19

167 29 6
                                    

EXMALFAGIO

"Kau bangun lebih cepat dari yang kukira Rhiana" Lusi tersenyum tipis sambil berjalan kesana kemari nampak sedang sibuk dengan beberapa pekerjaannya.

Sementara Rhiana yang pada saat itu belum sadar sepenuhnya hanya diam sembari menyesuaikan pandangannya dengan cahaya lampu. Rhiana ingat, semalam dia melihat-lihat sekitar kamar mewah dan luas itu sebelum melempar tubuhnya ke atas ranjang. Setelah itu Rhiana tidak ingat apapun lagi kecuali saat ini dia kebingungan sendiri bersama Lusi yang kini tengah sibuk mengeluarkan makanan dari dalam tote bag.

"Lusi. Kenapa kau bisa ada disini?" Rhiana kemudian bangun.

"Membawakanmu pakaian dan makanan"

Rhiana menoleh pada jam dinding "Pukul 5 pagi?"

"Tadinya rencanaku datang pukul 7 pagi. Tapi aku dapat kabar kalau putriku sakit jadi aku cepat-cepat kesini lalu pulang. Aku harap aku tidak mengganggu tidurmu" Lusi, dengan senyum hangat seperti biasanya.

"Ya Ampun. Kau tidak perlu datang kesini, kau bisa langsung pulang dan menemui putrimu yang sakit"

"Aku sedang bekerja. Tidak baik meninggalkan pekerjaan begitu saja. Lagi pula putriku bersama neneknya, jadi aku tidak terlalu khawatir"

Rhiana mengangguk-angguk kecil lalu menghampiri Lusi "sekarang pulang lah"

"Bajumu aku letakkan di atas meja. Dan makanan mu...." Lusi sengaja menggantung kalimatnya dan menatap ke-meja "Aku tidak sempat memasak jadi aku beli di restoran sebelah. Tolong jangan beri tahu Tuan Jimin"

"Apa dia marah kalau tau bukan kau yang memasak?"

"Dia tidak suka pekerjanya makan gaji buta. Tapi aku pasti akan mengganti hari ini dengan hari berikutnya hingga aku tidak akan makan gaji buta" Lusi menghela nafas lalu mengambil tas nya "kau tidurlah lagi. Makanannya bisa kau panaskan nanti. Ada microwave di luar"

"Baiklah. Pergilah cepat. Putrimu pasti membutuhkan mu"

Lusi mengangguk dan keluar dari sana. Selang beberapa detik Rhiana pun menyusul dan menemukan Jimin tertidur dalam posisi duduk di kursinya. Di depannya, laptop tetap menyala dan notifikasi di ponselnya terus masuk. Padahal ini masih subuh tapi beberapa orang sudah berkali-kali menghubunginya.

Rhiana mendekat.

"Sudah bangun?"

Rhiana tersentak kaget buru-buru berbalik.

"Mau kemana?" Jimin melihat jam tangannya "masih pukul 5"

"Aku mau pulang"

"Regar belum datang"

"Aku bisa pulang naik taksi"

"Tidak ada taksi subuh-subuh begini" Jimin berdiri dan mendekati Rhiana "Masuk dan tidurlah lagi"

"Telfonkan Regar. Suruh dia datang sekarang"

"Apa kau tidak kasian pada Regar. Dia pasti masih tidur"

"Kenapa aku harus kasian pada Regar sementara kau tidak kasian pada Lusi?"

Alis Jimin terangkat bingung.

"Anak Lusi sedang sakit tapi kau suruh dia datang kesini hanya untuk membawakan makanan dan pakaian"

"Anaknya sakit?" Jimin mengambil ponselnya dan menekan Satu nomor di kontaknya. Hanya sekitar 5 detik menunggu barulah panggilannya terjawab "Putrimu sakit?"

"Ahh iya Tuan. Aku tidak sempat bilang. Tapi ini tidak apa-apa. Hanya demam biasa"

"Aku akan suruh Dokter Ricart kesana" katanya dan menutup panggilan begitu saja. Kemudian kembali menatap Rhiana "tidurlah lagi. Aku sendiri yang akan mengantarmu pulang nanti"

IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang