terkenal suka membuat prank bersama Satria. Namun kali ini, sepertinya bukan prank sama sekali. Bapak kos dating ke sana dengan kunci cadangan. Saat di buka, sesuatu menahan pintu. Bapak kos dan Aksa memaksa mendorong pintu, dan saat dibuka, semuanya terperangah kaget.

    “Ucup?!”

    Wajah memar, dengan kepala terpenggal dan jemari yang menghilang. Kondisi Ucup dengan mata terbelalak itu sungguh memprihatinkan. Aksa langsung memuntahkan isi perutnya, melihat robekan di perut Ucup dengan usus yang terbusai keluar. 

    Kepalanya tiba-tiba pusing, tidak bias melihat terlalu banyak darah. Bapak kos langsung menutup pintu kembali, membiarkan polisi mengurusnya. Satria yang melihat kejadian langsung menelpon pihak berwajib. Sementara Aksa mulai terduduk lemas setelah melihat langsung pemandangan yang ada di hadapannya.

    Bapak kos berusaha menenangkannya, “Aksa tenang … kita bakalan cari tahu kenapa ini terjadi. Kamu tenangkan diri ya … Bapak ikut panik lihat kamu kayak gini,” ucap Bapak kos lemut.

    Aksa mendengar itu, namun rasanya dia tidak bias memberikan respon dari perkataan bapak kos. Kepalanya masih berputar, rasanya semuanya tidak nyata. Aksa berusaha menarik napas Panjang, berusaha agar tenang dan tidak panik. Temannya, sudah tiada.

    “Aman, Aksa?” Bapak kos kembali bertanya.

    Kretek … kretek ….

    Kembali Aksa mendengar suara yang sama, bersamaan dengan ucapan Bapak kos. 

    Tidak lama setelah itu, matanya berkunang, namun dia bias melihat dengan jelas Satria yang tiba-tiba terjatuh dan bapak kos yang menegang. Sebuah percikan cairan merah mengenai wajah Aksa. 

    “AAAAAA!” Dia berteriak histeris. Tidak tahu lagi apa yang akan dia lakukan. 

    Pagi ini dia baru saja berbicara dengan Ucup, dan kini ia bias melihat mayat Ucup yang terbujur kaku di depan pintu kosnya. Pagi ini dia masih berbincang dengan Satria, dan kini ia melihat sosok Satria dengan kaki yang sudah terpotong. Ditambah dengan leher bapak kos yang masih mengucurkan darah.

    Aksa berlari kembali ke kamarnya. Mengunci pintu kamrnya kembali. Tanpa sadar, kakinya menginjak sebuah benda empuk yang membuatnya tersandung. Kini matanya menatap kea rah bawah tempat tidur.

    Mata Aksa terbelalak kaget, sepasang tangan dan sepasang kaki terlihat jelas berada di bawah tempat tidurnya. 

-oOo-

    “Dia masih tidak mengaku?” Sebuah suara berat terdengar di dalam ruangan yang menggema.

    Salah satu pria dengan seragam lengkapnya menggeleng. “Tidak.”

    Laki-laki muda dengan borgol di tangannya tersenyum tipis. “Aku tidak tahu ….” Lirihnya.

    Kretek … kretek ….

BIONARASI

Seorang pecinta seni penampilan, music, dan gambar. Natara Yuemada. 

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang