12

153 33 12
                                    

ExmAlFagiO

Kegugupan Rhiana berlangsung lama sejak dia memutuskan untuk ikut dengan Jimin ke pesta pernikahan adiknya. Dugaan-dugaan buruk terus berputar-putar didalam otaknya membuatnya panas dingin sampai harus bolak-balik ke toilet. Agak berlebihan, tetapi Rhiana sungguh gugup dan Malu.

"Ayo berangkat" Jimin muncul di depan pintu.

Rhiana masih enggan berdiri dari duduknya. Dia hanya menatap Jimin tanpa mau bergerak sama sekali.

"Kau belum siap?"

Rhiana mengangguk.

Jimin mengirim senyum simpul dan mendatangi wanita itu. Kemudian berlutut di hadapan Rhiana sambil meraih tangannya untuk di genggam "kalau tidak mau tidak usah" katanya sembari mengelus pipi Rhiana.

"Tidak. Aku mau" Rhiana akhirnya berdiri "Ayo" Ujarnya dan berjalan terlebih dahulu.

Kali ini Rhiana mengenakan gaun panjang berwarna hitam yang mempunyai belahan hampir ke paha. Di bagian pundaknya di biarkan terbuka sementara rambutnya di urai asal. Dan itu masih pilihan dan pemberian Jimin. Awalnya Rhiana menolak, mengingat harga baju yang di berikan Jimin semuanya begitu fantastis, tetapi Pria itu selalu saja berhasil membujuknya.

Terlepas dari semua itu. Yang lebih mengganggu hati Rhiana sampai saat ini adalah acara pernikahan adiknya Jimin. Keluarga ini bukan orang-orang biasa, orang tua Jimin pastilah sangat terhormat dan mengenal banyak orang terhormat lainnya. Pernikahan ini pasti banyak sekali orang-orang kaya raya. Yang Rhiana khawatirkan, bagaimana jika dia membuat malu. Sebab, dia hanyalah wanita asing dari kelas rendahan.

"Jimin" begitu Mobil meninggalkan area rumah. Rhiana semakin panik "Bagaimana kalau aku tidak usah pergi saja"

"Apa yang membuatmu begitu takut hmm?"

"Disana pasti banyak sekali media dari berbagai siaran televisi. Bagaimana kalau mereka memberitakanmu yang tidak-tidak"

"Aku tidak masalah. Jangan khawatirkan itu Caitlin"

Rhiana menarik nafas panjang lalu di hembuskan. Dia mencoba membuat dirinya tenang dan mengalah saja. Lagi pula mobil sudah terlanjur jalan, dia tidak ingin membuat Jimin sampai terlambat kepernikahan adiknya gara-gara dia.

"Sampel tanah yang kau minta sudah ada di mejamu" Regar yang tengah menyetir tiba-tiba mengisi keheningan.

Jimin mengalihkan perhatiannya dari hp lalu mendangak "akan aku lihat besok. Kau sudah sampaikan kalau aku ingin bertemu dengannya besok?"

"Sudah. Besok sekalian dia akan membawa sertifikat tanahnya"

"Kau sudah periksa sebelumnya?"

"Asli dan bebas sengketa. Tinggal membuat bukti peralihan hak" Regar sesekali melirik Jimin di kaca "Ngomong-ngomong untuk apa tanah itu?"

"Ada banyak sekali anak-anak tidak punya orang tua berkeliaran di area itu. Aku mau membangun panti asuhan. Itu bukan keinginanku, tapi saran dari Jack"

Regar tertawa "kenapa kau selalu menjual nama orang kalau sedang berbuat baik"

Jimin tidak menanggapi. Kini dia beralih menatap Rhiana di sebelahnya yang sejak tadi diam sambil menatap keluar jendela. Jimin tersenyum tipis kemudian pelan-pelan menggenggam tangan Rhiana hingga wanita itu refleks menoleh.

"Kau kedinginan?"

Rhiana menggeleng "hanya sedikit merasa sakit perut saja"

Tangan Jimin menyelusup kebalik punggung Rhiana lalu menarik wanita itu merapat padanya "Apa kau segugup itu"

IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang