25

283 31 11
                                    

ExMalFagiO

"Kau senang?" Jimin mengusap-usap puncak kepala Rhiana.

Sementara Rhiana hanya mengangguk. Dia tidak mau menatap Jimin sejak masuk kedalam mobil sebab merasa gugup. Sialnya, Jimin malah menarik dagunya sampai pandangan mereka akhirnya bertemu. Dan Rhiana sadar, Fokus Jimin terpecahkan pada pipinya yang merah.

"Habis bertemu dengan siapa?"

"Dengan Nenek Gena"

"Sebelum itu?"

"Tidak bertemu siapa-siapa. Aku ke makam ibuku"

Jimin beralih menatap Regar yang tengah menyetir didepan "Siapa pelakunya Regar?"

"Angelina sepupunya"

"Cari tau tentang perempuan itu"

"Tidak usah" Rhiana menyela cepat "Angelina itu putrinya Reno Aloysius, saudara ayahku"

"Kenapa dia menamparmu?"

"Karna dia kesal. Tapi tidak apa-apa, masalahnya sudah selesai"

Jimin tidak bicara lagi. Dia menarik pinggul Rhiana mendekat dan memeluknya. Sejenak dia tersenyum tipis, Sebab Rhiana tidak lagi menolaknya. Wanita itu kini mulai menerima sentuhannya.

"Kita mau kemana?" Sadar mobil tidak mengarah ke jalan menuju hotel. Rhiana menatap Jimin sambil bertanya kemana mereka akan pergi tengah malam begini.

"Pindah ke vila"

"Tapi bajuku?"

"Sudah dipindahkan semua"

Rhiana kembali menyandarkan kepalanya di pundak Jimin tanpa di perintah, benar-benar dalam keadaan sadar atas kemauan nya sendiri. Rhiana menghela nafas "kenapa hidupku jadi seperti ini"

"Seperti ini bagaimana?"

"Tidak jelas"

"Apanya yang tidak jelas. Biar kujelaskan sayang" Nada suara Jimin terdengar jail sementara tangannya meraba raba sekitaran pinggul Rhiana.

Rhiana memukul punggung tangan Jimin "Aku ini siapa bagimu?"

"Apa yang ingin kau dengar?"

"Menurutmu apa?"

Jimin terkekeh lucu "hmm asisten. Kau asisten ku yang tak pernah menjalankan tugasnya"

"Sejak kapan aku jadi asisten mu?"

"Sejak kau menyetujui gaji seratus juta mu perbulan. Aku sudah memberikan dua kali Gaji besarmu tapi kau bahkan belum pernah melakukan apapun"

"Sampai kapan aku harus jadi asistenmu dan hidup seperti ini?"

"Sampai kau mau jadi istriku"

Rhiana mendangak menatap Jimin "kau bilang pada akhirnya aku akan tetap menjadi istrimu kan. jadi mau atau tidak nya aku, harusnya kau tak perlu takut dan mengurungku"

"Aku tidak mengurungmu?" Jimin mencium kening Rhiana.

"Kau memaksaku tinggal bersamamu di rumahmu"

"Aku hanya tidak mau kau hidup nakal diluar"

"Aku tidak nakal"

Jimin memperbaiki posisinya menghadap pada Rhiana "apa menurutmu pergi ke club setiap malam itu tidak nakal. Pertama kali aku menemukan mu dalam keadaan mabuk, kau menarikku kekamar dan disana kau mendorongku ke atas ranjang, menciumku. Saat kutanya apa kau mau diremas kau mengangguk mengiyakan. Andai malam itu bukan aku...."

IncidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang