20

159 28 6
                                    

EXMALFAGIO

Pulang ke apartemen Sebelum kerumah Jimin. sebenarnya Rhiana hanya ingin mengambil satu foto kecil bersama dengan ibunya saat dia berumur 12 tahun di Monako waktu mereka berlibur bersama. Dan juga untuk memberikan kartu apartemen serta bayaran terakhir nya.

Dia sampai di rumah Jimin Pukul 11 malam dan langsung mandi sebab cuaca panas sekali malam ini. Jadi setelah selesai, Rhiana memilih berdiri di balkon kamar sambil minum secangkir teh hangat yang di bawakan Lusi tadi. Dan juga.... yah, Rhiana pastinya memikirkan bagaimana kehidupan nya sehabis ini. Tinggal di rumah mewah bersama dengan seorang pria, apa lagi yang bisa dia lakukan. Rhiana tak habis fikir bisa menerima tawaran se tidak jelas itu.

Dulu, saat Rhiana tinggal sendiri. kehidupannya hanya kuliah, main dengan Karina, pacaran, dan juga kerja paruh waktu di sebuah Cafe. Tapi sekarang tak ada lagi pacaran, tak ada Karina, dan tak ada kerja paruh waktu. Selain kuliah, apa lagi. Rhiana benar-benar rindu menghabiskan malam di club sembari minum wine.

Rhiana berbalik saat mendengar pintu kamar di buka. Kini Jimin berdiri disana sambil bersedekap dan bersandar di daun pintu sedang menatap nya dengan melempar senyum. Lama mereka saling pandang sebelum Jimin bicara.

"Aku boleh masuk?"

Rhiana tidak tau kenapa Jimin harus meminta izin padahal itu kamarnya. Tapi Rhiana hanya menjawab ya seadanya kemudian berbalik kembali. Yang ia dengar hanya langkah kaki mendekat sampai akhirnya Jimin berdiri di sebelahnya.

"Kenapa belum tidur?"

"Belum mengantuk" Rhiana tiba-tiba merasa canggung dan gugup karna Jimin terus menatapnya. Jadi dia tidak mau membalas tatapan itu lantaran mendangak menatap bulan yang tampak sangat cantik malam itu.

"Sudah makan malam?"

"Sudah. Lusi mengantarkan kesini tadi"

"Aku senang kau mau tinggal disini"

Rhiana berdehem. sekarang tatapannya jatuh di atas gelas teh yang ia pegang "Aku tidak tau aku harus apa disini"

"Lakukan apapun yang kau inginkan"

"Aku tidak punya sesuatu pun untuk dilakukan. Aku seperti hanya menumpang hidup padamu"

Jimin menyingkirkan beberapa helai rambut Rhiana kebelakang telinga "jangan berfikiran begitu. Semua milikku adalah milikmu juga, anggap saja begitu. Rumah ini milikmu, semua pelayan dan orang ku adalah milikmu, termasuk hatiku juga milikmu"

"Andai ada seseorang mengadakan lomba membual. Kau mendapat peluang besar untuk juara satu"

Jimin tersenyum lebar sampai deretan giginya terlihat "aku serius"

"Sepertinya aku akan tetap kerja"

"Kerja?"

"Kerja paruh waktu di cafe dekat kampusku"

"Untuk apa kerja. Aku punya banyak uang. Sebutkan saja nominalnya, pasti aku berikan"

Rhiana berdecak dan melirik Jimin sekilas "aku bukan wanita seperti itu. Aku tidak mau hidup dengan uangmu"

"Aku akan senang kalau kau mau mengandalkan ku" Jimin diam sebentar dan bicara lagi beberapa menit berselang "Bagaimana kalau kau jadi asisten ku saja"

Rhiana mengangkat satu alisnya namun belum menyela perkataan Jimin.

"Mengurusku. Seperti menyiapkan pakaian, memakaikan dasi, memas..."

"Itu bukan asisten, tapi baby sitter"

IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang