22

194 28 10
                                    

ExMalFagiO

Sejak masuk kedalam mobil, kemudian sampai di bandara, melewati garbarata dan akhirnya masuk kedalam pesawat. Jimin tidak pernah mau berhenti menatap Rhiana sambil tersenyum. Rhiana sampai salah tingkah tiada habisnya hingga kini duduk saling berhadapan di sofa pesawat pribadi milik Jimin. Rhiana juga sudah mencoba mengabaikan pria itu tetapi tetap saja merasa malu.

Pasalnya, usai menolak ajakan ke Monako Rhiana tiba-tiba berubah fikiran lalu berlari menghampiri Jimin yang baru saja akan berangkat tadi. Hal itu yang membuatnya semakin malu karna jelas dia tidak punya pendirian.

"Pipimu semakin merah"

Rhiana menangkup kedua pipinya "A aku merasa panas"

"Ini tidak panas sama sekali"

"Menurutku panas. Pendingin disini buruk sekali"

Jimin terkekeh "benarkah. Nanti aku suruh mereka memeriksa mungkin ada yang salah" Jimin berpindah kesebelah Rhiana. Lalu membuka dua kancing teratas kemeja wanita itu sehingga belahannya terlihat "Lain kali biarkan begini saat bersamaku"

Rhiana menyilangkan kedua tangan di dada "kau tidak punya malu. Senang sekali melecehkan orang. Dasar bajingan mesum"

"Terlalu kasar Caitlin"

"Aku tidak peduli. Lagi pula itu salahmu, melakukan hal tidak sopan. Menyentuhku sesukamu. Aku akan melaporkan mu kepolisi"

Jimin menangkup kedua pipi Rhiana kemudian berdesis seolah ingin menggigit wanita itu karna terlalu gemas. Dia tertawa kegelian saat Rhiana menghempaskan tangannya.

"Kenapa tiba-tiba berubah fikiran?"

Rhiana berdehem sambil memperbaiki posisi duduknya "Mungkin memang aku harus mengunjungi makam ibuku. Seperti katamu"

"Jadi ini pertama kalimu semenjak ibumu meninggal?"

"Iya. Aku...." Rhiana sengaja menggantung kalimatnya kemudian menoleh pada Jimin "takut bertemu keluargaku"

"Mereka tidak akan melukaimu"

Rhiana mengangguk-ngangguk dan tersenyum tipis. Namun tidak melanjutkan pembahasan itu dan mengalihkan "bukankah ayahmu ada di Monako?"

"Iya. Kau mau bertemu dengannya?"

"Tidak"

"Kenapa?" Jimin tertawa.

"Untuk apa"

"Untuk saling mengenal Menantu dan ayah mertua. Apa lagi sayang"

Rhiana mencubit perut Jimin "Aku tidak mau. Awas saja kalau kau membawaku bertemu dengannya aku tidak akan mau bicara padamu lagi"

Saat Jimin meringis sambil memegang perutnya, Rhiana langsung panik sebab baru teringat luka pria itu "Aku minta maaf. Aku lupa" Rhiana mengangkat kaos putih yang dikenakan Jimin "kenapa kau buka perbannya. Lukanya masih basah"

"Hampir mengering"

"Mengering apanya. Bahkan darahnya saja masih keluar"

"Sudah tidak apa-apa"

Bersamaan dengan itu. Regar dan Kenan datang kesana lalu duduk di depan Rhiana Dan Jimin.

"Aku tidak tau kenapa harus ikut dalam perjalanan bisnis ini. Aku ini mafia bukan pebisnis" Kenan menghela nafas besar.

Regar melirik Rhiana lalu tertawa "Kau lucu sekali. Lucu"

Jimin mengelus rambut Rhiana "Pergilah istirahat di kamar"

IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang