Bab 1 Kehidupan Sia-sia

27.9K 955 0
                                    

"Nona, Anda sudah bangun?"

Esme Andreas baru saja membuka matanya. Ketika suara seorang gadis muda menggema di telinganya, Esme belum merespon apa yang ada di sekelilingnya.

Namun, panggilan ini terlalu asing.
Bahkan jika dia masih menjalani kehidupan di istana, pelayan istana seharusnya memanggil dia dengan sebutan Niang Niang [referensi ke posisi Selir ekspansi]. Kenapa sekarang jadi berbeda?

Dalam keadaan setengah sadar, Esme merasa tersesat.

Bulu mata panjang yang tebal dan melengkung itu bergetar. Pupil hitamnya bergerak-gerak dalam kebingungan.
Apakah dia tidak 'dianugerahkan' dengan tiga kaki sutra putih? [Tiga kaki sutra putih. Seperti dalam drama, Permaisuri atau Selir dianugerahi dengan kaki panjang sutra putih oleh Kaisar sebagai cara untuk mengatakan, 'Saya tidak ingin menyakiti Anda, tolong bunuh diri']

Mengapa dia tidak merasakan sakit apa pun?

Seluruh tubuhnya masih bisa dia rasakan dengan benar. Padahal dia masih ingat jelas jika dia mengalami kematian beberapa menit yang lalu.

Apakah mungkin dia tidak mati?

Tapi bagaimana dia masih hidup?

Mengingat serentetan kejadian yang telah dialaminya, Esther Andreas merasakan sakit di lehernya. Seperti tercekik sampai sesak.
Namun, tentu saja tempat yang paling menyakitkan tak diragukan lagi adalah hatinya.

Dia telah menjalani hidup dan kematian yang begitu sulit. Pria yang dicintainya pernah berjanji pada Surga, di hari dia dinobatkan sebagai Kaisar, dia yang akan dinobatkan menjadi Permaisuri dan akan menjadi kekasih harem kekaisaran.

Tapi setelah dia menemaninya di setiap langkah, pria itu datang untuk menikmati sumpah yang dia buat untuknya. Tidak hanya mengurungnya dalam istana, tapi pria itu memvonisnya bersalah sampai membunuh sembilan generasi keluarganya.

Tidak cukup sampai di sana, pria yang dia cintai telah 'menganugerahkan' dia dengan tiga kaki sutra putih.

Memikirkan ini membuatnya patah hati yang paling menyakitkan.

"Nona, jangan berpikir lagi." Emilia yang duduk di samping tempat tidur telah memperhatikan ekspresi Esme yang terlihat sangat menyedihkan. Kesedihan itu sampai bisa dia rasakan dalam hatinya. Emilia ikut merasakan kepedihan itu.

Suara Emilia menarik jauh pikiran Esme kembali ke masa kini. Beberapa menit yang lalu, dia hampir melupakan wanita itu.

Esme mengedipkan matanya dengan lembut, dan mencoba memahami sekelilingnya dengan baik.

Langit-langitnya seputih salju. Ada juga cahaya putih yang menyilaukan mata, lalu bau desinfektan yang tersisa. Semua ini terlalu aneh. Dia berada di dunia yang berbeda, memaksanya untuk menerima keadaan, di saat dirinya baru saja mengalami kejadian mengerikan.

Untuk sesaat, dia merasa jika sudah berada di Surga. Ketika dia melihat Emilia, alisnya berkerut.

Mengapa gadis ini berpakaian sangat aneh?

Apakah dia benar-benar mati? Jika dia belum meninggal, seharusnya dia masih berada di istana. Bagaimana dia bisa berada di sini?
Lalu gadis yang duduk di sebelah tempat tidurnya ini ... siapa dia?

"Anda ...." Esme menatap Emilia dengan lembut. Matanya penuh kebingungan.

"Nona, apakah Anda ingin minum air?"

Ketika mendengar suara Emilia yang serak, Esme bertanya penuh kesedihan. "Kau menangisiku?"

Emilia sangat terkejut dengan respon Esme. Untuk beberapa saat, dia melihat Esme yang diliputi kebingungan. Pikiran buruk mulai terlintas dan dia menjadi emosional. "Nona, apakah Anda baik-baik saja?"

Dikejar Suami JahatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang