~Narendra~
Kedua langkah Rendra dan Renza beriringan secara bersamaan, pagi ini hari senin yang dimana mereka harus lebih pagi berangkat kesekolah jika tidak akan ketinggalan upacara yang berakhir dijemur dilapangan sampai jam istirahat.
"Tuh anak-anak, Pah," ucap Neira saat melihat kedua bujangnya itu mendekat ke arah meja makan.
"Selamat pagi Mamah Papah tercantik dan terganteng tapi masih ganteng-an Ade," ujar Renza dengan kepercaya diriannya yang tidak pernah ketinggan sedangkan Rendra memutar bolakan matanya dengan malas.
"Selamat pagi-pagi anak-anak ganteng, tapi kalian harus inget dapat ganteng itu dari mana," cibir Neira.
"Dari Allah, Mah," jawab Renza membuat Neira menepuk jidat, Renza tidak salah Neira yang salah, sudah.
"Ah udah. Duduk, sarapan pagi dulu," tegur Rezka pasalnya Rezka juga harus berangkat pagi diingat bahwa jadwal operasinya sangatlah banyak akhir-akhir ini.
Rendra duduk berhadap Rezka dan Renza duduk berhadap dengan Neira, Neira kembali bangkit untuk mengambilkan nasi untuk anaknya.
"Abang roti gak papa?" Rendra menganggukan kepalanya.
"Ade nasi nya segini?" Disusul anak bungsunya yang mengangguk.
"Ade bisa ngambil sendiri kalau masih laper," balas Renza.
"Yaudah."
Rezka mengamati wajah murung anak pertamanya. "Bang, kenapa?" tanya Rezka, merasa ditanya Rendra pun mengangkat kepalanya dan menggelengkan kepalanya.
"Enggak apa-apa, Pah." Rezka menoleh kepada Neira, Neira menghela nafas.
"Udah disuntik, Nak?" Rezka terdiam beberapa detik dan menggelengkan kepalanya membuat ketiga orang itu menghela nafas.
"Kok belum sih, Bang?" tanya Renza menunda suapan pertamanya.
"Lupa, Mah."
"Suntik dulu ya?"
"Iya," balas Rendra dengan singkat.
"Ketinggalan di kamar?" Rendra mengangguk pelan dengan cepat Neira pun mengambil langkah untuk mengambil suntikan anak pertamanya.
"Kenapa bisa lupa, Bang?" tanya Rezka.
"Lupa gak ada obatnya, Pah. Sama kay-
"Abang," tegur Rezka sebelum Rendra kembali membahas apa yang merasa Rezka benar-benar gagal.
"Maaf."
"Bang, ini!" kata Neira.
"Mana sini lengannya biar Mamah yang suntikin," sambung Neira karena Neira tau bahwa Rendra masih sedikit takut menyuntik dirinya sendiri karena sebenarnya Rendra punya ketakutan kepada jarum suntik tapi semuanya Rendra paksakan karena situasi dan kondisinya.
"Merem aja, Bang," kata Renza.
Rendra memalingkan wajahnya menghadap Renza, setidaknya wajah adiknya lah yang Rendra tatap.
"Mah apa belum? Kasian Abang," ujar Renza. Melihat wajah Rendra yang sedikit tegang, Renza berinisiatif mengenggam tangan kanan Rendra seperti awal-awal pada saat Rendra tervonis.
"Udah." Renza menghela nafas lega, dan Rendra masih bertahan dengan wajah tegang dibalik wajahnya yang terlihat stay cool dengan pelan Rendra kembali merapihkan seragam sekolahnya.
"Bang, biasain sendiri. Gak selalu Mamah sama Abang loh," kata Rezka.
"Iya, Pah."
"Dan gak selalu disekolah Abang sama Ade."